58

193 27 5
                                    

-Yeorin-

Aku duduk disana saat mereka naik ke kereta mereka dan bergerak ke lubang golf berikutnya.

Aku seharusnya membawa minuman lebih banyak. Keinginanku untuk melihat Jimin lebih besar dan akhirnya aku melakukan perjalanan ulang hanya untuk menemukannya.

Sekarang, aku berharap aku tidak melakukannya. Untuk pertama kalinya dalam minggu ini aku merasa perutku sakit lagi. Dia bahkan tidak pernah mengatakan padaku bahwa Hana adalah kekasihnya yang pertama. Dia cuma mengatakan bahwa mereka adalah teman lama.

Mengetahui teman lama seperti apa mereka berdua tidaklah membantuku. Aku selalu tahu bahwa Jimin sering tidur bersama wanita lain. Itu adalah sesuatu yang sudah kuketahui sejak aku naik ke atas tempat tidurnya untuk pertama kali. Tapi melihatnya dengan yang satu ini. Wanita yang merupakan wanita pertamanya -- rasanya menyakitkan.

Dia tadi merayunya dan Jimin juga merayu wanita itu. Mencoba menarik perhatian lebih pada wanita itu dengan menunjukkan kelebihan otot-ototnya. Otot-otot itu memang sudah bagus tanpa perlu dia mengeraskannya terlebih dulu dan memamerkannya.

Kenapa dia melakukan itu?

Apa dia ingin wanita itu tertarik sekali lagi pada dirinya?

Apa dia ingin tahu bagaimana rasanya wanita itu di atas tempat tidur sekarang?

Perutku terasa jungkir balik dan aku memaksakan diriku untuk mengendarai kereta ku ke jalan dan menariknya dari pohon tempat aku bersembunyi. Aku tidak bermaksud untuk bersembunyi. Aku mengambil jalan pintas untuk melihat apakah Jimin ada di lubang ini.

Tapi saat aku melihatnya tersenyum pada Hana dan membiarkan Hana menyentuhnya, aku berhenti. Aku tidak bisa berjalan lebih jauh lagi.

Wanita itu adalah bagian dari dunia Jimin. Wanita yang cocok dengan dunianya. Dia tidak mendorong kereta minuman, akan tetapi dia bermain golf bersama Jimin.

Jimin tidak mungkin mengajakku.

Sebagai pemula aku tidak tahu bagaimana cara bermain golf dan tentu saja, aku bekerja di sini. Aku tidak bisa bermain. Apa yang bisa dia lakukan bersama denganku?

Adiknya membenciku. Aku tidak akan bisa menjadi bagian dari kehidupannya. Tidak juga. Aku akan selalu menjadi orang luar yang hanya bisa melihat saja. Aku membenci perasaan seperti ini.

Bersama dengannya rasanya sungguh luar biasa. Saat bersamanya di rumahnya atau di apartement-ku rasanya sungguh mudah untuk berpura-pura bahwa kami bisa berjalan lebih jauh lagi. Tapi apa yang terjadi saat aku menunjukkannya?

Saat aku hamil tua dan dia bersama denganku?

Orang-orang akan tahu. Bagaimana dia bisa mengatasinya?

Apa yang kuharapkan dari dia?

Aku mengisi keretaku dengan minuman cadangan dan pikiranku melayang-layang pada semua skenario yang mungkin akan terjadi pada kami berdua.

Tidak ada satupun yang berakhir bahagia. Aku bukan salah satu orang elit. Aku hanyalah aku. Minggu belakangan ini aku selalu membiarkan diriku bermain dengan ide untuk tetap tinggal.

Membesarkan bayi bersama dengan Jimin. Bersamaan dengan saat melihat Hana dan perasaanku rasanya sakit sekali, aku tersadar. Tidak perlu lagi hidup di dalam dunia dongeng. Terutama aku.

Pada saat aku kembali, aku melihat bahwa grupku sudah melakukan pemanasan akhir. Aku tersenyum dan memberikan minuman pada mereka dan bahkan aku bercanda dengan para pemain golf itu. Tidak ada yang tahu bahwa aku sedang kecewa. Ini adalah pekerjaanku. Aku harus melakukannya dengan sebaik-baiknya.

Aku tidak akan mengatakan apapun pada Jimin malam nanti. Tidak ada gunanya. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku hanya akan menambah jarak di antara kami berdua. Aku tidak akan pernah percaya diriku bisa mendapatkan kehidupan bahagia untuk selamanya dari dirinya. Aku lebih pintar daripada itu. Aku tidak akan bisa melewati hari ini tanpa terhindar dari rasa sakit.

Panas mulai menyerang tubuhku tapi aku akan terkutuk apabila Taehyung sampai mengetahui hal ini. Aku tidak memerlukan dia untuk berpikir bahwa aku tidak bisa melakukan pekerjaanku dengan baik.

.
.
.

Seonjoo memegangi rambutku di belakang saat aku muntah di toilet pada saat perjalanan kembali ke kantor. Aku sangat menyukainya.

“Kau terlalu memaksakan,” dia mengomeliku saat aku sudah memuntahkan semuanya dan mengangkat wajahku pada akhirnya.

Aku tidak ingin mengakuinya, tapi aku rasa dia mungkin ada benarnya. Aku mengambil lap basah yang dia pegang untukku dan mulai membersihkan wajahku, sebelum akhirnya duduk di lantai dan bersandar di dinding.

“Aku tahu, tapi tolong jangan katakan pada siapapun,” aku memohon.

Seonjoo duduk di sebelahku. “Kenapa?”

“Karena aku perlu pekerjaan ini. Upahnya bagus. Aku akan pergi dari sini saat semuanya sudah siap jadi aku harus mengumpulkan sebanyak mungkin uang yang bisa kudapatkan sekarang. Aku tidak akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah saat aku sudah mulai terlihat hamil.”

Seonjoo memutar kepalanya dan memandangku. “Kau berencana untuk pergi? Bagaimana dengan Jimin?”

Aku tidak ingin Seonjoo marah padanya. Dia sudah mulai baik pada Jimin.

“Aku melihat Jimin hari ini. Dia bersenang-senang. Dia cocok disana. Dia berada pada tempatnya. Aku juga berada di tempatku. Aku tidak akan cocok dengan dunianya.”

“Dia tidak mengatakan apapun mengenai hal ini? Kalau kau mengatakan sesuatu, dia pasti memintamu untuk pindah ke rumahnya dan dia akan mengurus segalanya. Dia tidak akan membiarkanmu bekerja di sini dan kau akan berada disisinya dimanapun. Kau tahu itu.”

Aku tidak suka ide bahwa ada satu orang wanita lagi yang merecoki Jimin. Ibunya dan saudara perempuannya sudah melakukannya. Aku tidak ingin melakukannya juga. Aku tidak peduli mengenai uangnya. Aku cuma peduli pada dirinya.

“Aku bukanlah tanggung jawabnya.”

“Maaf kalau aku tidak setuju dalam hal ini. Saat dia menghamilimu, maka kau adalah tanggung jawabnya yang paling besar.” Seonjoo mengatakan itu dengan nada gusar.

Aku tahu kenyataan mengenai malam dimana kami melakukan hubungan seks tanpa kondom itu. Aku yang datang kepadanya. Aku yang menyerangnya. Itu bukanlah kesalahannya. Sepanjang waktu dia selalu berhati-hati.

Aku tidak membuatnya berhati-hati pada malam itu. Itu semua adalah kesalahanku, bukan dia.

“Percayalah padaku saat aku mengatakan padamu bahwa ini semua adalah kesalahanku. Kau tidak berada di sana malam itu saat aku melakukannya. Akulah yang salah.”

“Tidak bisa hanya kau yang salah. Kau tidak mungkin bisa hamil kalau kau sendirian.”

Aku tidak ingin terus berdebat dengannya. “Tolong jangan katakan pada orang lain kalau aku sakit. Aku tidak ingin mereka kuatir.”

“Baiklah. Aku tidak senang akan hal ini. Kau melakukannya sekali lagi, maka aku akan mengatakannya pada orang lain.” Seonjoo memperingatkan.

Aku meletakkan kepalaku di bahunya.

“Sepakat.” Aku menyetujuinya.

Seonjoo mengelus kepalaku. “Kau ini wanita gila.”

Aku hanya bisa tertawa karena apa yang dia katakan adalah benar.

.
.
.
To be continued.

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang