Pertemuan kedua mata pelajaran Sosiologi minggu ini sebentar lagi dimulai, entah kenapa Bulan merasa gugup. Caca memutar posisi duduknya, menatap Bulan lurus, kemudian meletakkan tangannya sendiri ke lengan Bulan – menyuruh Bulan untuk menghadap ke arahnya juga. Lantas menggenggam tangan Bulan dan menghela napas.
"Tarik napas, buang napas. Tarik napas, buang napas." Caca memberi instruksi dan dengan polos Bulan mengikuti. Caca berusaha menahan tawa. Temannya ini kalau lagi gugup suka lebih polos daripada biasanya atau bisa dibilang lebih konyol dari aslinya. Meski begitu, Caca masih tertegun dengan keberanian Bulan melakukan hal tersebut ke Bumi. "Tenang, Lan. Bumi cuma ngasih susu kotak, bukan ngasih cincin, oke?"
Bulan mengangguk lucu.
Ya, itulah alasan dibalik gugupnya Bulan hari ini. Bumi menyimbolkan permintaan maafnya dengan memberikan susu kotak rasa cokelat kesukaannya. Jangankan Bulan, satu kelas pun heboh karena Bumi memberikannya ketika bel masuk telah berbunyi lima menit sebelumnya, otomatis seluruh populasi kelas sedang pada tempat duduknya masing-masing.
Jantungnya memompa lebih cepat saat bel penanda bergantinya pelajaran berbunyi.
Huhu. Bulan ingin pingsan rasanya.
__
Sepertinya, keheningan adalah sahabat mereka berdua. Bumi maupun Bulan tak ada yang berniat membuka percakapan. Tolong jelaskan, diskusi kelompok mana yang tidak berbicara? Harusnya malah mengemukakan pendapat, bukan?"Lan, lo cari buku buat referensi nomor 5, dong."
Bulan tersentak dari lamunannya dan segera berdiri menjauh dari kursi yang mereka duduki. Ia berjalan melewati rak-rak perpustakaan yang sedikit berdebu. Tapi, tunggu, tadi Bumi menyuruh apa ya?
Haduh. Kalau balik lagi ia bakal malu dan akan semakin malu karena ketahuan melamun. Pada akhirnya, Bulan memutuskan menenggelamkan diri bersama buku-buku dalam rak – dan membaca judulnya satu persatu, namun mustahil, karena apa yang dicari saja tidak ia ketahui.
Bulan berkumpul bersama tumpukan-tumpukan buku yang berhubungan dengan sosiologi pada rak sosiologi. Ia mendudukan dirinya dan membuka buku-buku yang sudah dipilih olehnya. Tetap saja ia tidak tahu yang mana yang harus dipilih.
Astaga.
"Bulan?" Bulan tersentak kaget dengan suara Bumi yang berjalan mendekat. Sungguh, ia ingin sekali berdiri dan berlari ke mana pun, akan tetapi buku-buku ini benar-benar telah menenggelamkannya. "Lo ngapain?"
"Cari buku," ujarnya dengan tatapan polos – lebih ke memelas. "Hehe."
"Ya Tuhan." Bumi mengangkat buku-buku ini satu persatu. "Lo nyari buku udah hampir lima belas menit. Lagian tugasnya juga udah kelar, akhirnya gue nyari bukunya."
Bumi mengulurkan tangannya sambil berceloteh – sangat amat langka. Bumi menepuk-nepuk rok Bulan di bagian lutut yang terlihat menghitam karena debu lantai. Ingat, masih sambil berceloteh. "Lain kali, kalau nggak ngerti bilang aja. Gue nggak gigit kok."
"Iya, kamu nggak gigit tapi omongan kamu bisa bikin orang malu setengah mampus."
Astaga. Bumi tercengang untuk kesekian kalinya karena keberanian Bulan – atau mungkin kepolosannya?
Kaki Bumi berhenti melangkah, membuat gadis yang mengekorinya menabrak punggung pemuda itu. Bumi membalik badannya dan sedikit membungkuk. "Gue minta maaf, oke? Kan katanya udah dimaafin kemaren."
"Kapan?"
"Kamu nerima susu kotak dari aku." Bulan menatap manik kecokelatan pemuda ini tak percaya, Bumi baru saja menyebut aku sebagai pengganti gue. "Bukan artinya kamu maafin?"
"Kamu nggak minta maaf dengan kata-kata, jadi belum dianggap minta maaf. Lagipula nolak pemberian orang itu nggak baik, makanya aku terima."
Bumi mengembalikan posisi badannya. "Oke, gue minta maaf, ya?"
Yah, balik lagi.
Bumi menanyakan kalimat itu sekali lagi melihat keraguan Bulan menjawab.
"Iya, dimaafin. Jangan diulangin, ya."
Bumi mengangguk.
"Janji?" Bulan mengulurkan jari kelingkingnya, mengajak Bumi berjanji dengan pinky promise.
Bumi mengalungkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Bulan, dan mengatakan janji.
"Ya udah, yuk balik ke kelas, udah disuruh balik."
Bulan menggangguk. "Bumi."
"Apa lagi?"
"Tangan kamu nggak mau terus-terusan megang tangan aku, kan?"
"Eh? Ya ampun. Maaf." Bumi melepas tangannya dengan perasaan kikuk sekaligus malu secara bersamaan.
Astaga. Memalukan.
[🌕⛪🕌🌎
To be continued...]Hai semua!
Hehe. Bosen nggak sama aku? Semoga enggak, ya:)Hari ini aku update lagi, yuhuu!
Siapa yang menantikan momen mereka. Ayo Jungri Shipper mulai merapat, udah mulai nih pelayarannya, hati-hati jangan sampai jatuh, okay?Say, "Ay, Kapten!"
Apakah harus aku namain Pasukan Angkasa untuk kalian? Ahahahah, biar kayak Bulan sama Bumi.
Selamat membaca! Jangan lupa vote dan komen, xixixixixi.
Love you all,
from Deer.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️BUMI DAN BULAN
FanfictionSebagai manusia, mereka tak pernah sanggup mengatur perasaan mereka, Tuhan mereka yang mengatur. Lantas kalau begitu, kenapa dua makhluk yang Tuhan-nya pun berbeda disatukan dengan perasaan yang sama? Bulan harus mengikhlaskan ketenangan di masa SMA...