[20] Target Utama

1.4K 290 12
                                    

"Satu-satunya cara buat nyelamatin Mario adalah dengan mengorbankan jiwa lain."

Ketujuh orang itu refleks menengok pada seseorang yang tiba-tiba berucap demikian.

"Maksud lo apa?"

"Kalian lagi cari cara buat nyelamatin Mario dari komanya, 'kan? Ya itu, udah gue kasih tau caranya."

Danu menatap dia dengan pandangan yang sulit diartikan. Namun, rupanya dia menyadari dan memahami maksud tatapan tersebut.

Dengan itu, ia malah kembali berujar santai, "Sorry, Danu, bukan ini maksudnya. Dulu gue cuma cerita tentang apa yang dialami temen-temen gue, sama sekali nggak ada maksud lain, tapi gue nggak nyangka kalau lo sampe memanfaatkan itu buat ajang balas dendam lo sekarang."

Sebagian orang di sana terkejut mendengarnya dan sebagiannya lagi seperti sudah menduga sebelumnya.

"Balas dendam?"

"Mungkin kalian bisa tanyain langsung sama orang yang bersangkutan. Gue cuma mau nyampein itu kok," katanya, lalu segera berbalik dan pergi.

"Tunggu dulu!"

Dia kemudian berhenti dan kembali menghadap mereka dengan wajah santainya.

"Tolong jelasin semuanya ke kita."

"Gue 'kan udah bilang, tanyain aja langsung sama Danu," sahutnya. "Udah ya, gue mau balik."

Kali ini tidak ada yang menahannya lagi, dia sudah menghilang di balik koridor. Murid-murid lain juga sudah jarang yang berlalu lalang, sekolah mulai sepi mengingat hari sudah hampir sore.

"Jadi?" Bobby membuka suara. "Bisa lo jelasin semuanya, Danu Sagara?"

Merasa menjadi pusat perhatian para sahabatnya, Danu akhirnya mendengus. Kenapa semuanya jadi berantakan seperti ini?

"Fine! Gue ngaku sekarang," katanya memulai cerita. "ToD kita minggu lalu, gue sengaja ngasih Aksara dare kayak gitu biar gue bisa balas dendam sama dia."

"Lo gila?!"

"Kalian semua selalu nyebut gue gila tanpa tau kalau perbuatan Aksa di masa lalu itu lebih gila!" Napas Danu memburu. Ia melayangkan tatapan nyalang pada mereka semua, terutama Aksara. "Lo semua tau 'kan kalau gue pernah satu SMP sama dia?" lanjutnya.

"Sekolah kita bisa dibilang sangat angker. Tapi, dengan gilanya dia ngajak gue sama yang lain buat main jailangkung." Aksara hanya dapat terdiam tatkala Danu terus menatapnya intens disela lelaki itu berbicara. "Karena permainan bodoh itu, salah satunya harus jadi korban. Dia adalah Hana, dibawa sosok yang kita panggil buat pergi ke alamnya. Hana itu sahabat gue dari kecil, kita udah deket bahkan sebelum kenal yang lain. Jelas gue nggak terima dengan alasan kematian Hana gitu aja. Karena itu juga, gue cuma mau Aksara ngalamin kejadian yang sama."

"Mati karena dibawa makhluk lain maksud lo?"

"Iya," tegas Danu.

"Dengan manfaatin mitos tentang cermin di toilet cowok lantai tiga?"

Sekali lagi Danu membenarkan.

"Bentar, gue masih nggak ngerti soal mitos itu."

Baru saja Danu hendak menjawab, tetapi Aksara lebih dulu menyela. "Biar gue aja." Aksara menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, mempersiapkan diri sebelum menjelaskan. "Mitos yang jarang diketahui itu beneran nyata. Cermin di toilet cowok lantai tiga ... ada penunggunya."

"Cermin itu bekerja setiap jam 11 sampai jam 12 malam. Siapa pun yang natap cermin itu sendirian lebih dari 10 menit dengan pandangan kosong, sosok di dalam sana akan mengambil alih pikiran mereka. Bisa dibilang, cermin itu sebenernya punya satu maksud baik dengan memberi tau sebuah rahasia besar yang disembunyikan orang lain dari mereka.

"Tapi, setelah berhasil ngasih mereka fakta, jiwa mereka bakal dia kendaliin dan mereka bakal ngebunuh orang yang bersangkutan sama rahasia tersebut di bawah kendali sosok itu. Bukan cuma sekedar ngebunuh biasa, tapi arwahnya nanti akan dia bawa masuk ke dalam cermin. Tak cukup sampai di situ, jiwa mereka yang udah ngebunuh seseorang juga sama akan diambilnya.

"Kalau mereka gagalㅡkayak gue sekarang iniㅡsosok itu bakal terus neror mereka selama tujuh hari berturut-turut, sampai mereka nggak tahan dan akhirnya balik lagi ke cermin buat ngelakuin ulang. Kalau berhasil melalui teror itu, berarti mereka selamat. Ya, cuma itu setau gue." Aksara menyelesaikan penjelasannya. "Oh, ya, satu lagi. Siapa pun yang berani pecahin cermin itu, dia bakal terkena sial seumur hidup."

Mereka semua masih terdiam sembari berusaha mencerna ucapan panjang lebar Aksara. Sekian menit, akhirnya satu per satu dari mereka mengangguk paham.

"Terus, sekarang kita harus gimana?"

"Kalau kalian emang mau Mario selamat, biar gue yang gantiin dia, karena gimana pun juga, gue yang jadi target utama, bukan dia," ucap Aksara final.

***

| Danu bodoh
| Jangan biarin kejadian yang sama terulang buat kedua kalinya
| Lo bakal nyesel nanti
| Percaya sama gue
| Cegah Aksa gimanapun caranya

Danu memandang layar ponselnya yang menampilkan deretan pesan dari nomor tak dikenal tersebut. Awalnya ia tidak ingin peduli, tapi lagi-lagi, pesan muncul kembali.

| Lo kira kalau Aksa mati, Hana bakal hidup lagi?
| Nggak ada gunanya banget tau nggak??
| Gue cuma nggak mau lo nyesel, terus berakhir depresi dan malah bunuh diri

"Siapa sih buset?"

| Tolong sadar
| Aksa juga masih temen lo
| Gue yakin lo masih punya hati
| Tega lo sama temen sendiri?
| Jangan egois, Danu
| Gue mohon banget sama lo
| Susul Aksara, sekarang juga.

Apa Aksara benar-benar nekat?

DEATH GAME ; Mirror Myth (00 LINE) Where stories live. Discover now