16

1.8K 192 59
                                    

What's the wonderful day? I said today. 

Entah mengapa aku merasa sesuatu yang berbeda dengan diriku. Seperti aku merasakan kedewasaan yang sesungguhnya. Aku tidak tahu ini ada kaitannya dengan apa yang aku lakukan dengan Bang Chan tadi siang atau tidak, tapi percayalah aku benar-benar merasa hidup sekarang. Bebanku terasa hilang, membuat pikiranku sangat ringan. Aku bahkan dengan sadar selalu tersenyum jika aku mengingat bagaimana hari ini berjalan. 

Tadi aku memutuskan untuk kembali ke kamarku saat aku mengetahui bahwa Bang Chan tertidur pulas di sampingku. Aku tidak protes, bagaimanapun dia bekerja sangat keras untuk tubuhku. Jadi aku membiarkannya tetap berada dikasur serta aku kembali ke kamarku untuk membersihkan diri. Dan sekarang, mataku menatap pantulan diriku sendiri di cermin, mencoba mengoreksi apa yang kurang dari tampilanku malam ini. 

Ini tidak semerta-merta karena aku akan pergi ke suatu acara, aku hanya sedang melatih diriku untuk terlihat biasa saja didepan orang tuaku dan saudara tiriku yang lain-termasuk Bang Chan. Ibuku pernah mengatakan bahwa aku sangat buruk dalam berbohong, jadi aku harus menutupi apa yang terjadi hari ini dengan sangat baik.

Sejujurnya, kakiku masih terasa kebas dan perih di bagian intinya. Ini tidak aku rasakan sebelumnya saat aku bermain bersama Hyunjin. Apakah milik Bang Chan memang sebesar itu hingga aku masih merasakan bagaimana sakitnya? Itu bisa saja terjadi, karena aku sama sekali tidak ingat permainan yang aku lakukan dengan Hyunjin di hotel semalam. 

Kepalaku menggeleng dengan cepat mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran itu. Aku mengambil nafasku panjang dan mengeluarkannya perlahan sebelum berjalan keluar dari kamarku. Sejak kejadian aku menemukan mayat di kampus dan Lino yang terluka akibat berkelahi di pesta ulang tahun Kang Yeo So, kami tidak pulang ke rumah ayah tiriku di pusat kota.

Beliau menyadari bahwa kami terancam karena hal-hal memalukan itu. Jadi ayah tiriku menyuruh kami untuk tinggal di rumah ini sebelum keadaan menjadi lebih kondusif meski jarak ke kampus lumayan menjadi lebih jauh. Saat aku berjalan di lorong rumah ini, aku menyadari bahwa lorong ini sangat terang tidak seperti dirumah utama. Ini jelas membuatku bisa bernafas lega karena aku bisa berjalan melewatinya dengan nyaman.

Kecuali jika aku bertemu satu laki-laki tampan yang juga baru saja keluar dari kamarnya. Dia mendapatiku ketika dia sedang menutup pintu dibelakangnya dan tersenyum tipis padaku. Aku yang sempat berhenti, akhirnya memutuskan untuk kembali melangkah dan melewatinya begitu saja. Namun saat aku sudah berada 6 langkah didepannya, dia meraih satu lenganku yang membuatku mau tidak mau menoleh padanya. 

Aku menatap wajahnya dengan tatapan bertanya ada apa. Tapi yang dia berikan bukan jawaban atas tatapanku, melainkan matanya yang menatap bagian kakiku. "Hana, kau berjalan dengan aneh. Hal menyenangkan apa yang baru saja kau lakukan?"tanya saudara tiriku itu. 

Dahiku berkerut mendengar pertanyaan Changbin yang saat ini menggunakan kaos polo berwarna hitam dan bawahan training dengan warna senada. Aku sungguh tidak mengerti pertanyaan yang diajukan Changbin padaku. Jalanku aneh? Apanya yang aneh? Aku berjalan seperti ini setiap hari dan setiap waktu. 

"wow, apa kau baru saja melakukan sex dengan seorang laki-laki?" Aku membulatkan mataku mendengar pertanyaan Changbin lagi. Ya, bagaimanapun dia juga seorang Choi, dan darah frontal dalam berkata-kata sudah mendarah daging dan diwariskan secara turun-temurun dari keluarganya. 

"kau tidak perlu menjawab. Ekspresi wajahmu sudah cukup menjelaskannya" lanjutnya. Dia tersenyum padaku sekali lagi dan berjalan melewatiku dengan santai. Aku bahkan juga bisa mendengar dirinya sedang menggumam sebuah lagu. 

Ini bisa gawat jika Changbin tanpa sengaja mengatakan bahwa aku baru saja bercinta. Sikap tidak pernah berpikir sebelum berbicara adalah masalah utamanya. Jadi aku menyusul Changbin dan menghentikan langkahnya dengan menarik satu tangannya. 

          

"Changbin, tolong jangan kasih tahu ayah dan ibu" mohonku padanya.

Changbin membawa lidahnya keluar sembari menunjukkan smirknya yang tajam. "tenang saja, aku tidak menyebarkan aib". Dan detik berikutnya, Changbin merangkul bahuku dan mengacak-acak rambutku. Aku terkejut dibuatnya. Tentu saja, dia tiba-tiba melakukan hal yang belum pernah aku terima sebelumnya. "Ayo kita makan!" katanya sedikit berteriak dengan tetap tidak melepaskan rangkulannya. 

Aku sedikit meronta karena tangannya sekarang melingkari leherku. Membuatku sedikit membungkuk saat berjalan. "Changbin lepaskan" kataku yang tentunya tidak dihiraukan olehnya. Saat kami berdua tiba di ruang makan, aku bisa melihat kedua orang tuaku dan saudara tiriku yang lain sudah duduk di meja makan.

Mereka terlihat terkejut dengan apa yang Changbin dan aku lakukan. Aku bahkan bisa melihat wajah Bang Chan yang sedikit tidak terima dengan hal itu. Atau itu hanya perasaanku saja?

"Changbin, apa yang kau lakukan?" tanya ayah tiriku pada Changbin. Saat ayahku bertanya seperti itu, aku memiliki ide untuk bersikap seperti korban. Aku merubah air wajahku menjadi seperti tersaikiti dan terbatuk beberapa kali.

"ayah, bantu aku" kataku dengan suara yang sedikit mencicit.

"Changbin" panggil ayahku. Changbin yang tahu dengan tingkahku lantas melepaskan tangannya dan menatapku tidak percaya. "anak ini pintar sekali berdalih" kata Changbin padaku sebelum berjalan menuju kursi di sebelah Bang Chan.

"mengapa kau melakukan itu, Changbin?" tanya ibuku.

"Aku tidak bisa melakukannya pada Hyunjin karena dia lebih tinggi dariku, dan hyung-ku tidak suka dengan hal ini. Jadi aku melakukannya dengan Hana. Apa ini masalah? Kami bersaudara kan? Kami hanya sedang bercanda" jawab Changbin. 

Ayah dan ibuku sontak tertawa dengan jawaban Changbin. Begitupun denganku. Sejujurnya, Changbin memang lebih tinggi dariku. Tapi dia tidak lebih tinggi dari saudaranya yang lain. Bahkan Hyunjin yang jelas anak termuda, memiliki postur tubuh lebih tinggi dari yang lain. 

"pendek" ejekku untuknya saat sudah duduk di kursi meja makan. Changbin yang sedang menyendok nasi lantas memandangku. Matanya berkedip beberapa seperti sedang mempersiapkan suatu elakan untuk satu kataku itu.

"aku tidak pendek, aku hanya tumbuh lebih lambat dari yang lain" katanya.

Aku tertawa mendengarnya. Itu bukan tawa yang ditahan tapi tawa yang benar-benar tertawa. Aku benar-benar tidak menyadarinya hingga aku bertemu pandang dengan Lino ditengah tawaku. Lino yang duduk disebelahku tersenyum tipis yang perlahan menjadi senyuman yang lebar. "Hana, kau tampak berbeda hari ini. Apa ada sesuatu yang menyenangkan terjadi?"

"benar hyung. Ada sesuatu yang menyenangkan baru saja dia lakukan". Changbin menjawab pertanyaan Lino untukku. Tawaku tiba-tiba menghilang saat mendengar jawaban Changbin dan dengan cepat melihatnya. Belum ada 10 menit dia berjanji tidak akan mengatakan aibku, tapi lihatlah sekarang, dia berusaha membongkarnya. 

"tidak mungkin. Jangan-jangan kau sudah melakukannya semalam dengan Hyunjin? Apa itu artinya ini adalah giliranku?"

Oh My God! Ternyata ada yang lebih tidak memiliki otak ketimbang Changbin. Lino dengan sadar dan suara keras mengatakan hal itu didepan orang tua kami. Aku melotot pada Lino memberi isyarat padanya untuk berhenti mengatakan hal-hal seperti itu.

"melakukan apa?" suara ayahku menginterupsi, baik diriku maupun Lino. 

Lino menoleh pada ayahnya dengan senyum lebar. "Hana menonton konser. Tapi dia hanya membeli 2 tiket untuknya dan Hyunjin. Jadi aku protes. Jadi Hana berjanji akan mengajakku untuk konser selanjutnya". Lino beralibi. 

BROTHERSWhere stories live. Discover now