63. Jarak

410 36 4
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Jarak kadang harus diciptakan untuk tahu seberapa nyata perasaan yang ada. Lalu nanti, akan datang rasa rindu yang menyampaikan maksud hati bersama sang waktu."

🌸🌸🌸

    Sinar matahari menembus jendela membuat silau pandangan. Echa sampai meletakkan kepala di atas meja dan menutupi wajahnya dengan buku karena silau.

    "Baik, Anak-anak. Sekian materi untuk hari ini. Jangan lupa kerjakan PR-nya, ya. Selamat siang semua...."

    "Siang, Bu...."

    "Langsung pulang, jangan nokrong-nokrong."

    "Siap, Bu...."

     Echa menegakkan badannya, menghela napas lega saat melihat Bu Tika sudah tidak ada di depan kelas. Kemudian, dia memasukkan semua buku yang ada di atas meja ke dalam tas dengan tergesa. Dia harus cepat pulang. Jika tidak, Raga pasti akan menerornya.

    "Cha."

    Echa mendongak, menatap Maora yang belum beranjak dari tempat duduknya, tidak seperti anak kelas yang sudah berhamburan keluar kelas. "Apa?" tanyanya.

     "Lo kenapa sih sama Raga?" tanya Maora heran. Sebab, tadi di kantin Echa menghindari Raga secara terang-terangan. Tidak mau duduk semeja, tidak mau dipesankan makanan, bahkan menolak mentah-mentah saat Raga akan mengantarnya ke kelas.

     Gerakan memasukkan buku yang Echa lakukan terhenti. Gadis itu menelan ludah kasar. "Eng..., nggak apa-apa." Setelah mengatakan itu dengan ragu, Echa merogoh laci meja dan mengambil tempat pensil dari dalam sana.

     Maora menghembuskan napas kasar. "Lo tahu Jiwa sama Nathalie pacaran cuma terpaksa?" tanya Maora dengan mengecilkan suaranya.

     Echa mendongak, menatap Maora tajam. "Maora tahu hal itu?"

    Maora meringis ngilu. "So-sorry. Gue baru aja tahu dari Kyana kemarin."

     Echa mengalihkan perhatiannya pada Kyana yang sedang memasukkan buku-buku miliknya ke dalam tas, gadis itu menyumpal telinganya dengan earphone. Tahu Kyana hanya pura-pura tidak mendengarnya, Echa menarik earphone yang Kyana pakai. "Kamu kok gitu, sih?"

    Kyana mengangkat alis tinggi. "Gitu gimana?"

    "Kamu kenapa nggak ngasih tahu Echa soal Jiwa?" tanya Echa dengan kilat amarah.

    Kyana menghela napas pelan. "Waktu Jum'at Sehat, gue sebenernya mau ngasih tahu lo, Cha. Tapi, lo terlalu yakin mereka beneran pacaran, gue nggak mau bikin lo marah sama gue karena ngira gue ngarang cerita."

   Echa berdiri dari duduknya. "Ya nggak mungkin gitulah. Harusnya kamu bilang, Kyan."

    Kyana menunduk. "Maaf, Cha."

    Echa menghembuskan napas kasar. "Maaf diterima. Asalkan sekarang, kamu jelasin ke Echa apa yang kamu tahu soal mereka dan bantu Echa buat ngasih pelajaran ke Raga."

    Kyana memainkan jemarinya. "Hari kamis, sepulang dari ekskul, gue nggak sengaja denger Jiwa mutusin Nathalie. Waktu itu, gue lagi ke toilet, dan ya..., bisa ditebak 'kan, gue mergokin Nathalie mohon-mohon ke Jiwa."

    "Yang gue denger saat itu cuma dua hal, Jiwa bilang putus dan Jiwa bilang kalau sejak awal hubungan mereka nggak bener. Jiwa terpaksa dan Nathalie dipaksa," Kyana menjeda kalimatnya, "Nathalie dipaksa sama dirinya sendiri yang suka sama Jiwa. Makanya, waktu Raga nawarin bantuan, Nathalie langsung setuju walau dia tahu Jiwa suka sama lo dan status pacaran mereka nanti nggak akan kayak pacaran pada umumnya. You know pura-pura?"

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang