Pernah suka sama seseorang tapi gengsi? Ya, Taufan juga begitu. Cowok dengan sifat ngeselin abis dan irit bicara serta sifat gengsinya yang sudah mendarah daging itu tak tahu bagaimana caranya menyatakan cinta.
Bintang juga begitu, mulutnya tak pern...
༻Hidup itu pilihan, dan semoga lo berada di pilihan yang tepat.༺
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bintang duduk manis di sebelah Rayan, ia mengisap minuman dinginnya dengan rakus. Cuaca panas terik seperti ini memang pas untuk minum ice lemon tea! Selain segar harganya lumayan murah dan dapet banyak.
"Habis ini kita ngapain?" tanya Anjani yang duduk di hadapan Bintang. Ngomong-ngomong cowok berjambul yang duduk di samping Anjani tadi namanya Aksa, dia memiliki selera humor yang mirip dengan Bintang.
"Pengumpulan data ekstrakurikuller yang diikuti murid," tutur Rayan sambil menyelupkan kentang goreng ke dalam saos.
"Kalian mau ikut apa?" tanya Bintang. "Gue ikut sepak bola kali, 'ya." Aksa menjawab.
"Kayaknya gue teater deh, liat aja dulu," timpal Anjani lalu menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.
"Kalo lo?" Rayan yang sedari tadi terdiam karena fokus terhadap makanan ikut menyahut.
"Nggak tau, hehe."
Bintang membulatkan mata sambil mengangkat tangannya, suara bel yang persis di dekat kantin itu membuat Bintang kaget bukan main. Mana dilihatin lagi, malu abiss. Aksa sudah terpingkal-pingkal dengan ekspresi terkejut Bintang. Gadis itu memukul bahu Aksa.
"Sekali lagi lo ketawa, abis lo!" ancam Bintang menatap sinis Aksa.
Mereka bangkit dan bergegas kembali ke kelas.
»»---------------------►
Keadaan kelas sudah diam, pengurus osis sedang berdiri di depan papan tulis, mereka membawa tumpukan kertas yang akan dibagikan kepada setiap murid.
"Diisi ya," ucap Taufan singkat. Beberapa perempuan kembali heboh.
"Hidup itu pilihan, gue harap lo semua berada dipilihan yang tepat," timpal Taufan yang masih membagikan kertas itu.
"So sweet bat!"
"Suka deh!"
"Kak Taufan masih jomblo?"
"Minta nomor hape dong, Ka."
Celetukan-celetukan itu membuat suasana kelas semakin gaduh dan panas. Taufan hanya diam sebagai tanggapannya, sedangkan Tania malah senyam-senyum.
Tania menepuk tangan untuk menarik perhatian kelas. "Oke, semuanya udah dapet. Kalian isi sesuai minat bakat kalian ya, dicentang."
"Oke, Kak." Semua menjawab bersamaan.
Bintang mengeluarkan pulpen dari tempat pensilnya. Ia membaca keseluruhan dengan cermat. Pilihan yang disuguhkan sangat banyak membuat Bintang pusing bukan kepalang! Ia memilih asal ekstrakurikuller basket. Akhirnya.
"Bin, lo ikut apaan?" Rayan di sebelahnya bertanya penasaran.
"Ngasal gue, ikut basket."
"Lo tau kalo basket itu—"
Ucapan Rayan terpotong karena Taufan mulai berbicara. "Udah, 'kan? Sekarang kumpulin."
Gadis berambut kucir kuda itu memilih untuk menumpuknya belakangan. Para siswi berbondong-bondong ke depan, demi melihat Taufan juga sih. Sekarang sudah lumayan tenang, Bintang maju bersama Rayan.
"Beneran ikut basket kamu?" tanya Tania heran, matanya meneliti kertas formulir milik Bintang.
"Iya, Kak. Emangnya kenapa?" balas Bintang dengan wajah polos. Rayan masih setia berdiri, menunggu di sebelahnya.
"Nggak papa kok," Tania terkikik sambil menatap Taufan. Mereka berdua kembali duduk ke bangku masing-masing.
"Ekstrakurikullernya bakalan diumumin sama kakak kelas yang bertugas, 'ya." Semua mengangguk. Tania melirik sekilas jam dinding yang terletak di belakang.
"Sebentar lagi kalian pulang, kakak harap kalian bakalan betah sekolah di sini," perempuan berjas osis itu mengulum senyum manis.
"Ohh iya hampir aja lupa, besok bawa alat kebersihan 'ya." Bertepatan dengan itu bel berbunyi nyaring membuat suasana sedikit gaduh. Bintang memasukkan alat tulisnya dengan rapi.
»»---------------------►
Bintang menggendong tasnya, langkahnya berjalan riang sambil bersenandung lagu favoritnya. Keasyikan bersenandung ia tak sengaja tersandung tali sepatunya. Namun, ia tak merasakan benda keras melainkan sesuatu yang lembut dan aroma wangi yang menyeruak di indra penciumannya.
"Makanya kalo jalan liat-liat." Bintang mengadah menatap lawan bicaranya.
"Jalan 'kan pake kaki," balas Bintang dengan polos.
"Kata siapa jalan pake tangan."
"Ada, handstand." Jawaban itu membuat cowok di depannya gemas.
Taufan mencubit tangan Bintang keras. Gadis itu mengaduh kesakitan sambil mengusap tangannya.
Bintang memukul lengan Taufan. "Jahat banget sih." Taufan tersenyum simpul.
"Udah deh, Kak. Aku pulang dulu," tutur Bintang seraya melambaikan tangan kanannya, bibirnya tersenyum manis menampilkan deretan giginya yang rapi. Taufan hanya diam merasakan sensasi dadanya menghangat.
»»---------------------►
Bintang masih naik-turun tangga sambil membawa beberapa alat kebersihan seperti kemoceng, lap. Ia memasukkan kedua benda itu ke dalam tas biru miliknya.
Gadis itu melepas ikat rambutnya kemudian merebahkan dirinya di atas kasur empuk bercorak bunga matahari kesukaannya. Ngomong-ngomong kakak kelas tadi lucu juga 'yah? Dia punya mata tajam yang hampir saja membuat Bintang terlena. Hampir sih.
Gadis itu kembali bangkit, ia tak boleh mengada-ngada. Memilih untuk menyiapkan makan siang mengingat sebentar lagi pukul dua belas. Bintang menuruni tangga dengan lihai lalu, menyiapkan dua bungkus mie instan yang tersedia di dalam rak.
Bintang hanya tinggal dengan ibunya, tapi bukan berarti ia kesepian. Ibunya selalu pulang tepat waktu dan meluangkan waktunya untuk Bintang. Lagipula beliau bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.