#82

6.9K 1.1K 1K
                                    

| RavAges, #82 | 4127 words |

SEPERTINYA AKU sempat pingsan saat kami mendarat

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

SEPERTINYA AKU sempat pingsan saat kami mendarat. Samar-samar, aku mendengar suara kaca pecah, desingan peluru, ledakan, teriakan, dan tangisan yang tercampur tawa histeris.

Dengan kesadaran makin menipis, aku tidak bisa menjerit atau mengeluh. Aku membuka mulut satu kali, memohon agar Raios langsung membunuhku saja, tetapi pemuda itu tidak menggubrisku sedikit pun.

Raios terus membawaku sampai ke belakang pagar tembok tinggi berlumut, lalu menjatuhkanku ke tanah berbau pupuk.

"Psst!" Seseorang memanggil dari atas.

Aku mengerjap-ngerjap dan berusaha mendongak di tengah rasa pening. Di balik tembok, berdiri bangunan semen tanpa cat—barak anak laki-laki. Aku melewatinya satu kali tadi pagi saat disuruh berkumpul ke lapangan tengah.

Dari salah satu jendelanya di lantai dua, seorang pemuda yang perawakannya mirip Raios mengeluarkan setengah badannya. Dia melemparkan sebuah ransel gemuk serta jaket parka besar dan kotor, yang langsung ditangkap oleh Raios.

"Tanya dia, Alatas," seru suara lain dalam kamar itu, "berapa yang selamat?"

Alatas—si pemuda yang melemparkan ransel—mencondongkan badannya ke depan sampai dia nyaris jatuh. "Yos! Chandra bertanya, berapa yang selamat dari orang-orang yang ikut denganmu malam ini?"

Raios mengangkat bahu. "Mana kutahu."

"Raios nggak tahu." Alatas melapor ke balik bahunya.

"Tanya lagi," kata suara lain lagi. "Cewek yang kata Giok itu—dia benar-benar membawanya?"

"Ali tanya, cewek yang—oh, itu dia!" Alatas akhirnya mendapatiku yang meringkuk di tepi tembok. Aku bisa melihat beberapa anak cowok berdesakan dengannya di jendela sempit, berseru dan bersiul-siul seolah aku adalah tontonan hebat. "Kok, kau bisa selamat, Yos?!"

"Mantap, Raios—dia benar-benar menjemputnya!"

"Dia betulan mengeluarkan cewek itu dari bangunan angker di sebelah?!"

"Kalau tahu bisa, tadi aku titip satu!"

Raios mengabaikan mereka semua dan menyandang ranselnya. Kubiarkan pemuda itu membungkusku dengan jaket parka kebesarannya karena aku merasa butuh bersembunyi—tatapan para anak cowok di atas membuatku jengah.

Aku bahkan tidak protes saat Raios mengangkatku lagi karena; satu, aku tidak sanggup berjalan; dua, suara ledakan senjata api terdengar makin dekat; dan tiga, aku benar-benar ingin pergi dari bawah tatapan para anak cowok itu.

"Raios, tunggu!" Para anak laki-laki itu saling dorong di tepi jendela. "Bantu kami kabur juga—"

Namun, Raios dan aku menghilang dari sana. Kami berteleportasi ke antara semak tajam, lagi-lagi di tepian pagar.

RavAgesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora