Kini seperti biasa Shafa diantar sekolah bersama ayahnya. Jam telah menunjukan pukul 06.45 yang artinya 15 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup, sedangkan keadaan jalanan untuk menuju sekolahnya sedang macet.
"Shafa kayaknya kamu bakalan telat deh kalau tetep naik mobil". Ujar Rofik~ayahnya Shafa.
Shafa menoleh kearah ayahnya tersebut. Ia pun mengangguk singkat.
"Shafa turun sini deh yah, mudah-mudahan ojek didepan udah ada yang mangkal". Jawab Shafa.
Shafa segera menarik telapak tangan ayahnya lalu menciumnya. Setelah berpamitan shafa berlari dengan mengangkat sedikit roknya yang memperlihatkan celana laging hitamnya.
Tubuh Shafa sudah sedikit basah karena diguyur oleh keringatnya sendiri. Ia melirik jam tangannya, seketika matanya membulat karena 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi.
Baru saja ia ingin berlari lagi, ada yang memanggil namanya. Lantas ia menengok kesamping untuk melihat siapa yang memanggil dirinya.
"Shafa!". Panggil Revan sambil melepaskan helm full face nya. Yaps, orang itu adalah Revan.
"Eh? Bang Revan. Duh, maaf bang. Shafa mau cepet-cepet dikit lagi bel masuk bunyi". Jawab shafa dengan nafas sedikit terengah engah.
"Makanya itu gua panggil Lo, buruan gih naik. Daripada dihukum". Tawarnya. Shafa pun bingung antara memilih atau tidak.
Sampai akhirnya Shafa memutuskan untuk nebeng sama Revan.
"Emm... Iya deh bang, Shafa nebeng ya?". Revan pun menganggukan kepalanya.
Buru-buru Shafa menaikan sedikit rok nya agar tidak susah saat naik ke motor sport milik Revan. Setelah dirasanya pas,Shafa pun menegur Revan agar segera jalan.
"Udah bang. Ayok!!".
"Pegangan!".
Shafa pun memilih berpegangan pada tas ransel yang dipakai Revan. Setelahnya motor Revan melaju kencang menuju SMA Tunas Bangsa.
"Bang Shafa deluan ya! Makasih Tebengannya". Shafa langsung berlari menuju gerbang yang sedikit lagi akan ditutup, meninggalkan Revan yang sedang tersenyum geli melihat tingkah Shafa yang sedang kalang kabut.
--------------------------------
"Assalamualaikum". Salam Shafa saat memasuki kelasnya. Semua temannya pun menjawab salam Shafa.
Shafa segera duduk dan mengatur nafasnya.
"Ya Allah Shafa! Kok tumben telat banget?". Heboh Aqilla.
"Yailah Lo mah qil, kek gak tau Shafa aja. Biasanya kan dia juga telat trus". Timpal Anin.
"Iya sih... Tapi tumben telat nya sampe gerbang udah mau ditutup gini".
"Kamu kenapa Shafa? Kok tumben telat". Kini giliran April yang bertanya.
Shafa pun mendongak melihat sahabatnya satu persatu yang sedang mengerubutinya.
"Nggak kok, tadi macetnya parah banget. Yaa jadinya aku milih lari aja ke sekolahnya, dan untungnya ada bang Revan yang bantuin aku". Upss, Shafa keceplosan. Sudah dipastikan pasti teman temannya akan bersorak untuknya.
"WHAT?! SERIOUSLY?! Pantesan tadi gua minta anterin tuh anak gak mau, ternyata buat nganter cahabatkuh yang catu ini yaaa". Goda Anin.
"Eh? Enggak kok nin. Tadi kita gak sengaja ketemu, udah gitu doang". Jelas shafa agar sahabatnya tidak salah paham kepadanya.
"Wah! Anin dinomor tigakan oleh Abang Revan". Sorak Aqilla.
"Hah? Terus yang pertamanya siapa qila?". Tanya April dengan wajah polosnya itu.