"The Voices kerennn!!!"
"Kalian idolaku!!"
Suara riuh tepuk tangan disertai pujian dan siulan menggema serempak memenuhi kafe malam hari itu.
Wonwoo menaruh gitar yang talinya sedaritadi menggelayut di pundaknya, sebelum berjalan mendekati Hayoung yang berdiri menunggunya di belakang stand mic.
Keduanya saling melempar senyuman hangat sebelum Wonwoo berdiri tepat disamping Hayoung, meraih tangannya dan mereka pun membungkuk memberi hormat kepada para penonton yang hari itu datang khusus untuk menonton penampilan mereka.
"Terimakasih semuanya," Hayoung berbicara melalui microphone yang masih dipegangnya, sebelum mengikuti langkah Wonwoo yang lebih dulu berjalan menuju belakang panggung.
Wonwoo dan Hayoung sudah membentuk grup band lebih tepatnya duo sejak mereka duduk di bangku SMA tiga tahun yang lalu. Dan sekarang, keduanya sudah berstatus mahasiswa dan berkuliah di tempat yang sama pula.
Walaupun mulai sibuk dengan tugas kuliah yang menyita waktu, band mereka, The Voices sudah memiliki jadwal manggung tetap setiap Rabu di kafe yang terletak tepat di depan kampus mereka. Hayoung menjadi vokalis, sementara Wonwoo bermain gitar. Dan karena harmonisasi keduanya yang begitu indah dan kompak, keduanya pun populer di kalangan para mahasiswa di kampusnya. Tak jarang pula banyak anak-anak SMA yang rela datang menonton pertunjukan mereka.
"Wonwoo oppa," beberapa fangirl memanggil namanya saat mereka sedang berjalan menuju parkiran.
Dengan senyum lebar di wajah, Wonwoo berbalik untuk menyapa gadis-gadis yang masih berpakaian seragam sekolah tersebut. Mereka pun memekik gembira tatkala idolanya datang menghampiri. Dengan sabar, Wonwoo melayani permintaan kelima orang gadis itu untuk berfoto bersama.
Sementara, Hayoung hanya sanggup menghela nafas sambil sesekali melirik sinis kearah para gadis tersebut. Kejadian seperti itu memang tidak sekali ini terjadi. Hampir setiap mereka selesai manggung, Wonwoo pasti akan diserbu oleh beberapa penggemar fanatiknya. Tidak heran karena selain memiliki wajah tampan dan mahir bermain alat musik, kepribadiannya yang ramah juga menjadi nilai plus.
***
3 Tahun yang Lalu
"Aku gagal..." desis Hayoung diantara isak tangisnya. Ia berjalan melalui koridor sekolah dengan air mata terus keluar membanjiri pipinya. "Benar-benar memalukan... Aku sudah berusaha keras, tapi aku tetap saja menjadi pecundang..."
Gadis berpostur tinggi itupun kemudian menunduk untuk menghapus air mata yang tak kunjung berhenti keluar dari sudut matanya. Hayoung pun tetap berjalan tanpa menyadari ada seseorang yang datang dari arah berlawanan. Orang tersebut juga tidak terlalu memperhatikan ke depan karena pandangannya terhalang oleh tumpukan buku yang ia bawa. Alhasil keduanya pun bertubrukan hingga menyebabkan buku-buku yang dibawa terjatuh semua ke lantai.
"M-maaf," merasa bersalah, dengan cepat Hayoung berjongkok untuk mengambil buku yang berhamburan di lantai.
"Gak apa-apa," suara bariton pun terdengar. Begitu indah dan menawan bagi telinga Hayoung, hingga membuatnya penasaran dengan rupa sang pemilik suara.
Dan saat maniknya berhasil menangkap sosok yang tak sengaja bertabrakan dengannya itu, Hayoung tak dapat menahan diri untuk tidak memberi pujian walau hanya dalam hati.
Walau sedang sama-sama jongkok, ia dapat menilai bahwa lelaki yang kini ada didepannya itu memiliki postur tubuh yang tinggi dan kurus. Memiliki sepasang mata dengan lipatan single, bibir kemerahan, Hayoung juga mengagumi kulitnya yang seputih susu. Entah mengapa pemuda yang baru pertamakali ditemuinya itu begitu sempurna baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Voice
Teen FictionSaat persahabatan dan impian menjadi prioritas utama dibanding hati. #2 in seventeenjun #3 in seventeenwonwoo