Extra part 1

18.6K 492 19
                                    

===Kebahagiaan Kita===

Semua laki-laki itu hebat, dia mengerti kapan ia harus marah. Mengalah dan didengarkan. Dia adalah pondasi terkuat yang sulit untuk rapuh. Bagaimana bisa dia rapuh jika dipundaknya ada orang yang butuh perlindungan dan kasih sayangnya.

"Huhh." Aku terperanjat kaget, saat tiba-tiba ada sepasang tangan yang melingkar di perutku.

"Rajin banget sih, matahari saja belum muncul, kamu udah sibuk memasak." Mas Fakhri menumpukan dagunya di pundakku. "Jangan capek-capek, aku ga mau ya kejadian seminggu lalu terulang kembali."

Aku membalikkan badanku hingga berhadapan langsung dengan Mas Fakhri, aku menangkup pipi kanannya dengan sebelah tanganku, sementara kedua lengan Mas Fakhri masih melingkari pinggangku. "Aku juga ga pernah bermaksud membahayakannya, kenapa Mas selalu mengungkit kejadian itu? Hiks ... Mas menyalahkanku ... hiks ...."

"Annis--"

"Diam! Aku ga mau ngomong sama Mas Fakhri lagi," bentakku menatapnya dengan tatapan nyalang.

Entahlah, kehamilanku yang kedua ini membuatku menjadi sangat sensitif mudah menangis, mudah tersinggung dan mudah marah hanya karena hal-hal sepele.

Aku menghentakkan kakiku kesal, meninggalkan Mas Fakhri di dapur, lalu menuju kamar dan berniat mengurung diri.

"Mama." Langkahku terhenti saat mendengar panggilan puteriku yang bersumber dari belakangku. Kamar Rara memang terletak di sebelah kamarku, untuk memudahkan aku dan Mas Fakhri memantaunya saat ia menangis di tengah malam.

"Rara." Aku menghapus kasar air mataku sebelum menghampirinya, kemudian aku menyetarakan tubuhku dengan Rara.

"Ada apa Sayang?"

"Mama nangis ya? Kata Papa, Mama ga boleh nangis, nanti Dedeknya ikutan nangis, kata Papa Rara harus jagain Mama sama Dedek, ga boleh buat Mama sedih."

Air mataku semakin turun dengan deras saat mendengar penuturan puteriku, usianya baru menginjak lima tahun, tapi ia bisa bersikap dewasa. Padahal banyak anak seusianya justru membenci Adiknya sendiri karena dianggap akan merebut perhatian orang tuanya darinya.

"Mama kok tambah nangis sih? Berarti tugas Rara ga berhasil deh," ujar Rara menatapku dengan wajah sedihnya.

Aku lantas menghapus air mataku dan tersenyum ke arahnya. "Lihat nih, Mama udah ga nangis lagi, memangnya tugas Rara apa?"

"Rara kan dikasih tugas sama Papa buat bikin Mama selalu bahagia dan tersenyum, kalau Rara berhasil nanti Rara dapat hadiah."

Aku tersenyum mendengar celoteh Rara. Aku baru paham sekarang mengenai hadiah yang selalu Mas Fakhri beri kepada Rara setiap pulang kerja.

"Jadi Rara mau minta hadiah apa sekarang? Misi Rara sukses," tanya Mas Fakhri yang tiba-tiba telah berada di sampingku, dan berhadapan langsung dengan Rara.

"Rara mau Dedeknya cepat lahir, biar Rara punya teman cerita," sahut Rara setelah lama terdiam.

"Kalau itu, Papa belum bisa memenuhi sekarang, Dedeknya pasti juga ingin main sama Kak Rara, tapi nanti ya Nak."

"Sekarang Rara mau makan sate!" ucap Rara dengan tegas.

Aku dan Mas Fakhri tergelak melihat tingkahnya. Mas Fakhri pun langsung memesan dilivery.

Rara memakan satenya dengan lahap di temani oleh Bi Iin, sejak aku dinyatakan hamil lagi, Mas Fakhri langsung mempekerjakan seorang ART keesokan harinya.

Aku dan Mas Fakhri mengamati Rara dari sofa. "Maaf, Mas ga bermaksud menyalahkanmu tadi, Mas khawatir saat mendengar kamu pingsan waktu itu, Mas ga mau hal itu terjadi lagi, bukan karena Mas menyalahkanmu, tapi karena Mas begitu menyayangi kalian."

"Makasih ya Mas," ujarku mendongakkan kepalaku yang bersandar di bahunya.

"Buat apa?"

"Karena telah mau bersabar menghadapiku yang moody, menuruti keinginanku bahkan saat tengah malam sekalipun yang harusnya Mas gunakan buat istirahat, terima kasih karena telah mendidik Rara dengan baik."

Kehamilanku yang kedua ini, hampir setiap malam aku ngidam sesuatu, dan selalu di tengah malam, aku sebenarnya tak tega membangunkan Mas Fakhri yang baru saja tertidur beberapa jam, tapi kalau tidak dituruti, air mataku akan langsung mengalir begitu saja.

"Kalau gitu aku juga mau mengucapkan terima kasih," ujar Mas Fakhri.

"Untuk?"

"Untuk kesabaranmu selama ini, kesabaran menghadapi Mama, kesabaran menghadapi semua permasalahan kita, dan yang paling utama, terima kasih telah bertahan meski luka yang kuberi cukup dalam, terima kasih telah menerimaku kembali, seseorang yang terlalu percaya diri untuk menjadikanmu bidadariku di surga nanti." Aku tak bisa menahan air mataku lebih lama lagi, dan kubiarkan ia mengalir begitu saja.

"Selama kehamilan Rara, Mas tak ada di sampingmu, tapi sekarang Mas akan meluangkan waktu untuk kalian," lanjut Mas Fakhri.

"Papa harus dihukum!" tegas Rara menghampiri kami berdua.
Aku membenarkan posisi dudukku.

"Loh kenapa?"

"Papa udah buat Mama nangis," rajuknya melipat kedua tangan di depan dada.

"Hukumannya apa?"

"Gendong Mama biar ga nangis lagi." Aku dan Mas Fakhri saling melirik dan tersenyum.

"Dikira Mama anak kecil, kalau nangis digendong langsung diem?"

"Yaudah. Rara naik ke punggungg Papa," titah Mas Fakhri yang langsung dilakukan oleh Rara dengan semangat.

Hap ...
Seketika aku sudah berada di gendongan Mas Fakhri, ia membopong tubuhku di depan, aku langsung mengalungkan kedua lenganku di lehernya kareba takut terjatuh, sementara di belakang, Rara terlihat tersenyum puas.

"Sekarang, princess Papa mau diantar ke mana?"

"Taman."

Mas Fakhri menurunkanku dan Rara di kursi taman yang berada di belakang rumah.

Rara langsung menuju ayunan yang terletak tak jauh dariku. "Aku juga ingin main ayunan," ucapku lalu bangkit mendekat ke arah ayunan di samping Rara yang masih kosong.

Mas Fakhri duduk di ayunan tempat Rara lalu memangkunya, kami bermain ayunan bersama dan sesekali diiringi canda tawa.

"Rupanya kalian di sini, Mama pikir kalian ke mana," ucap Mama yang berdiri cukup jauh dari kami.

"Nenek!" Pekik Rara langsung turun dari pangkuan Mas Fakhri.

"Iya Sayang?"

"Rara mau main ayunan sama Nenek, ayo Nek!" Rara menarik tangan Mama ke arah ayunan tempat Rara tadi, Mas Fakhri berpindah ke belakang dan mendorong ayunanku dan Mama bergantian.

============================

Masih disimpan di library kan? Gimana baca part ini? Baper? Terharu? Sedih? Kira-kira Sellia kemana ya? Tiba-tiba menghilang begitu, ada yang penasaran ga?

Terimakasih telah membaca
~Jasilah Sukriyah

Tiadakah Surga yang Lain?✔Where stories live. Discover now