70. Answer

323 53 64
                                    

"Berhenti berharap jika ia sudah tak lagi menatap. Jangan tunggu luka menjadi satu-satunya yang hadir memelukmu dalam sepi."

***

Mahar mengejar Shafa yang terus menjauhinya hari ini. Ia berlari untuk menyamakan langkahnya dengan wanita itu.

"Shafa!" panggilnya namun Shafa tidak menyahut.

"Shaf!"

"Shafa, tunggu dulu." Dengan terpaksa ia menarik kembali lengan Shafa agar berhenti dan mendengarkannya. Mahar sedikit terkejut ketika melihat pipi Shafa yang memerah.

"Shaf?" Pria itu memegang kedua pipi Shafa yang memerah. Takutnya, Shafa terserang demam, siapa yang tahu?

Hanya beberapa detik tangan Mahar menyentuh pipi Shafa sampai gadis itu tersadar dan mundur sedikit menjauhi wajah Mahar yang begitu dekat dengannya.

Mahar tersenyum. "Syukurlah gak panas. Gue kira lo demam."

"Mau apalagi sih?"

Mahar menaikkan sebelah alisnya, menatap gadis itu dengan tidak sabar.

"Seharusnya gue yang tanya, lo kenapa seharian menghindar dari gue? Gue mau ajak lo datang ke pesta nanti malem. Tapi malah main kucing-kucingan," keluh Mahar yang begitu kesulitan mencari keberadaan Shafa. Untung saja, Bela mau membocorkan keberadaan temannya.

"Gue gak mau, puas!"

"Kenapa?" cicit Mahar terkejut dengan pernyataan Shafa.

Shafa berusaha menahan perasaannya sekuat mungkin agar tidak luluh pada tatapan Mahar yang terlihat begitu tajam ke arahnya. "Ya gue gak mau aja pergi sama lo. Gue mau pergi sama yang lain."

"Siapa?" tanya Mahar kembali tetapi  terdengar lebih dingin. Shafa sedikit tersentak dengan nada bicara Mahar yang berubah dalam sekejap.

"Ya—ya siapa aja selain lo."

"Kenapa gak mau dateng sama gue?" tanya Mahar sekali lagi masih merasa penasaran. Pada dasarnya, ia dan Rana memiliki sifat yang sama, bukan?

Shafa menghela napas panjang, berusaha menenangkan jantungnya yang sudah berdebar begitu kencang.

"Gue bukan siapa-siapa lo," tegas Shafa.

"Gue gak punya kewajiban untuk mengikuti segala apapun yang lo mau. Lo gak ada hak sama sekali, Mahar."

Akhirnya. Akhirnya kalimat itu keluar dari mulut Shafa. Astaga, ia ingin sekali menenggelamkan dirinya agar tidak berhadapan dengan Mahar saat ini. Ia merasa malu, sungguh!

Shafa melirik Mahar dari ekor matanya. Pria itu hanya terdiam, tidak mengatakan apapun membuat Shafa gelisah dibuatnya. Ia menggigit bibirnya pelan berusaha untuk tidak menerjang Mahar, karena saat ini ia ingin bersembunyi dari Mahar.

"Oke kalo gitu," balas Mahar terlihat sangat datar.

"Kalo gara-gara gue lo kesulitan, gue pergi."

Mahar meninggalkan Shafa dalam keadaan mematung. Pria itu pergi begitu saja tanpa menanggapi apapun? Apakah pria itu marah kepadanya?

Astaga!
Kaki Shafa lemas, ia berjongkok dan menutupi seluruh bagian wajahnya. Apakah ia salah dalam mengatakan apa yang ia rasakan? Ia jadi ingin mencekik Bela saat ini juga, karena wanita itu yang membuat Shafa mengatakan hal tadi kepada Mahar. Kenapa rasanya pedih, ya?

***

Bela sedang memilih gaun pesta untuk nanti malam, sedangkan Shafa hanya duduk terdiam tak bersemangat. Ia masih memikirkan kejadian tadi siang. Pria itu marah kepadanya? Pria itu sama sekali tidak men-chat Shafa seperti biasa.

Semua Tentang Kita (STK) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang