i. | derasnya hujan jadi saksi.

2.5K 195 10
                                    

Fluff, Romance
392 words
Drabble

📝

Hari itu butiran hujan turun dengan brutal kemudian tanpa ampun mengeroyok bumi, membawa pasukan sang dewa petir bersamanya.
Hari itu, seharusnya Na Jaemin merasa resah.
Hari itu, seharusnya Na Jaemin- si Leo yang benci hujan merasa takut.
Namun hari itu, Na Jaemin, direngkuh erat oleh lelaki yang kini telah genap tujuh tahun berbagi cerita dengannya.

Na Jaemin menengadah, menatap lekat-lekat lelaki disampingnya. Si Tampan sedang sibuk mengutak-atik ponselnya, entah sedang mengutak-atik apa. Tangan kanannya yang bebas ia lingkarkan pada tubuh mungil si pemuda Na.

Lee Jeno, nama laki-laki itu. Pahatan wajahnya sempurna, bukti keramahan dan kebaikan yang Maha Esa. Rambut hitamnya yang sudah cukup panjang terjatuh sedikit mengenai kelopak matanya.
Mata Lee Jeno. Fitur yang menarik untuk diteliti. Galaksi ada didalamnya. Indah sekali.

"Sudah belum, acara meneliti wajah Lee Jeno-nya?"

Lee Jeno mengalihkan pandangan pada si Manis, menatap lembut kedua mata besar nan cantik yang kini tengah memujanya.

Dan pemuda Na yakin kini pipinya tanpa tahu malu sedang merona. Namun matanya tak kuasa lepas dari kedua manik galaksi itu.
Terlalu indah untuk dilewatkan.

Cup!
Sebuah kecupan dicuri si tampan dari bibir mungil si manis.

"Na Jaemin manis sekali."

Cup!
Lagi.

"Kau manis sekali kalau sedang menelitiku dengan tatapan seperti itu. Kuharap tatapan memuja itu selalu untukku. Hanya milikku."

Lee Jeno menekan kata 'hanya' dalam kalimatnya. Menyalurkan harap agar tatapan si Manis selalu jadi miliknya.

"Tentu saja, tidak ada yang bisa mengalahkan betapa sempurnanya priaku ini."

Sebut saja Na Jaemin sudah gila, selama ini ia terlalu malu untuk berkata hal seperti itu. Selama ini ia hanya mampu mengagumi kesempurnaan Jeno dalam diamnya. Tanpa si tampan perlu tahu.

"Oh? Darimana kau belajar kalimat seperti itu? Nakal."

Kini Jeno yang tersipu malu. Lelaki manisnya ini tidak pernah terang-terangan mengakui bahwa ia tampan. Mungkin pernah, namun jarang sekali.

Jaemin menghela nafas. Belah bibirnya menciptakan senyum tipis paling manis.

"Aku hanya merasa sesekali aku perlu mengatakan hal seperti itu padamu. Membuatmu sadar kalau kamu sempurna bagiku. Seseorang yang luar biasa. Menyadarkanmu kalau aku selalu mencintai dan bersyukur atas kehadiranmu, Jeno."

Tiga kalimat itu membuat Jeno tak kuasa.
Tak perlu waktu lama baginya untuk menyapa bibir mungil Na Jaemin dengan miliknya.

Keduanya menyalurkan hangat lewat lumatan-lumatan manis yang memabukkan bukti saling mendamba.
Biarlah hujan berderai dengan derasnya.
Na Jaemin tidak takut lagi,
hatinya penuh dengan hadir si sempurna Lee Jeno didalamnya.

📝

with love, brie🌻

the art of loving • nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang