#20 Twenty

6 2 3
                                    

"Selamat ulang tahun, Kira."

Aku tersenyum mendengar ucapan itu dari dia. Dia yang kini ada di depanku, menggenggam tanganku.

"Terima kasih."

"Sekarang, umurmu berapa?"

Aku terkekeh mendengarnya. "Kau tidak tau? Dua puluh. Umurku dua puluh tahun hari ini."

"Happy sweet twenty."

Aku terkekeh lagi dan melepas genggaman kami. "Tak adakah yang ingin kau berikan padaku selain ucapan semacam itu?"

"Maumu?"

Aku menjulurkan telapak tangan di hadapannya. "Hadiah. Mana hadiah darimu?"

Kali ini dia yang terkekeh sembari meletakkan tangannya di atas tanganku.

"Tentu ada. Kamu akan mendapatkannya sebentar lagi."

Aku tersenyum namun seketika tersentak ketika dia menarikku dalam pelukannya.

Dan tepat pada saat itu aku terbangun, dengan mama yang menarik tanganku hingga aku terduduk.

"Dibangunin dari tadi gak bangun-bangun. Udah cepetan mandi, abis itu bantu mama masak."

Aku yang baru dibangunkan dengan paksa hanya dapat mengiyakan dan merutuk dalam hati. Ternyata tadi itu hanya mimpi.

"Ma, kok bahan masakannya banyak banget? Ini buat stok berapa hari?"

"Hari ini. Semuanya akan dimasak sekarang."

"Banyak banget? Oh, mau rayain ulang tahun Kira ya? Tumben."

Mama tidak menjawab. Hanya terus saja bekerja dan menyuruhku membantunya. Aku menganggap itu sebagai jawaban iya. Dan dengan senang hati membantunya.

Saat makanan sudah siap, semua dihidangkan di atas meja makan. Semua terlihat lezat. Sampai adikku saja yang berusia 10 tahun tidak sabar untuk mencicipinya dan terus diomeli mama karena sikapnya itu yang tidak sabaran.

"Gak boleh. Jangan ada yang makan dulu sebelum tamunya datang."

"Tamu? Oh, kali ini ulang tahunku ngundang orang ya? Tapi siapa?"

Mama melihat ke arahku. "Yang bilang ini semua untuk perayaan ulang tahunmu siapa?"

"Ha?" aku hanya bisa ternganga mendengarnya. Tega sekali.

Tak lama setelah itu terdengar bel rumah berbunyi dan mama segera membukanya. Membawa tamu spesial yang disambut itu ke ruang makan. Membuatku sebal. Ternyata semua ini hanya karena ada tamu. Bukan karena perayaan ulang tahunku. Sedihnya.

"Perkenalkan ini teman mama dan suami serta anaknya."

Aku memutar bola mataku dengan malas ketika mendengarnya sampai pandanganku terpaku pada seorang lelaki di samping teman mama. Aku terkejut melihatnya.

Dia adalah pacarku. Ralat. Pacar di mimpiku akhir-akhir ini.

"Papa, Kira, Bila. Kenalin ini Bu Nita, Pak Rio, serta anaknya. Namamu siapa nak?"

Aku hanya dapat terdiam menyaksikan adegan di depanku ini. Seperti mimpi. Jantungku sampai berdegup kencang menanti lelaki itu menyebut namanya.

"Kara."

Deg. Baru pertama kali ini aku mendengar namanya. Bahkan saat dia jadi pacarku di alam mimpi pun dia tidak pernah menyebut nama.

"Kara? Wah, namanya hampir mirip dengan anak tante. Kira." Mama menunjukku, membuatku gelagapan dibuatnya.

"Hai," ucapku menyapa yang tidak kusadari ternyata sedang memegang sendok.

Bodoh sekali. Aku jadi salah tingkah begini. Sedangkan Kara hanya tersenyum. Senyum yang sama seperti di mimpi.

"Kak, jangan salting gitu dong. Liat cowok cakep langsung salting," bisik adikku yang ingin sekali kuteriaki dia.

Ini lebih dari yang kau bayangkan adikku tercinta. Dia pacarku. Pacar di mimpi sih dan mantapnya bisa muncul di dunia nyata.

Aku menatap Kara, dia pun begitu. Rasanya ingin sekali aku bicara padanya. Apa ini hadiah dari dirinya yang di alam mimpi? Tapi sayang sekali. Aku hanya akan dianggap semakin bodoh jika mengatakan hal tidak masuk akal itu.

Kara menghampiriku, lebih tepatnya menghampiri kursi di sebelahku. Hal itu cukup membuatku lagi-lagi salah tingkah sehingga aku memutuskan untuk menatap piring kosong di depanku saja.

"Ini hadiah dariku," bisiknya tiba-tiba sembari melepaskan tanganku yang sedang memegang pinggir dudukan kursi yang kududuki. "Happy birthday, Kira."

Kurasakan dia memberikanku sesuatu. Sesuatu yang merupakan hadiah katanya. Namun hanya sebuah kertas kecil yang sudah lecek karena bekas digenggam.

Aku membukanya di bawah meja, tanpa menyimpannya dahulu dan membacanya nanti saking penasarannya.

Kita dijodohkan

Hanya dua kata itu dan dia sudah dapat membuatku menganga membacanya.

💘💘💘

Dua Sisi KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang