Bab 39

1K 88 83
                                    

6 Bulan Kemudian

Sekali lagi, Yoona berdiri di hadapan sebuah cermin sambil memegang erat satu buket mawar putih. Ia tersenyum memuji penampilannya sendiri. Ternyata benar apa yang selama ini dikatakan oleh orang-orang kepadanya, ia memang sangat cantik------terutama dalam balutan gaun pengantin putih seperti sekarang ini.

"Yoona, apa kau sudah siap?" Tuan Lim berdiri di muka pintu kamar rias.

Yoona menarik nafas dalam-dalam. Ia menoleh dan mengangguk. Senyuman di bibir ayahnya merekah lebar saat Yoona berjalan menghampiri pria paruh baya tersebut.

"Ah, puteriku yang sangat cantik  sempurna." Tuan Lim meremas tangan Yoona erat-erat. "Ayah sudah lama sekali menantikan momen ini."

Yoona tersenyum. Baru kali inilah ia melihat ayahnya tampak begitu bahagia. Pria paruh baya itu menatapnya dengan tatapan haru dan rasa bangga yang melebihi segala kata-kata yang bisa dia ekspresikan.

"Kau siap, Sayang?" Bisik ayahnya sambil menyodorkan lengannya untuk dipegangi oleh puteri bungsunya itu.

Yoona mengangguk sambil melepaskan satu tarikan nafas. Ia tak dapat berdusta bahwa hatinya tengah merasa gugup setengah mati. Ia kemudian memegangi lengan ayahnya dengan sangat erat dan berharap gemuruh di dalam jantungnya akan segera mereda.

Tuan Lim tertawa kecil menyadari perasaan puterinya yang cantik jelita tersebut. "Jangan gugup, Yoona. Kau akan baik-baik saja." Ia tersenyum menenangkan. "Tak ada yang harus kau khawatirkan. Hari ini kau akan menikah dengan pria paling hebat yang pernah Ayah kenal." Tuan Lim mengepit lengan anak bungsunya tersebut. "Ayo." Ajaknya.

Mereka berdua keluar dari ruang rias dan berjalan menuju ruangan kapel.

"Ayah,"

"Hmm?"

"Aku belum pernah mengatakan hal ini kepada ayah," cetus Yoona saat mereka menyusuri selasar yang menghubungkan ruang rias dengan aula kapel, "tapi aku ingin Ayah tahu bahwa aku sangat menyayangi Ayah."

"Ayah tahu. Ayah selalu tahu." Tuan Lim menepuk-nepuk lengan Yoona. "Ayah juga sangat menyayangimu, Yoona. Melebihi segalanya."

Wajah Yoona merah menahan tangis haru. "Terimakasih karena Ayah sudah merawat dan membesarkanku."

Tuan Lim mengangguk. Ia harus mengerjap-ngerjapkan kedua matanya agar tidak basah oleh airmata.

Sebelum ayah dan anak itu tiba di depan pintu kapel, Tuan Lim memandang puteri bungsunya sekali lagi. Ia berkata, "dan terimakasih karena engkau sudah terlahir menjadi puteri Ayah." Tuan Lim mengecup kening anak perempuannya.

Begitu kedua pintu kapel terbuka lebar, seorang pemain piano segera memainkan lagu Here Comes the Bride karya Richard Wagner yang diaransemen ulang oleh Vicente Avella.

Semua orang yang duduk memenuhi kapel spontan menolehkan kepala mereka ke arah Yoona dan ayahnya saat kedua manusia itu berjalan memasuki ruangan kapel yang memanjang.

Minho menolehkan kepalanya. Ia bisa melihat dengan kedua matanya betapa cantiknya Yoona hari itu. "Wow." Minho refleks menggumamkan rasa kagumnya. Ia tak bisa menyembunyikan binar kebahagiaan saat ia memandang sosok gadis itu. Semakin Yoona berjalan mendekatinya, semakin lebar senyuman yang menghiasi wajah tampan Minho.

Yoona menatap Minho. Ia tersenyum penuh rasa syukur dan terimakasih kepada lelaki yang telah mencintai dan menemaninya di saat ia membutuhkan seseorang untuk menopang hatinya yang seringkali dibuat berantakan oleh pria yang lain. Yoona memberikan satu senyuman yang paling tulus yang bisa ia berikan kepada Choi Minho.

Minho harus mengakui bahwa ia belum pernah merasa bangga dan bahagia seperti saat ini. Selama beberapa saat ia dan Yoona saling menatap dengan penuh pengertian. Senyum Minho semakin tampak jelas saat Yoona berjalan melewatinya.

I Paint The Sky Pink For You [Vyoon Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang