0.42 + salah atau benar?

1K 160 5
                                    

Air yang tadinya berupa rintik kecil, kini menjadi besar dan menjadi sebab utama kedua insan muda itu terjebak di ruang UKM Seni kampus. Hujan disertai angin kencang dan petir yang saling sahut─ kayak julidan netijen─ membuat Altha meringkuk kecil di tempat tidur yang memang disediakan disana.

Tama ada di tempat yang sama. Sebab keduanya ikut UKM yang sama pula karena ya memang punya passion di bidang seni peran.

"Tha, lo gak apa apa?" Tanya Tama dengan ekspresi khawatir.

Sedang yang ditanya sibuk menempatkan kedua wajahnya di lipatan tangan karena suara petir yang menyambar permukaan bumi dengan ganas di luaran sana.

Begitu nggak nemuin jawaban dari Altha, Tama otomatis mendekat, memeluk Altha yang sekarang udah basah karena air mata.

"Everthing gonna be alright. Ada aku disini." Begitu kata buaya yang namanya Tama Anggara Wirayuda ini.

Sahutan guntur yang beradu dengan keras membuat Altha semakin meringkuk di dalam dekapan hangat Tama. Ditemani oleh temaram lampu kuning UKM Seni, kini keduanya saling menatap.

Mata hitam Altha yang besar membuat seorang Tama tenggelam di dalamnya. Rasanya selalu begitu sejak pertama ketemu di masa SMA. Mata bulat itu yang merangkap dirinya selama beberapa tahun belakangan ini. Bahkan setelah putus, Tama nggak bisa beralih ke orang lain. Paling jauh sebatas teman enak.

Entah siapa yang memulai duluan, kedua bibir insan muda itu saling menempel. Hanya terjadi di awal saja, sebab, beberapa detik setelahnya, Tama melumat rakus ranum mungil Altha. Rasa manis permen dan nafas terengah menemani kedua anak adam yang lagi sibuk berbagi kehangatan.

Kesimpulan yang di dapat sama Tama sore hari ini adalah hatinya yang masih berdetak untuk Althafandra Adhiyaksa. Terlepas dari status mereka yang pernah sama-sama di masa lalu.

────────

Pipi Altha yang selalu bersemu pas kedinginan itu makin buat Tama diabetes. Serius, semanis itu. Bahkan cewek top Fakultas Ekonomi atau Hukum pun kalah telak.

"Masuk sana, gih. Udah malem, Tha."

Itu kata Tama, dengan kepala yang muncul dari dalam mobilnya.

"Hati-hati di jalan, ya, Tama?"

Baru angguk sekali, Tama langsung turun dari mobilnya. Senyum lebar khas Tama terukir pas cowok itu peluk mantan manisnya.

"Sampai rumah langsung mandi, pakai baby bath kamu, makan malam baru bobo. Oke?"

Altha cuma bisa ngangguk kaku.

Memang bukan pertama kalinya skinship diantara keduanya.

Tapi untuk malam ini, di dalam sana, perutnya bak dipenuhi banyak kupu-kupu.

"O-oke. Nanti aku mandi, pakai baby bath, makan malam terus tidur."

Altha jawab dengan agak gugup. Tapi sukses buat sosok Wirayuda itu ketawa kecil.

"Aku pulang, ya? Good night, Tha."

Begitu kata Tama sebelum akhirnya ngelepas pelukannya sama Altha.

"Hati-hati. Jangan ngebut, ya."

Tama udah cabut sama mobil kesayangannya, tapi Altha masih berdiri di depan gerbangnya sambil megangin pipinya yang panas karena perlakuan yang dikasih sama mantannya itu.

Mulai dari ciuman hebat di UKM Seni, sampai pelukan terakhir sebelum Tama cabut balik ke rumahnya.

Sikap menerima semua perlakuan Tama ini buat sosok manis itu cukup bingung.

Salah atau benarkah semua ini?

Bahkan sampai perkataan Arsen soal perasaan terhadapnya pun ikut membuat Altha kembali berpikir rumit.

Memang ya, serumit itu terlibat perasaan dengan satu circle pertemanan.

Kalo nggak ada yang ngalah, jelas, akhirnya pasti nggak bagus.

────────

Masih rumit?
Memang perasaan rumit. Apalagi kalo perasaan sayang sama mantan muncul lagi.

Namanya manusia, punya perasaan.
Yang jadi pertimbangan cuma waktu yang kayaknya nggak pernah pas buat ngasih tau perasaan yang sebenarnya gimana.

Mantan +btsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang