Kesibukan siang ini tak sedikit pun mengalihkan keburukan mood Chani,bahkan semakin menjadi jadi. Selepas tiga hari berturut turut mendekam di unit TPPIGD, pagi tadi ia dipindah tugaskan di unit Assembling.
Berkas berkas di ruangan tersebut telah mengurungnya sejak pagi. Memilah milah formulir mana yang harus ia perbaiki.
"Chan, tolong kamu tanyakan kejelasan data ini ke dokter Sumoto. Mau saya salin. Segera ya!" Intruksi dari mbak Sari, mengalihkan Chani dari kegiatannya semula.
Memang pekerja senior itu suka tak pandang sekitar. Apalah daya Chani yang hanyalah mahasiswa magang. Apapun akan ia setujui, asal nilai berjalan lancar. Seperti seolah buta, padahal apabila di telisik, bisa di bilang dokumen yang menumpuk di depannya sedikit lebih banyak. Tapi tak apa, anggap saja ini sebuah pengalaman.
Setelah menyetujui intruksi mbak Sari. Chani bergegas menuju ke ruangan bertuliskan :
Dr. Sumoto Harianto Sp.OG
Spesialis Obgyn.Di ketuknya pintu ruangan tersebut beberapa kali, hingga terdengar titah untuk masuk. Tanpa membuang waktu, Chani segera mempertanyakan kejelasan tulisan yang bisa dibilang hampir menyerupai garis lurus itu. Tangannya berangsur menyerahkan berkas yang di bawanya.
Dokter Sumoto mengerutkan dahi, bibirnya berbisik pelan membaca tulisan yang tertera. Beliau, menghela napas perlahan. Pandanggannya ia alihkan pada Chani.
"Kenapa saya jadi ikutan pusing seperti kamu. Lebih baik kamu tanyakan langsung pada Abram, itu tulisan tangan dia."
"Baik dok, terima kasih. Maaf mengganggu waktunya." Setalah mengatakan itu, Chani pamit undur diri.
See? orang seprofesinya saja ikut bingung. Dan tadi, apa yang dokter Sumoto bilang? Abram? Dokter koas itu?
Mengingat nama Abram, otaknya otomatis menghitung mundur waktu yang telah di lalui, terlebih pada malam tadi. Dimana ia di buat gondok setengah mati pada teman-temannya. Pasalnya malam itu ia berpesan untuk membungkuskan seporsi nasi untuk nya. Namun nyatanya, mereka melupakan hal itu. Hanya karna mereka tak sengaja bertemu dan terlibat obrolan ringan bersama dokter koas yang mereka agung agungkan.
Alhasil ia harus berburu makanan pada malam itu, sendirian. Catat ya, SENDIRIAN. Bila tidak ingat paket datanya yang telah terkuras habis, ia pun tak mau melakukan hal semacam itu. dan merepotkan tentu saja.
Segala jenis umpatan tak lupa ia rapalkan, khususnya untuk sang dokter koas. Mungkin jika sumpah serapah bisa berwujud, maka dari lama ia mengirimkan segala jenis upatannya pada dokter Abram. Mengapa laki laki itu selalu menghambat langkahnya?
Mendengus pelan, tak ada gunanya juga ia mendumel masalah sepele. Lebih baik ia segera bergegas, karna banyak kertas yang telah menantinya. Kertas-kertas itu lebih penting baginya daripada memikirkan betapa kesalnya ia dengan dokter koas itu.
****
Ruang jaga tampak sepi, disana hanya terlihat satu orang bernafas. Satya, teman seperjuangan Abram tentunya.
"Eh ceChan. Ada perlu apanih?" Satya satu satunya orang yang bisa di bilang lebih manusiawi dari pada dokter lain. Pembawaannya yang selalu santai ala anak muda, membuatnya mudah menjaring pertemanan.
Salah satu sikap yang paling di sukai Chani dari dokter satu ini yaitu, gaya bahasa yang di gunakan seolah menerangkan bahwa ia ataupun orang lainnya adalah sama. Kedudukan jabatan tak berlaku untuknya, kecuali pada dokter dokter yang lebih tua.
Bahasanya yang tak formal, mungkin untuk sebagian orang hal itu tak sopan. Apalagi di lingkungan semacam ini. Namun Satya tahu batasan juga.
"Saya ada perlu dengan dokter Abram. Mau menanyakan soal berkas dari pasien yang keluar pagi tadi." Gadis itu mengamati sekitar, walau hanya dengan lirikan mata, namun ia tahu jelas Abram tidak berada di tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metalurgi
RomanceJalan hidup memang kita yang tentukan. Namun, gangguan yang datang, apa pernah bisa di sangkal? Seperti halnya sebuah perasaan dengan segala kerumitannya. Jika prosedur, komponen, dan proses yang dilakukan sesuai dengan konteksnya, maka akan mendapa...