-pic : Bayangan mobil yang berhenti di depan Chessy.
Hi Wellcome Back!
Hope you enjoy my story🖤
🖤HAPPY READING🖤
--------------------------------------------------------"Jangan lupa kamu juga bagian dari ini semua, Chessy. Bukan hanya kamu, aku dan Judith juga bagian dari organisasi yang kamu sebut jahat dan kejam."
"Sekarang tidak lagi." Aku menyungging senyum. Kukeluarkan ID card dan lencana keanggotaan VSA, yang berlambang phoenix dengan ukiran namaku di bagian bawahnya. Aku mematahkan ID card itu tepat di hadapannya dan melempar semua barang yang selama ini mengikatku dengan VSA.
"Kertas, lencana dan ID card. Semua itu bisa dibuat ulang." Elphizo menatapku serius."Tolong katakan kalau ini hanya emosi sesaatmu, Chessy."
"Jangan halangi jalanku atau saat itu juga kita akan menjadi musuh." Aku membuka pintu ruangan. Langkah kakiku tertahan ketika menemukan sudah ada sepuluh petugas keamanan yang berjaga mengelilingi pintu keluar.
"Tolong jangan memaksaku untuk menggunakan cara kasar, Chessy. Aku tidak punya pilihan lain selain menurut dengan Papa."
"Sepertinya kamu sudah punya keputusan." Aku mendenguskan napas kesal. "Dan jangan pikir kalau sepuluh orang bisa menghalangiku pergi dari sini."
"Bisa jika mereka menggunakan senjata." Tepat setelah Elphizo menyelesaikan perkataannya, sepuluh orang itu mengeluarkan senjata dan mengarahkannya padaku. Kapanpun aku mulai memberontak, sepuluh anak peluru siap menghancurkanku.
"Ngh! Kamu benar-benar sudah menyiapkannya." Aku tertawa miris.
"Maaf, Chessy. Aku tidak bisa membantah protokol langsung dari Papa." El memberi jeda, "Kalian, bawa Chessy ke ruang isolasi."
Para petugas itu mengangguk dan menggiringku keluar dari ruangan El. Saat aku berada di pinggir balkon, entah ide macam apa yang muncul di benakku. Aku menarik salah seorang petugas keamanan untuk terjun bersamaku dari lantai 27.
"Chessy!!!" pekik Elphizo sehabis aku melompat.
Prediksi terburuk, aku akan mati. Buruknya, aku akan cacat. Cukup buruknya, mungkin hanya geger otak. Yang hampir buruknya adalah kepalaku terbentur roti sobek.
Entah kategori mana yang akan aku dapat. Aku pernah berhasil terjun bebas dari lantai empat tanpa persenjataan atau perlindungan apapun. Tapi lantai 27, yang benar saja, kemungkinan aku selamat hanya 35%. Rasanya seperti jantungku tertinggal di atas sewaktu melompat tadi.
Untuk beberapa waktu yang lama aku berhasil berada di atas pria ini. Hingga dia mencekikku dan membuatku berada di bawahnya. Dan parahnya lagi, aku melihat angka lima tertulis di dinding.
Sial! Aku tidak boleh mati sekarang.
Kutarik bagian kera baju pria itu dan menjedukkan kepalaku ke kepalanya. Lalu, kutarik tangannya dan membuatnya berasa di bawahku.
'BRUK!'
"ARG!!!" teriakku bersamaan dengan tertibannya salah satu lenganku oleh tubuh pria ini. Kurasa tanganku patah.
Aku mendongak ke atas, melihat petugas keamanan tadi sudah menuruni anak tangga dengan cepat dan menyusulku ke bawah sini. Sesekali mereka menembakkan pelurunya ke arahku. Sekuat tenaga kusingkirkan tubuh pria itu dan menarik keluar tanganku yang tertiban olehnya. Langsung aku menopang lenganku yang kemungkinan patah dengan tangan lainnya.
Tidak ada waktu untuk fokus pada rasa sakit, aku langsung bangun dan lari ke arah ruang kesehatan. Sedikit beruntung karena yang terluka bukan kakiku, atau semuanya akan jauh lebih merepotkan. Aku masuk ke dalam ruang kesehatan dan mengunci pintunya dari dalam.
"Chessy?"
Sontak aku langsung membalikkan badan, melihat siapa yang memanggilku. "Astaga Judith, kamu mengejutkanku,"
"Tanganmu kenapa?" Suaranya langsung meninggi ketika melihat salah satu lenganku memar dan berdarah.
"Ceritanya panjang," kataku cepat. "Yang terpenting kita harus keluar dulu dari sini."
Judith hanya terdiam, menatapku yang berjalan ke sana kemari seolah mencari sesuatu. Dia mengerutkan dahi mencoba memahami situasinya.
"Apa yang mau kamu lakukan?" tanyanya ketika aku berhenti di samping ranjang Della dan menatapnya dengan tatapan 'itu'.
Aku merencanakan sesuatu, dan Judith tahu itu.
"Tidak ada waktu menjelaskan. Singkatnya, selama ini VSA menyembunyikan sesuatu dari kita. Mereka merencanakan sesuatu― Dan Della, apapun informasi yang tertanam di otaknya tentang XACRC ataupun VSA, aku rasa VSA tidak boleh mendapatkannya."
Judith menatapku lekat-lekat. "Merencanakan apa?"
"Aku tidak tahu." Jawaban cepat dariku membuat Judith memincingkan matanya menatapku ragu. "Tapi aku tidak bercanda, kamu tahu aku bukan orang yang seperti itu. Ada alasan kenapa aku meragukan VSA."
"Kamu yakin dengan yang kamu katakan?"
"Absolutely."
Judith menghela napas. "Baiklah, aku ikut denganmu."
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki orang berlarian mendekat ke arah sini. Kami berdua saling menatap, lalu Judith menunjuk sebuah lemari obat besar yang ada di belakang sana. Aku langsung lari ke belakang lemari dan bersembunyi.
Tepat setelah aku bersembunyi, terdengar suara pintu yang dihentak dan ingin dibuka paksa. Judith jalan ke arah pintu dan membukanya kuncinya.
"Ini ruang kesehatan. Dimana etika kalian?" tegur Judith.
"Kami sedang mencari seorang agen wanita, kami ditugaskan untuk menangkapnya."
"Tidak ada siapapun di sini selain kami berdua." Aku bisa mendengar derit pintu. Judith membuka lebar pintu ruang kesehatan.
"Hei," teriak Judith tiba-tiba. "Anda tidak boleh sembarangan masuk dan mengobrak-abrik."
"Saya sedang bertugas."
"Dan ini ruang kesehatan, jadi jaga sikapmu dan tetap tenang."
Setelah itu aku tidak mendengar apapun, selain langkah kaki. Perlahan suara langkah kaki itu mendekat ke arahku. Mataku mencari sesuatu di sekitar sini yang bisa kugunakan untuk melawan. Dari langkah kakinya yang berat, aku tahu itu bukan Judith.
Aku berdiri sisi pinggir lemari. Ketika pria berseragam itu muncul, aku lebih dulu memukul tangannya, mengunci lehernya dari belakang dan menyuntikkan obat penenang di lehernya. pria itu langsung jatuh tidak sadarkan diri. Aku dan Judith saling menatap dan menghela napas lega.
Judith mengambil senjata yang tadi pria itu jatuhkan, sementara aku membopong Della yang tengah tertidur di ranjang kecil di tengah ruangan. Aku mengambil rantai yang tergeletak di lantai untuk mengikat tangannya. Ini hanya berjaga-jaga sewaktu dia bangun nanti.
Sebelum keluar dari ruangan, aku menatap Judith lekat-lekat. "Kamu benar-benar mempercayaiku? Semudah itu?"
Judith memukul pelan kepalaku dengan senjata yang dia pegang. "Aw!" pekikku sembari memegang kepala.
"Mudah katamu? Aku mempertaruhkan nyawaku untuk mempercayaimu, Idiot. Anggap saja aku sedang berjudi sekarang."
Aku menyungging senyum. Senang rasanya mengetahui kalau setidaknya ada satu orang yang bisa kuandalkan. Tanpa mengulur waktu, aku dan Judith keluar gedung melalui pintu darurat yang hanya diketahui para agen.
Sampai akhirnya beberapa menit kemudian, beberapa petugas keamanan menyadari keberadaan kita berdua. Mereka mengejar sembari menembakkan senjata. Tanpa melihat ke belakang aku dan Judith terus lari memutar mengarah ke depan gedung VSA, tempat dimana aku memakir mobil.
Di depan mobil aku merogoh saku celana. "Shit! Kunci mobilku hilang." Tiba-tiba Peluru menebak mengenaik kaca mobil hingga pecah.
"Lari!" pinta Judith, yang langsung kurespon dengan berlari ke arah jalan raya. Sementara itu Judith mengulur waktu.
Ide pertama yang muncul di benakku adalah merampok mobil orang lain, tapi jalan begitu sepi. Tidak ada satupun mobil yang lewat. Bahkan aku tidak bisa melakukan opsi kedua, tidak ada mobil yang terpakir di sekitar sini yang bisa kucuri.
Tidak lama setelahnya, terdengar suara mesin mobil yang kencang tapi bulat. Sebuah mobil hitam berkendara dengan kecepatan tinggi.
Aku tidak mungkin menghadang mobil dengan kecepatan setinggi itu.
Tiba-tiba saja mobil itu berhenti di depanku. Lalu kaca mobil itu turun dan memperlihatkan si pengendara.
"Butuh tumpangan, Nona?"
"―Kau?!"
Suara tembakan dan teriakan terdengar lebih dekat. Aku berbalik dan melihat Judith tengah berlari ke arahku sembari memegang lengan kirinya.
"Chessy! Apa lagi yang kamu tunggu, cepat masuk!" seru Judith dari kejauhan.
Aku tersadar dari pikir panjangku dan menatap si pengendara. Kepalaku berpikir keras kata-kata yang tepat untuk kusampaikan. Siapa sangka kalau dia justru membalas tatapan tajamku dengan menyungging senyum. Dia tertawa kecil. "Pria mana lagi yang kamu tikam, Nyonya Archiller?"
TBC.
Jangan lupa Vote dan Comment untuk support yaa, agar author makin semangat bikin ceritanya🖤
Q : Astaga, siapa pria yang ada di dalam mobil itu!?
Mengingat kemarin aku engga UP, sebagai gantinya dan mumpung aku lagi ada waktu nulis, aku langsung UP dua Chapter ya. Jadi jangan sampai kelongkap, oke?(*^3^)/~♡
Semoga cerita ini bisa jadi pengantar tidur kalian sebelum bobo,
GOOD NITE (*^3^)/~☆
🖤THANKYOU🖤