46. Back Home

Mulai dari awal
                                    

    Echa terdiam, menatap Raga yang tertawa sambil menatapnya hangat. Menyadari dirinya mulai berubah aneh lagi, Echa tak acuh. Dia beranjak dari duduknya dan mengambil seperangkat alat kompres.

    Echa duduk lagi di tepi kasur. Dia menatap manik mata Raga, gadis itu sedang mencari sesuatu di mata yang selalu mendatangkan dejavu. Saat Raga balas menatapnya, Echa seakan terseret masuk ke dalam pusaran rasa yang tak bisa dia lihat atau dia raba.

    Perlahan, tangan kanannya terangkat untuk menyingkirkan beberapa helai rambut yang jatuh di dahi Raga, sedangkan matanya terus menatap Raga. Echa ingin memastikan sesuatu, sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang terasa mendebarkan dan menyenangkan dalam satu waktu. Apa itu? Sejak kapan ada?

    Memutus kontak mata, Echa berdehem pelan. Tangan mungilnya berganti memeras waslap dan menempelkannya di dahi Raga. "Raga habis ngapain sih sampai sakit begini?"

    Raga menggeleng pelan. "Nggak tahu, mungkin karena kemarin gue nggak tidur terus kecapekan."

     Echa mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. Setelah selesai memberi waslap di ketek dan leher Raga, dia mengambil semangkuk bubur di atas nakas hendak menyuapi Raga. "Raga masih marahan sama mama Natasha, ya? Makanya nggak mau dianter pulang."

     Raga membuka mulutnya saat Echa menyodorkan sesendok bubur. Saat bubur di mulutnya tertelan, Raga menjawab, "Sok tahu. Gue malah nggak mau ke rumah dulu karena takut dia khawatir."

    Echa mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu, saat otaknya menggambarkan suatu opini tak terduga, gadis itu bersorak kegirangan. "Akhirnya! Mama Natasha baikan juga sama anaknya!"

    Echa meringis lebar. "Bahkan Echa belum ngapa-ngapain." Gadis itu mengangkat bahu dan kembali menyendok bubur di mangkok.

    Raga mengangkat alisnya tinggi. "Ngapa-ngapain apa maksud lo?"

    Echa nyengir. Dia keceplosan! Tak ingin menjawab pertanyaan satu itu, Echa menyodorkan sesendok bubur di depan mulut Raga, tapi sayangnya lelaki itu bungkam dan menatap Echa tajam.

    "Ngapa-ngapain apa?"

    "Ak, dulu."

    "Jawab dulu."

    "Ak, ih Raga!"

    "Jawab."

    Echa mendengus kesal. "Echa pernah pengen bantu bujuk Raga."

    Tangan Raga terangkat untuk menjitak jidat Echa. "Sok-sokan doang lo. Nyatanya tanpa dibujuk bisa, 'kan?"

    Echa mengusap jidatnya yang sakit. "Iya, bisa!" ketusnya.

    Raga terkekeh geli. "Ayo, suapin lagi."

    Echa menggembungkan pipinya. "Katanya nggak mau."

    "Mauuuu."

    "Tadi bilang enggak!"

    "Sekarang gue mau!"

    Dengan kesal Echa menjejalkan sesendok bubur ke mulut Raga. Alhasil, bubur itu membuat mulut Raga belepotan. Echa tertawa penuh kemenangan dan ingin berlari keluar kamar. Namun naas, tangannya sudah lebih dulu di tarik Raga. Gadis itu terperanjat sampai tidak sadar jika tertarik ke atas kasur.

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang