Pertemuan Singkat

53 1 0
                                    

Semester ini begitu melelahkan, dosen tak tanggung-tanggung dalam memberikan tugas, "Jangan lupa tulis tangan dan discan lalu kirim dalam bentuk pdf ke Google Classroom. Dilarang plagiat ya, nilai tugas Saudara sangat memengaruhi nilai UAS". Mahu tidak mahu dan suka tidak suka, kami harus sami'na wa atho'na demi mendapat nilai A+.

Ini adalah semester 7, dan seperti biasa aku selalu serius. Meski setelah kejadian itu batinku berantakan, namun kuliah tetap harus berjalan. Aku memeperoleh beasiswa, dan ini adalah anugrah Allah yang menurutku harus kusyukuri dengan berikhtiar semampuku. Keadaan hati yang sedih mendalam setelah perkara itu membuatku lebih mendekatkan diri pada-Nya, lalu segala urusan perkuliahanku menjadi lancar, nilai UASku sempurna (4), dan aku dapat menabung uang saku beasiswaku untuk membeli sepeda motor walaupun bekas pakai.

Aku mulai menikmati sakit yang ada, berdamai dengan tangisan yang selalu kurasa selepas sholat 5 waktu, dan mencoba tersenyum di khalayak. Menjadi Azkya yang baru, pesonaku lebih memancar. Segalanya berjalan di luar kehendakku, dan aku mulai bersyukur tiba pada titik ini.

***

"Az, kemarin aku ketemu Hendra dan Ibunya", Nur tiba-tiba mengirimkan pesan WA padaku, lepas shubuh.

"Oh, ada apa, Nur? Di mana?"

"Di depan toserba Sambi. Dia membawa kronjot hijau terisi penuh barang sembako, Ibunya naik di atasnya, Az. Aku malah ngeri."

"Oh, sepertinya Ibu sudah mulai buka warung lagi, Nur. Kondisi Mas Hendra sudah pulih ya? Dia sehat kan?" tanyaku ragu. Tapi, aku sungguh masih peduli.

"Tidak sehat bagaimana, lelaki kekar begitu mana ada sakit-sakitan, Az. Sudahlah, dia sangat baik-baik saja, tenanglah", tulis Nur dari seberang. Ia paham betul tentang perasaanku, dan aku sudah membayangkan bagaimana ia jika harus mengucapkan kalimat yang ia tulus secara langsung.

"Terimakasih, Nur. Kamu memang the best" tutupku. Dekat dengan kedua ibu jari, dada ini begitu sesak. Syukurlah ~ gumamku dalam hati.

Nur adalah teman sebangkuku di SMA, seperti teman sebangku kebanyakan ia telah mengetahui segala bentuk pengalamanku tak terkecuali soal percintaan. Terlebih, Mas Hendra dulu mendekatiku dibantu oleh Nur sendiri. Sehingga Nur paham betul dengan apa yang ia sampaikan tadi, dan ia pun paham betul bagaimana responku atas pesan tadi.

Tapi sudahlah! Lebih baik kembali bergelut dengan tumpukan kertas folio yang berserak di lantai. Tunggu, sepertinya aku akan rebahan barang semenit lima menit.

Kutatap langit-langit rumah, kuletakkan smatrphoneku di atas dada, pun tanganku. Aku belum tidur dari kemarin, sungguh.


***

Bukankah ini sudah berlalu cukup lama dan bukankah ini hanya menyisakan sedikit nyawa?
Ia telah sembuh, lalu bagaimana denganku?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 23, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Izinkan Dia KembaliWhere stories live. Discover now