Ketidak-sengajaan

17 6 11
                                    

"Pertemuan pertama adalah ketidak-sengajaan."

****

12 Januari 2013...

Oh shit! Aku terlambat, batinku. Aku berlari dengan cepat menuju pintu gerbang. Dan sayangnya hari ini kesialanku, pintu gerbang sudah di tutup rapat.

"Bagaimana ini?" batinku.

Aku merogoh saku, mengeluarkan ponsel dari rok ku. Lalu menghubungi teman sekelas yang baru saja ku kenal kemarin. Untungnya aku sempat bertukar nomor telepon dengannya.

Belum sempat aku mengetikkan pesan, terdengar suara khas guru BK yang ku tebak memanggilku.

"HEI, SEDANG APA KAU DISANA?"

Aku melongo dan menggigit bawah bibirku ketakutan ketika melihat seorang guru BK yang sedang menatap tajam kearahku. Pasalnya, hari ini masih hari keduaku bersekolah disini.

Pak Handoko berjalan kearahku dengan kedua tangan berada di pinggangnya. Seolah siap memarahi kesalahanku hari ini.

Cekleekk..

Gerbang terbuka. Pak Handoko dengan cepat langsung menarik telingaku dan membawaku kedalam halaman sekolah.

"Aww.. Sakit, pak." rintihku.

"Diam kau. Siapa suruh terlambat."

Aku mengikuti pak Handoko pasrah dengan telinga yang masih ditarik olehnya. Bagaimanapun ini adalah kesalahanku.

Pak Handoko membawaku kedepan tiang bendera dan menyuruhku hormat sampai jam istirahat berbunyi.

"Pak, saya juga terlambat."

Aku dan pak Handoko menoleh kearah sumber suara. Aku mengamatinya dari atas hingga bawah. Aku tidak mengenal pria ini. Tapi, beberapa kali aku pernah melihatnya. Mungkin dia juga siswa baru, sama sepertiku.

Tapi, tunggu! Seorang siswa yang terlambat akan lebih memilih untuk menghindari guru BK agar tidak diberi hukuman. Tapi dia? dia malah menyerahkan diri kepada pak Handoko?

"Oh kau terlambat juga?" kata pak Handoko.

"Cepat kau lakukan persis seperti yang dia lakukan." sambung pak Handoko sambil melihatku dan pria itu bergantian.

Pria itu mengangguk, ia segera melakukan apa yang pak Handoko ucapkan.

"Dasar masih siswa baru sudah berani terlambat. Mau jadi apa kalian? " kata pak Handoko sambil melangkah pergi meninggalkan kami.

Sekarang kami hanya berdua, dengan ditemani cahaya matahari yang begitu terik dan -sedikit- rasa canggung.

"Kenapa kau bisa terlambat?" tanyaku.

Dua menit berlalu, tapi tak ada balasan darinya. Aku melirik kearahnya yang kurasa dia tidak memperdulikanku. Bahkan melirik kerahku sedikit saja ia enggan.

"Ada apa dengannya?" batinku.

"Hei, Aku berbicara denganmu." kataku. Namun tetap tak ada balasan.

"Kau tidak mengerti bahasa manusia ya?" kataku lagi. Lagi-lagi tidak ada balasan darinya.

Aku semakin geram dibuatnya, "Apa kau bisu, hah?!"

"Tidak bisakah kau diam dan menjalani hukuman ini dengan tenang?" ucapnya datar.

Aku menghentakkan kakiku keras dan kembali menatap bendera. Aku sudah tidak mau dan menyesal mengajaknya bicara.

****

Sebuah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang