24. Berubah

64 16 5
                                    


Aini baru saja pulang dari rumah tantenya. Risa, sepupunya sedang demam. Jadi, Umi meminta tolong Aini untuk membawakan beberapa makanan.

Tidak jauh dari sini, ada taman kota yang begitu asri. Aini memutuskan untuk kesana.

Perempuan itu memarkirkan motornya. Pandangannya menyapu beberapa pedagang yang ada disana. Ada siomay, minuman dingin, soto ayam, bakso, dan ice cream.

Ice cream sepertinya yang paling cocok untuk menemani cuaca terik siang ini. Setelah membeli, Aini memutuskan untuk duduk di bangku taman.

Memakan ice cream sambil sesekali memperhatikan beberapa anak-anak yang asik bermain diatas rumput buatan yang ada disana, beberapa remaja juga sedang berbincang disana.

Dari arah depan, tak jauh dari tempatnya duduk, Aini melihat seseorang yang tak asing lagi.

Laki-laki itu masih mengenakan helm fullface nya. Tapi, dari motornya, Aini seperti mengenalinya.

Begitu laki-laki itu melepaskan helmnya, barulah Aini sadar kalau laki-laki itu ternyata Vaden.

Sosok yang beberapa hari belakangan ini menghilang. Entah ada urusan apa. Tapi bersamaan dengan hilangnya kabar Vaden juga ikut membuat Aini khawatir.

Bagaimana tidak, laki-laki yang biasanya tidak pernah absen mengiriminya pesan bahkan menelponnya tiba-tiba hilang begitu saja. Tidak heran lagi jika Aini merasa ada yang hilang.

Aini memicingkan matanya. Memperhatikan perempuan yang baru saja ikut turun dari motor Vaden.

Perempuan itu mengenakan rok dibawah lutut yang dipadukan dengan hoodie hitam. Rambutnya tampak berantakan, terbukti dari Vaden yang sekarang membantu perempuan itu merapikan rambutnya.

Begitu perempuan itu berbalik. Barulah Aini mengenalinya. Dia adalah Natha.

Vaden dan Natha berjalan menuju taman yang sama. Tangan Natha selalu setia melingkar pada lengan Vaden.

Aini yang melihat itu buru-buru menghabiskan ice cream nya dan berniat pulang. Namun, terlambat. Vaden lebih dulu melihatnya.

"Aini ?" tanya Vaden. Ah, lebih tepatnya mungkin laki-laki itu bertanya mengapa Aini bisa ada disini.

"Hai, Vaden, Natha" Sapa Aini gugup.

Natha yang melihat kehadiran Aini pun sontak bersembunyi dibalik tubuh tegap Vaden.

Aini mengerutkan kening. "Ada apa ?"

Vaden menoleh kebelakang. Melihat Natha yang menyenderkan wajah ke punggungnya.

"Bukan urusan kamu." jawab Vaden ketus membuat Aini terkejut.

Apa yang baru saja menjawab itu Vaden ? Atau Aini salah orang ? Mengapa tidak seperti biasanya ?

"Natha baik-baik aja ?" tanya Aini sekali lagi.

"Bukan urusan kamu, Aini"

"Kamu baik-baik aja ?"

Pertanyaan itu sontak membuat Vaden terpaku. Kalimat yang sangat ingin Vaden dengar. Namun, laki-laki itu kembali mengontrol dirinya.

"Itu juga bukan urusan kamu." jawab Vaden dengan datar. Sangat datar membuatmu Aini betul-betul merasa asing dengan sosok yang ada di depannya.

Vaden berbalik kepada Natha. "Kita cari tempat lain, ya, Nath." katanya dengan lembut. Sangat berbeda saat berbicara dengan Aini.

"Sebenarnya ada apa ?" pikir Aini.

Vaden hendak melangkah, menggenggam tangan Natha dengan erat. Seolah jika Vaden melonggarkan genggamannya sedikit saja perempuan itu akan hilang.

Aini menyaksikan itu tepat di depannya. Dadanya terasa sesak. Apa salah jika Aini merasa sedih?.

BimbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang