The Door

11 2 0
                                    

Sebuah kapak melesat dan membelah tangan monster itu, Luna bangkit dan menjauh dari monster itu.

"Ikuti aku! Cepat!" pinta Alexander.

Selagi monster itu menjerit meratapi tangannya yang terbelah, ketiganya melarikan diri secepat mungkin. Alexander menyadari jika kaki kanan Luna mengalami cedera.

Alexander melambatkan dirinya dan berlari di samping Luna. "Berikan aku jarum."

Luna tidak mengucapkan apa-apa dan menyerahkan jarum yang ia sembunyikan di lengan bajunya. Alexander kemudian meminta untuk berhenti sejenak dan menusuk kaki Luna yang tengah cedera dengan jarum. Darah mengalir deras dari lubang kecil yang diciptakan oleh Alexander.

'Kupikir dia akan membunuhku.' batin Luna, ia menggerak-gerakkan kakinya yang cedera dan rasa nyeri yang ia rasakan sebelumnya telah mereda.

Alexander kembali memimpin ketiganya ke ladang yang terbuka, hal itu membuat Hana dan Luna berpikir jika ia berniat untuk bunuh diri bersama. Namun, Hana dan Luna menyadari jika Alexander tengah mencari sesuatu.

"Apa yang kau cari?" tanya Hana, ia cemas jika monster aneh itu akan kembali melacak mereka.

"Pintu," jawab Alexander singkat.

Beberapa saat kemudian Alexander menemukan pintu yang dicarinya kemudian mencoba membukanya. Alexander memutar knob pintu tapi pintu tidak berhasil terbuka, ia menyimpulkan jika pintu itu terkunci.

Alexander menggunakan cara lain untuk membuka pintu itu dengan menginjaknya dengan paksa. Tetap saja pintu itu tidak terbuka dan bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan.

"Gunakan ini." Luna memberikan pipa besinya kepada Alexander selagi memperhatikan sekitar.

Alexander menggunakan pipa yang diberikan kepadanya dan menghantam pintu di tanah berkali-kali. Namun, Alexander tetap melihat hasil yang sama yaitu kegagalan.

"Bagaimana dengan Lock Picking?" tanya Hana.

Alexander menggeleng. "Aku sudah mencobanya dan itu tidak berguna. Menurutku makhluk aneh itu memiliki kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu ini."

Alexander tiba-tiba saja memikirkan hal itu seolah ada perintah yang dimasukkan ke dalam pikirannya.

"Jadi maksudmu kita harus membunuh monster aneh itu?" tanya Luna.

"Ya, lagipula aku tidak ingin terus terjebak di tempat aneh ini," jawab Alexander.

"Kalau begitu tidak ada pilihan lain." Hana memutar kepalanya. "Let's kill that monster."

Luna memutar matanya, ia tidak yakin dapat melakukan banyak hal untuk membantu Alexander dan Hana menghadapi monster itu.

Sebagai ahli dalam racun dan pembunuhan jarak jauh, pertarungan jarak dekat menjadi hal yang sangat Luna hindari. Luna memang masih mampu untuk melakukan pertarungan jarak dekat dengan kemampuan intimidasinya. Namun, Luna tidak bisa menggunakan kemampuan intimidasinya kepada monster yang bahkan memberikan teror pada pikirannya.

"Use it." Alexander mengoper pelontar paku yang masih memiliki banyak amunisi kepada Luna.

Luna menerima pelontar paku itu. "Thanks."

Baru saja Alexander dan kedua wanita di dekatnya bersiap-siap, monster yang mereka ingin bunuh mendadak muncul. Keberanian ketiganya menciut, setiap kali monster itu melangkahkan kaki dan tangannya, ketiganya mundur selangkah demi selangkah.

Demi menghilangkan rasa takutnya, Alexander memukul keras pipinya hingga darah mengalir dari sudut bibirnya. "Beranikan diri kalian."

Monster itu berlari ke arah Alexander dan mengayunkan cakar tajamnya, Alexander menghindari cakaran itu dan memukul tangan yang menyerangnya.

Keberanian Alexander membangunkan keberanian yang bersembunyi dari kedua wanita di belakangnya. Hana menerjang ke kaki monster dengan kapak di tangannya dan menebas salah satu kaki monster itu.

"Gyaaaaaaaah!"

monster itu menjerit dan memukul Alexander dan Hana dengan lengannya. Alexander terpelanting sejauh 7 meter, ia merasakan jika salah satu tulang rusuknya patah. Sedangkan Hana terpelanting sejauh 3 meter dan satu rusuknya retak, ia segera bangkit agar monster aneh itu tidak menyerangnya.

"Grooooaaaaa!"

Monster itu meraung keras dan berdiri dengan salah satu kakinya yang masih utuh. Kemudian tangan dan kaki milik monster itu kembali utuh seperti sediakala. Kali ini monster itu tidak lagi merangkak dan berlari dengan kedua kakinya.

Tangan panjang monster itu menjadi ancaman serius bagi ketiganya. Luna mencoba mempersulit monster itu dengan menembak sendi-sendi kakinya. Sayang paku-paku yang ditembakkan Luna terlalu kecil dan tidak berdampak besar kepada monster berlengan panjang itu.

Alexander menahan rasa sakitnya dan kembali berhadapan dengan monster berlengan panjang itu. Setiap kali cakar monster itu berusaha menusuknya, Alexander menghindar memukul keras lengan monster itu. Suara tulang yang patah bisa terdengar setiap kali Alexander meluncurkan serangan balik.

Hana muncul di belakang monster dengan kapak yang berayun dan monster itu terjatuh.

"Alex! Catch!" Hana mengoper kapaknya dengan posisi yang aman, begitu juga Alexander yang mengoper pipa besinya.

Begitu Alexander berhasil menangkap kapak yang dioper Hana, ia segera menghantamkan kapaknya ke kepala monster itu. Cairan hitam pekat keluar dari kepala monster itu. Anehnya cairan hitam pekat itu hanya keluar dari kepala sang monster dan tidak pada bagian lain.

Setelah monster berlengan panjang itu tidak bergerak, Alexander menghentikan serangannya dan jatuh terduduk. Akhirnya ketiganya mendapatkan ketenangan untuk sementara waktu. Hana duduk sambil memegangi rusuknya yang retak akibat hantaman lengan monster.

"Alexander menghindar!" Luna berteriak mengingatkan.

Tanpa mengetahui apa yang terjadi jantung Alexander sudah ditembus oleh lima cakar tajam. Alexander menengok kebelakang dan melihat monster yang sebelumnya telah ia habisi masih berdiri tanpa sedikitpun luka.

"M-M-Mustahil... gah..."

Darah menyembur dari mulut Alexander, setelah itu kelima cakar yang menembus jantungnya segera ditarik keluar. Alexander jatuh terkapar dengan wajah menghadap ke langit yang gelap.

"Alexander!"

Sebelum Alexander kehilangan kesadarannya, ia mendengar jeritan Hana dan Luna.

•••

[Stress Level : 40%]

"Kehilangan... darah..."

"ICU..."

"Nyawa... berbahaya..."

Berbagai suara panik samar-samar terdengar di telinga Alexander, ia mencoba membuka matanya tapi tidak mampu membuat pandangannya fokus. Walaupun tidak bisa melakukan apapun dengan tubuhnya, tapi pikiran Alexander masih sejernih air.

'Apa aku akan mati sekarang?'

'Hahaha...'

'Kupikir aku akan bebas kali ini...'

Meskipun belum siap tapi Alexander tetap menerima jika ia mati kali ini, setidaknya ia tidak harus mengalami teror seperti sebelumnya.

Berjam-jam berlalu dan Alexander tidak bisa melihat apapun, ia mulai berpikir jika sekarang ia sudah berada di neraka. Alexander tidak pernah berpikir jika neraka akan sangat gelap, dingin, dan sunyi.

Alexander memutuskan untuk tidak memikirkan apapun dan membiarkan pikirannya menghilang dengan sendirinya. Namun, ketika Alexander mencoba melakukan hal itu, ia kembali merasakan keberadaan tubuhnya.

'Aku belum mati?!'

Suara alunan musik jazz terdengar oleh Alexander, tidak lama kemudian ia terbangun di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh CCTV. Di depannya juga terdapat sebuah mic yang bisa ia gunakan untuk berbicara. Namun setelah melihat lebih seksama ke monitor CCTV, Alexander menyadari sesuatu.

"Itu semua..." Alexander sangat tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Aku..."

Alcatraz [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang