Chapter 38||TDIMCB||

11K 356 42
                                    

Sorry ya gais yang udh lama nungguin cerita ini heheh mungkin udah ada yang hapus cerita aku dari perpustakaan ataupun reading list kalian. Tapi aku yakin pasti masih ada satu atau dua orang yang setia nungguin kelanjutan cerita ini. Thank u gais buat kalian🥰😍😘😘🤗

****
Happy reading!!

****

"Apa aku boleh bergabung?"

Damn!! Suara familiar terdengar oleh Stacy dan Sean yang tak lain adalah suara Alex. Lantas itu membuat mereka berdua menatap Alex dengan pandangan berbeda. Stacy dengan tatapan jengahnya, sementara Sean dengan pandangan sinisnya.

"Alex.. kau ada disini?" Tanya Sean dingin.

"Ya. Seperti yang kau lihat, aku ada disini." Jawab Alex santai sembari menarik kursi lalu duduk. Matanya tak lepas memandang wajah anggun Stacy yang duduk tepat di depannya. Reflek, Sean menggenggam tangan Stacy yang ada di atas meja. Semakin mengeratkannya dan tak lupa tatapan tajam yang diberikannya ke arah Sean yang saat ini tengah mengamati wajah Stacy dengan seringaian. Sementara Stacy yang merasa terus diperhatikan oleh Alex, ia hanya mampu terdiam dan sejenak mengalihkan pandangannya ke Sean.

"Siapa yang menyuruhmu duduk?" Ujar Sean dengan tatapan menusuk.

"Tidak ada. Bukankah Ini adalah tempat umum?? Jadi aku bebas memilih kursi manapun yang ingin aku duduki." Balas Alex tak acuh. Menatap Sean sekilas kemudian beralih ke Stacy. Tersenyum miring dengan penuh arti yang berbeda.

"Tapi sayangnya kami tidak mengizinkanmu untuk duduk di kursi itu, Alex." Ucapnya sarkas. Sukses itu membuat Alex menatap Sean.

"Kami? Tapi sepertinya Eve tak keberatan jika aku duduk bersama kalian disini." Alex berkelit menantang Sean sambil tersenyum miring dan menjetikkan jarinya memanggil waiters. Tapi berbanding terbalik dengan Sean, tangannya tidak lagi menggenggam tangan Stacy tapi kini sudah mengepal keras hingga kukunya memutih. Ia benar-benar tidak kuasa lagi menahan emosinya. Lalu..

Brak!!
Semua orang terlonjak kaget ketika Sean berdiri lalu menggebrak meja dengan tangan kanannya begitu kasar. Terlebih waiters yang baru saja datang, kini seperti patung dengan tangan yang bergetar memegang daftar menu. Dan Stacy begitu terperangah saat melihat kilatan marah di mata Sean. Ia segera menoleh ke waiters lalu memberikannya isyarat untuk pergi. Waiters yang paham maksud Stacy pun akhirnya menganggukan kepalanya lalu mengundurkan diri.

Sean sedikit menundukkan kepalanya menatap tajam Alex yang saat ini masih duduk tenang, "Brengsek!! Sebenarnya mau apa kau disini?!!" Tekan Sean tanpa memedulikan tatapan para pengunjung restoran.

"Menemani kalian berdua. Grandpa telah menitipkan Eve padaku selama beberapa hari dan mungkin saja sewaktu-waktu kau memiliki niat jahat padanya. Jadi lebih baik aku mengawasi kalian berdua sebelum semuanya terjadi." Sahut Alex tenang, lantas itu membuat Sean menggertakkan giginya penuh emosi.

"Apa maksudmu, brengsek!! Niat jahat?! Kau pikir aku akan melakukan hal itu pada calon istriku sendiri?!!"

"Kecurigaan itu hal yang wajar, Sean. Well, dia hanya calon istrimu untuk sekarang. Karena di masa depan akulah yang akan menjadi suaminya. Dan jangan pernah kau membanggakan diri sebagai calon suami sementara." Jawab Alex angkuh.

Sean tersenyum remeh, "Kita lihat saja nanti, Alex. Siapa di antara kita berdua yang bisa memilikinya, aku atau kau!! Tapi aku sangat yakin jika takdir selalu berpihak denganku, sekalipun kau banyak-banyak berdoa akan aku pastikan khayalanmu itu hanya sekedar mimpi." Tantangnya pada Alex.

"Sombong sekali kau!!" Marah Alex, matanya menunjukkan tatapan mematikan. Suara keras Alex semakin mengundang perhatian banyak orang.

"Aku tidak akan mengatakan itu, jika bukan kau yang memulainya!!" Tekan Sean tak mau kalah. Stacy yang hanya terdiam melihat keributan mereka berdua, kini sudah ikut terbawa emosi. Terlebih ada beberapa orang yang tengah berbisik seperti membicarakan pertengkaran ini.

          

"Hentikan! Sean! Alex! Berhenti. Apa kalian tidak lihat disini banyak orang yang memperhatikan pertengkaran bodoh kalian seperti tontonan." Pekik Stacy benar-benar geram dengan tingkah dua pria bersaudara ini.

"Sean.. biarkan dia duduk disitu. Lagipula kita bisa menganggapnya tidak ada, kau tak perlu membesar-besarkan masalah kecil seperti ini." Ucapnya memegang lengan Sean sambil menatap mata coklat itu, mencoba menenangkannya dengan tatapan sendu miliknya. Tentu saja Alex yang melihat tangan Stacy memegang lengan Sean begitu mesra, matanya bagai dibakar dengan api cemburu.

Stacy sekarang beralih menatap Alex penuh kebencian, "Dan kau, Alex!! Jangan pernah berharap, jika aku mau menjadi istrimu. Karena sampai kapanpun aku akan tetap membencimu!! Apa kau pikir memaafkanmu itu semudah membalikkan telapak tangan hah?!! Tidak, brengsek! Perlakuan bajinganmu dulu itu masih sangat berbekas di ingatanku bahkan hanya untuk memaafkanmu saja, aku sangat tidak sudi!! Ingat itu." Tekannya dengan mata yang mulai berkaca-kaca menahan tangisnya agar tidak pecah.

Deg. Sontak itu membuat dada Alex terasa sangat sesak. Ia memandang wajah Stacy penuh penyesalan. Kenapa Stacy sangat membencinya seakan-akan kesalahan yang telah dibuatnya adalah kesalahan fatal?? Bukankah Stacy mencintai dirinya?? Lalu kenapa semudah itu Stacy melupakan semua rasa cinta untuknya?

'aku sangat mencintaimu, sayang. Kenapa kau mengatakan itu padaku? Kenapa? Apa kau tidak bisa memaafkanku dan memulai kehidupan dari awal? Apa kau tidak bisa melihat betapa sakitnya aku saat kau berkata sangat membenciku?' batin Alex menatap Stacy begitu dalam. Seolah memasuki raga wanita itu agar bisa mendengar isi hatinya.

"Eve, kita pulang. Aku tidak mau membuat keributan hanya karena pria brengsek ini." Ujar Sean meraih kasar ponsel yang diletakkannya di meja lalu menarik tangan Stacy. Sean benar-benar sangat marah andai saja ini bukan tempat keramaian sudah pasti Alex akan mati ditangannya. Rasanya sangat tidak sudi menghirup udara yang sama dengan pria brengsek itu. Stacy mengikuti setiap langkah Sean yang terus menarik tangannya dan sekilas melirik Alex yang masih terdiam di posisinya sebelum menjauh meninggalkannya.

Alex bergeming dengan pandangan kosong saat melihat Stacy dan Sean yang sudah menjauh pergi dari restoran. Kata-kata wanita itu membuat hatinya seperti di tusuk pisau. Sungguh menyakitkan. Haruskah ia merelakan Stacy bersama Sean? Haruskah cinta yang mulai tumbuh ini di pendam sedalam-dalamnya? Kuatkah dirinya hidup tanpa Stacy di sisinya? Wanita itu benar, sebuah kesalahan sampai kapanpun tidak akan mudah dimaafkan begitu saja. Dan Mungkin ini saatnya untuk membalas semua kesalahan yang telah dilakukannya dulu.

'aku akan melepasmu, Everlyn Relinne Smith. Aku akan membiarkanmu mendapatkan cinta yang sesungguhnya dari Sean. Maafkan aku.' batin Alex dengan mata yang terpejam.

****
Istana Zarzuela, Spanyol. 18:34 P.M

        Stacy yang termenung duduk di sofa menghadap langit malam yang diterangi bulan lewat balkon kamarnya. Kejadian di restoran memutar di kepalanya. Ia merasa bersalah telah menyakiti Alex dengan kata-katanya. Terlebih tatapan berbeda yang ia dapati di wajah Alex membuat dirinya semakin merasa bersalah. Apa harus dirinya meminta maaf pada Alex? Sungguh. Stacy tidak mau memohon-mohon hanya untuk meminta maaf padanya. Nyatanya pria brengsek itu memang salah, Alex pantas merasakan bagaimana sakitnya diperlakukan seperti itu. Lalu...

Ting!!
Dentingan ponsel milik Stacy berbunyi, lantas itu membuat Stacy mengalihkan pandangannya ke sebuah ponsel tipis yang berada tepat di sampingnya. kemudian Ia menyalakan ponselnya dan memperlihatkan sebuah pesan masuk dari Sean.

Sean : Sayang, besok malam aku akan menghadiri pesta topeng. Apa kau mau menemaniku??

Stacy : Pesta topeng? Baiklah.. aku akan ikut untuk menemanimu.

This DEVIL Is my CRAZY BOSS [PSICOPATHY] Where stories live. Discover now