Bab 9

3.5K 161 12
                                    

Annisa telah meninggalkan ku di rumah sakit. Dia ada urusan mendadak dengan thania, gadis kecil, adik dari lelaki yang sekarang ada di hadapanku.

Sejak aku dan Annisa datang tadi, dia tidak sedikitpun melirikku. Sampai kini hanya tinggal kami berdua pun, dia tak melirikku. Matanya asyik menatap layar gawainya.

"Bal, gimana keadaanmu?" tanyaku memecah kesunyian. Dia tak menjawab, dia masih tetap fokus pada game nya. Ada sedikit rasa kesal di dada. Namun aku mencoba untuk tetap tenang.

"Bal, mau sampai kapan kamu marah padaku?" ucapku lagi. Iqbal langsung menoleh mendengar penuturanku.

"Sampai kamu menceraikan lelaki tua itu" jawabnya, lalu dia kembali fokus pada game nya.

"Itu tidak mungkin Bal. Belum ada seminggu aku menikah dengannya. Lagi pula, bagaimana nasib keluargaku jika aku meminta cerai pada pak Akbar?"

"Sudak ku duga, kamu memang mengharapkan pernikahan itu. Dasar wanita matre!" jawab Iqbal ketus, tanpa menatap ke arahku. Darahku langsung naik ke ubun- ubun mendengar ucapannya. Aku sudah tidak tahan lagi dengan sikapnya.

Aku mengambil gawai yang sedari tadi ia mainkan dan melemparnya di ranjang. Iqbal menatapku penuh amarah, aku tak peduli, aku juga siap mengobarkan api.

"Asal kamu tahu, aku tidak pernah mengharapkan pernikahan ini!" jawabku sambil melangkahkan kaki meninggalkan Iqbal sendiri. Aku berlari, sambil sesekali bulir bening menetes. Sakit sekali rasanya  di hina dengan sebutan wanita matre. Walaupun aku tahu bahwa itu kenyataannya.

***

Aku membuka pintu rumah Annisa, ketika masuk, mataku langsung tertuju pada pak Akbar yang tengah duduk dengan menyilangkan kedua kakinya di atas meja. Sesekali dia meminum kopi yang ada di hadapannya.

Aku masih merasa canggung dengannya, padahal aku tahu bahwa kini aku adalah istrinya. Aku melangkah melewati pak Akbar.

"Dari mana?" tanya Pak Akbar. Pandangan matanya sungguh dingin, membuatku bergidik ngeri.

"Mencari udara segar" jawabku tanpa menghentikan langkahku.

"Apa begitu cara memperlakukan suamimu?" tanya Pak Akbar. Aku menghentikan langkahku dan menatapnya penuh tanya.

"Lalu? Aku harus bagaimana?" tanyaku keheranan

"Sudahlah. Lupakan saja" jawabnya. Kemudian dia berdiri dan berjalan meninggalkan ku. Sebenarnya, sifatnya benar- benar sulit di tebak. Kadang sedingin es, kadang sifatnya terasa hangat. Entahlah. Mungkin karena dia berhadapan dengan istri- istrinya yang lain. Yang tentu saja berlain- lain sifatnya.

***

Hari ini tepat seminggu setelah aku menikah dengan pak Akbar. Itu artinya, hari ini aku akan di boyong ke rumah baruku. Pak Akbar telah siap di depan rumah Annisa untuk menjemputku.

Mobil melaju meninggalkan rumah Annisa. Aku menoleh ke arah lantai dua, seseorang tengah menatapku. Sampai akhirnya rumah Annisa hilang dari pandangan.

Sepanjang perjalan kami berdua hanya diam. Pak Akbar diam dengan laptop di pangkuannya, sedangkan aku? Diam salah tingkah. Aku belum terbiasa berada di dekat pak Akbar. Jadi aku selalu merasa canggung.

Mobil masuk ke dalam pelataran rumah yang tak kalah megah dengan rumah Annisa. Tingkat dua, pagar besi, taman yang luas, ada dua orang satpam berada di pintu gerbang. Aku memndanginya dengan penuh kekaguman.

"Kamu suka?" tanya pak Akbar. Mobil berhenti dan kami pun turun dari mobil.

"Sangat suka, ini benar- benar seperti istana" jawabku penuh kekaguman. Pak Akbar tersenyum.

"Di dalam sudah ada asisten rumah tangga yang akan membantumu. Kalau begitu aku pergi dulu" kata pak Akbar. Dia masuk ke dalam mobil lagi dan pergi meinggalkanku.

Aku melangkah masuk ke dalam rumah. Seorang wanita setengah baya yang sepertinnya sedang menyapu langsung menghampiriku. Mengjakku ke kamar.

"Ini kamarmu nyonya" kata wanita itu

"Terima kasih bu" kataku. Wanita itupun pi untuk kembali bekerja

Aku menatap isi kamar ini. Luas, dengan ranjang yang besar. Aku membuka lemari pakaian, ternyata semua pakaianku sudah tertata rapi di sana.

Aku teringat, bahwa ini adalah hari minggu. Itu artinya, pak Akbar akan pulang ke rumah ini. Aku harus mempersiapkan diri.

# bersambung

selirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang