Kunjungan

107 10 0
                                    

Alunan musik dari Coldplay terasa merdu di pendengaran Vatra. Hari ini dia tidak sekolah, dikarenakan wajahnya masih amat perlu dikasihani. Saat pulang kemarin diantar oleh Meilda, Vatra diomeli habis-habisan oleh Nasha karena khawatir. Tapi untungnya Nasha tidak bertemu Meilda saat itu. Jika bertemu dengan kondisinya yang memprihatinkan, pasti Meilda menjadi sasaran kemarahan bundanya. Otomatis first impression terhadap Meilda akan buruk. Vatra tidak mau sampai itu terjadi. Dia masih berjuang. Lucu rasanya belum mencapai puncak tapi sudah terhalang restu.

Vatra bergerak gelisah dalam duduknya. Seharian di kasur terasa membosankan. Vatra meringis mengingat ulang alasan yang bersifat tidak baik mengenai insiden pengeroyokan. Mana mungkin Vatra jujur. Demi menjaga citra Meilda, Vatra harus berbohong jika dia baru saja membantu orang yang dirampok dan sempat adu otot. Nasha yang kelewatan paniknya pun mampu direda oleh Vatra. Apalagi Ditya sempat tersenyum bangga karena aksi heroiknya itu. Yah ... meski mendapat banyak hadiah di wajah.

Pukul 13.50 seharusnya sudah pulang sekolah. Tadi, Vatra mendapat pesan dari teman-temannya melalui grup whatsapp bahwa mereka akan datang menjenguk. Mungkin Vatra hanya bisa jujur di depan ketiga temannya itu nanti. Dan Vatra harus siap suara banyak untuk mendongeng.

Tok tok tok.

Vatra menoleh ketika pintu dibuka setelah ketukan terdengar samar. Nasha menghampirinya, lalu mengambil posisi di samping ranjang.

"Temanmu dateng," ucap Nasha memberitahu.

"Oh iya. Mereka udah bilang aku tadi, Bun." Nasha memperhatikan putranya sendu. "Bunda kenapa?"

Nasha menggeleng pelan.

"Bun?"

"Menolong boleh, tapi jangan sampai terluka lagi. Bunda nggak suka liatnya."

Vatra tersentuh. Dia memeluk Nasha erat sembari mengucapkan kata maaf. "Aku sayang Bunda."

"Bunda juga sayang kamu, Nak. Ya udah, Bunda ke bawah dulu suruh mereka ke sini."

"Makasih, Bunda." Vatra menatap kepergian Nasha dengan perasaan bersalah. Bagaimanapun dia sudah berbohong hanya demi perempuan yang dia sayang.

Tak lama, kesedihannya terganti dengan raut senang ketika melihat Diaz, Agil, dan Candy datang ke rumahnya.

"Buset, cakep bener muka lo, Tra! Nambah 80 persen, gokil!"

"Monyet! Jahat banget lo, Gil!" Vatra mendengkus ketika Agil datang-datang malah mengejek dirinya. Agil dan Candy mencari posisi di ranjang milik Vatra sembari mengambil alih Mong yang sedang bertengger di bantal.

"Kok bisa?" tanya Diaz penasaran.

"Cerita dong, Tra. Lo mah ada kondisi urgent malah diem bae," timpal Candy yang asik menoel-noel pipi Mong.

Vatra berdehem. "Dengerin ya. Gue ngedongeng nih. Jadi ...." Vatra pun menceritakan kronologis kejadian. Ketiga temannya mendengarkan begitu cermat dan serius. Tidak satu pun yang terlewatkan dari kisah kemarin ketika Vatra bercerita.

"Menurut gue, itu bisa aja suruhan pacarnya si Meilda," celetuk Candy.

Agil mengangguk setuju. "Kemungkinan pikiran Candy ada benernya. Yah ... kita kan cuma berasumsi. Secara, lo deketin cewek orang."

"Feeling lo gimana?" Diaz melempar tanya pada Vatra. Cowok itu mengedikkan bahunya.

"50:50," jawab Vatra.

"Terus, kak Meilda yang anterin lo kemarin ketemu nyokap lo dong?"

"Nggak, Gil. Gue nggak sebodoh itu biarin Meilda dimarahin bunda gue."

Kak, Jadian Yuk! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang