Hari ini. Hari yang sangat menegangkan bagi seluruh siswa. Hari dimana nilai rapot semua siswa dibagikan secara langsung kepada wali murid.
Oca memarkirkan motornya. Menurunkan sang bunda dan Naufal di parkiran sekolah. Wajah gadis itu terlihat cerah pagi ini.
"Kelas kamu dimana, Kak? Masih sama kayak dulu?" Tanya sang bunda.
Oca mengangguk sembari memberikan kunci motor. "Iya, Bun."
Rok seragam pramuka Oca ditarik-tarik oleh Naufal, sang adik. "Kak Ca, bukain kinderjuy Nopal dong, ini."
Gadis itu mengerutkan batang hidungnya sebal. Lalu mengambil dan membukakan kinderjuy yang adiknya berikan.
Keempat temannya menghampiri Oca dan sang bunda. Gadis itu menyambut mereka dengan guyonan yang membuat suara berisik di parkiran. Bundanya saja malu sendiri dibuatnya. "Kak, Bunda ke dalam ya."
"Kok cepet banget, Bun?"
"Malu Bunda sama kelakuan kamu, berisik." Sahutnya kemudian melenggang masuk ke dalam sekolah sambil menggandeng sang anak bungsu.
Dewa dan yang lainnya tertawa melihat temannya sudah cemberut karena ucapan sang bunda.
"Oi kelapangan yuk, nonton futsal kelas dua belas." Ajakan Pandu nyatanya diangguki oleh mereka tanpa bertanya lagi.
Di perjalanan menuju lapangan. Oca masih sama seperti pagi hari-hari biasanya. Mengucapkan selamat pagi, mengingatkan untuk jangan lupa sarapan dan memberi energi positif kepada orang yang ia ajak bicara.
Sebenarnya, sekolah melarang muridnya bermain bola di pagi hari. Hanya saja hari ini hari Sabtu dan pengambilan rapot. Mereka menganggap hari ini adalah hari free class.
Sorakan demi sorakan banyak terlontar untuk para pemain futsal. Oca juga tak mau kalah ia meneriaki Satya yang juga turun ke lapangan untuk menjadi kiper.
"Kak Satya! Nggak apa-apa kakak nggak ikut rebutan bola. Soalnya malaikat nggak cocok rebutan cocoknya diperebutkan."
"Buset, itu suara manusia? Cempreng amat."
"Lebay."
Oca tak menggubris ucapan mereka semua. Jika mereka ingin tertawa karena ucapannya ia akan mempersilakan. Jika tidak ya tidak ada rugi juga pada Oca.
"Kak Satya cakep banget cium aja apa ya," Gumaman gadis itu sontak membuat Chika mendorong kepala bagian sampingnya.
Pandu ikut berucap, "Biarin aja Chik, muka tembok emang dia."
"Kalo tim Kak Satya kalah, gue bakal joget tingting." Ucapnya begitu lantang.
"Halah, Oca tukang tipu. Jangan percaya."
Gadis itu menoleh ke samping, mencari seseorang yang berteriak mengenai dirinya. "Sirik aja kecambah."
Sorakan penyemangat semakin ricuh di lemparkan oleh semua penonton untuk tim lawan Satya membuat Oca kesal dibuatnya.
Permainan semakin menuju ke akhir pertandingan. Oca sudah lemas, terduduk asal di pinggir lapangan setelah tahu poin tim Satya berbeda lima di bawah poin tim lawan.
Semua temannya meledek gadis itu. Tapi bukan Oca namanya jika tidak ceria. Gadis itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati bibir lapangan. Meneriaki para pemain dengan seribu guyonannya.
Tiba-tiba pundaknya di tarik oleh seseorang membuat Oca hampir terjengkang jika saja tak bisa menyeimbangi.
"Loh Bunda ke sini? Rapotnya udah diam--"
KAMU SEDANG MEMBACA
72 Days Cenayang. (completed) ✔
Teen FictionSetiap ucapan Arfando selalu ditepati, bukan maksud berjanji. Seperti layaknya cenayang, teman-temannya pun selalu enggan berbicara padanya sebab takut akan kalimat pemuda itu. Terkecuali Ocaysta yang malah meminta untuk di ramal bagaimana nilai rap...