Mata Puja terbuka perlahan, cahaya lampu tidur membuat pupilnya menyesuaikan. Ia pun terbangun sembari memegang selimut yang menutupinya. Malu. Sejenak bayangan tadi malam memenuhi pikirannya, membuatnya tersenyum kecil. "Finally, I am yours, Sadewa Wisnu Arya Bima.'
Bayangan di sampung kiri tempat tidur menyadarkan Puja. Bayangan itu tampak terbangun dari sujudnya. Senyum Puja semakin mengembang, melihat suaminya mengadu pada Sang Pencipta. Tak ada keindahan dalam sebuah rumah tangga selain sama-sama bahagia dan mengejar surga-Nya. Dengan selimut yang menutupi tubuhnya, Puja beranjak dari tempat tidur dengan berjalan sedikit tertatih karena merasakan nyeri. Ia pun membersihakan diri dan menyusul suaminya untuk mengadu pada-Nya.
"Ya Rabb, jaga keluarga kami untuk selalu berjalan dalam naungan ridho-Mu. Ya Rahman tak ada kasih seindah kasih-Mu, namun izinkan kami untuk berbagi kasih. Jatuh cintakan kami berkali-kali dan karuniakan kami titipan-Mu yang mampu menjadi pembuka salah satu jalan surga-Mu," doa Dewa yang menutup tahajudnya malam ini. Sedangkan Puja masih menyelesaikan sholatnya.
.
.
.
"Kakak ... bisa diam gak, jangan ganggu Puja terus. Gak selesai-selesai masakanya nih," Dewa masih menggoda istrinya yang tengah memasah dengan terus memeluknya dari belakang dan memainkan rambut istrinya.
"Siapa yang suruh masak, Kakak kan tadi suruh pesen aja," Dewa membela diri.
"Sayur dan lauk masih banyak dikulkas, ntar basi kan sayang mubazir," Puja beralasan.
"Kalo gitu, bulan depan kita pakai ART aja ya," Dewa masih membujuk perihal yang satu ini yang sampai sekarang masih belum berhasil.
"Iya nanti, Bi Nah yang di rumah Bunda suruh di sini dulu sementara aku KKN," Puja menang telak.
Dewa mengerutkan keningnya, "Apa? KKN?"
"Iya KKN alias Kuliah Kerja Nyata, bulan depan selama empat puluh hari Puja ada KKN, jadi sementara waktu kerjaan rumah biar Bi Nah aja yang urus, biar kakak gak kecapean," ujar Puja menjelaskan.
"Kok baru bilang sih?"
"Lha, kan Puja udah bilang dari seminggu kemarin. Kakak lupa ya?" Puja mencolek hidung suaminya yang masih bergelayut di pundaknya.
"Hmhmhm... main-main nih." Dewa menciumi pipi Puja dengan gemas hingga Puja kegelian.
"Ka... "
"Hmm apa?" Dewa masih menggoda istrinya.
Puja mengangkat ayam goreng dan meniriskannya. Sebelum membalikan badan ia mematikan kompor hinga terdengar bunyi ceklek. Kini mereka saling berhadapan dengan tangan Dewa memeluk pingga istrinya itu.
"Pokoknya selama 40 hari nanti, kakak gak boleh banyak begadang, gak boleh keluar-keluar gak jelas bareng Kak Arjun dan Abyasa, dan harus telpon Puja tiap hari," sekarang Puja malah menjadi protektif seperti Dewa dulu padanya. Mungkinkah ini efek perasaan cinta yang baru-baru ini dirasakannya. Bawaannya pengen dimanja, diperhatiin, dan everything in his mind is always thinking about Puja.
"Yang pertama dan kedua gak janji ..." kata Dewa "... tapi kalo yang terakhir jangankan telponin, nengokin tiap hari juga mau," Dewa menatap manik mata Puja dan menyatukan kedua kening mereka.
"Lha kenapa?"
"Masa kamu di sana rame-rame, haha hihi bareng temen, trus kakak di sini sendirian. Gak ada yang meluk dan bisa dipeluk, gak ada yang nyiapin baju, gak ada yang yang yang .... membuat malam menjadi lebih panjang, " Dewa menggoda.
"Kakak..." sadar dirinya sedang digoda suaminya, pipi Puja bersemu merah. "Bukannya ngelarang kaka ketemu sama Kak Arjun atau Abyasa, tapi Puja khawatir kalau ..."
Belum juga kalimat Puja selesai, Dewa menyambung "Khawatir ke kelab malam, minum, main perempuan? Enggak lah sayang, buat apa mencicipi manis neraka yang semu, jika surga didepan mata lebih manis," wajah keduanya semakin mendekat dan bibir mereka menyatu. Napas keduanya memburu, Puja mengeratkan tangannya dileher suaminya dan keduanya mengulangi cerita semalam hingga lupa perut mereka yang minta diisi.
.
.
.
Kritik dan saran sangat diharapkan dari pembaca semua.
Vote dan komennya ya...
bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya di Wajahmu
SpiritualPernahkah kamu merasa tenang melihat wajah seseorang? Ia tak terlalu cantik. Tapi bagi Dewa selalu membuatnya damai saat melihat wajahnya. Entahlah... sekian banyak wanita yang pernah bersamanya, bahkan lebih cantik dari dia Dewa tak pernah merasa s...