Sena berlari menuju toilet perempuan, air mata sudah membasahi pipinya, dia berlari sambil menundukkan wajahnya. Telinganya sudah menangkap bunyi bel masuk tadi. Biarlah, mungkin kali ini, untuk pertama kalinya, Sena akan membolos satu atau dua pelajaran.
Duk
Sena terhuyung ke belakang saat dirinya merasakan telah menabrak sesuatu, dengan cepat dia kembali menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh. Matanya buram karena air mata, ditambah lagi dirinya menunduk saat sedang berlari.
"Maaf," ujar Sena dengan suara bergetar, dia sama sekali tidak mengangkat wajahnya.
Dia ingin cepat-cepat meninggalkan orang yang dia tabrak dan pergi ke toilet sebelum tangisnya semakin pecah. Tapi sayangnya, saat ingin menghindari orang itu, orang itu justru menarik lengan Sena hingga dia mengangkat wajahnya. Sena menautkan alisnya, pandangannya buram, dia tidak dapat melihat dengan jelas orang yang telah menarik lengannya itu.
"Lo nangis?"
Deg
Ah, suara itu. Suara yang sangat familiar di telinga Sena. Sena mengucek matanya agar dapat melihat dengan jelas. Dia lagi. Orang itu, Daniel, dia melihat Sena dari ujung kepala sampai ke ujung sepatu, tatapannya serasa mengintimidasi Sena. Lalu matanya berhenti saat melihat rok seragam sena yang basah. Sena yang dipandangi seperti itu merasa risih dan segera menarik lengannya yang ditahan Daniel lalu berlari menjauh.
Sesampainya di toilet, Sena segera masuk ke salah satu bilik dan menutupnya. Di sana, tangisnya langsung pecah. Dadanya terasa amat sakit, napasnya sesak. Rasanya ingin sekali dia pindah dari sekolah ini, tapi sayangnya, orang tuanya sudah pasti tidak akan bisa menyekolahkannya lagi. Dia masuk ke sekolah ini saja sudah tergolong beruntung. Selain sekolah ternama, sekolah ini adalah sekolah swasta yang biayanya lumayan mahal. Hanya anak-anak yang tergolong dalam golongan atas saja yang mampu membayarnya. Untuk golongan menengah ke bawah seperti Sena, dia benar-benar harus mengandalkan otaknya agar diterima di sini dengan bayaran murah, atau mungkin benar-benar gratis.
Beasiswa, adalah jalur yang ditempuh Sena selama sekolah di sini. Tapi belakangan ini, nilainya terus saja merosot, apalagi beberapa minggu lagi akan berlangsung ujian akhir. Sena harus belajar mati-matian agar beasiswanya tidak dicabut.
Belajar, ya? Tiba-tiba Sena menyadari kalau sekarang dirinya tengah membolos. Bagaimana kalau gurunya mengadukan ini kepada orang tuanya? Ayah dan ibunya pasti sedih mendengar ini.
"Hidup macam apa ini?" gumam Sena sambil menghapus air matanya dengan kasar.
Sena keluar dari bilik toilet. Tiga bilik yang lain, pintunya terbuka semua, menandakan kalau hanya dia seorang yang berada di toilet ini. Sena membasuh wajahnya di wastafel. Dia melihat pantulan dirinya di cermin. Rambut pendeknya, dengan wajah yang menurutnya jelek, ditambah lagi dengan kawat gigi yang masih dia pakai sejak jaman SMP untuk membenarkan giginya yang maju mundur. Untunglah matanya masih baik-baik saja, sehingga dia tidak perlu memakai kacamata yang akan menambah kesan culun pada dirinya.
Sena membenarkan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Poninya sudah mulai panjang, jangan sampai poninya menjadi sepanjang Selia, atau dia akan bersilaturahmi ke ruang BK.
Ah, Selia! Gadis itu berusaha untuk menolongnya tadi. Meski caranya tersirat, tapi Sena yakin kalau Selia bermaksud untuk membantunya. Hati Sena sedikit membaik mengingat hal itu. Sena sudah menganggap Selia sebagai teman, meski Sena tidak tahu apa Selia juga menganggap dirinya begitu. Lalu dia kembali teringat perihal roknya, dia pun Kembali ke bilik toilet untuk membersihkan roknya agar tidak lengket dan tidak meninggalkan noda.
Sena melepas roknya lalu mengucek roknya di bawah siraman air, dia berusaha agar roknya tidak basah semua. Setelah dirasa cukup, dia memeras roknya lalu mengangin-anginkannya sebentar, dia kembali mengenakan roknya dan keluar dari bilik. Dia bermaksud untuk keluar dari toilet dan kembali ke kelasnya. Tapi sebelum itu, dia kembali melihat bayangannya di cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selia
Mystery / ThrillerKehadirannya tidak terlalu diperhatikan oleh banyak orang, tapi dia cukup sering dibicarakan oleh murid-murid lain akibat kejeniusannya. Namanya selalu terngiang dipikiranku sejak kami bertemu di perpustakaan. Wajahnya cantik, tapi sering ditutupi o...