Aku terus menitikkan air mata. Berulang kali mengungkapkan hati, yang tak ingin menikah dengan pria--yang bernama Angga. Namun, yang ada hanya bentakkan bapak, yang kuterima. Bapak seakan tidak mau tahu dengan kemauan anaknya. Dia hanya berharap aku segera menikah dan masalah selesai.
"Kalau tidak menikah dengannya, mau menikah dengan siapa? Lambat laun orang akan mendengar kabar ini," tutur bapak.
"Pak! Bagaimana kalau aku cari kerja ke luar kota atau ke luar Jawa? Jadi, tidak akan ada orang yang tahu dengan latar belakangku." Aku masih berusaha membujuk bapak, yang mulai lelah membentakku.
"Kalau kamu hamil, bagaimana?"
"A--aku akan ... me--menggugurkannya," sahutku sedikit ragu dan takut.
"Dira!" bentak bapak.
Aku memeluk ibu dan menangis--takut. Terdengar gemerutuk gigi bapak, rahangnya pun tampak mengeras. Bapak melotot padaku. Jari telunjuknya terulur ke arahku.
"Kamu mau jadi pembunuh! Bapak kecewa sama kamu, Dira! Kukira selama ini kamu gadis penurut, ternyata ... Andai kamu dengar apa kata orang tua, semua ini tidak akan terjadi! Ya Alloh! Kenapa semua ini terjadi di dalam keluargaku?" gumam bapak dengan suara parau, seraya mengusap wajah.
"Ini semua juga salahmu, Pak! Kau terlalu mengekang anakmu ini! Padahal kita cuma punya satu anak, tapi apa-apa tidak boleh! Jadinya begini, anak melakukan apa pun sembunyi-sembunyi, bersikap baik di rumah, tapi nakal di luar rumah!" cerca ibu seraya berurai air mata hingga menganak sungai.
"Kamu mau bela anakmu yang salah jalan ini? Ini juga salahmu, terlalu memanjakan dia!" tandas bapak dengan suara melengking.
Bapak mengulurkan jari telunjuknya ke mukaku. Namun, mata melotot pada ibu. Kenapa mereka, jadi beradu argumen dan saling menyalahkan?
Ibu beranjak dari duduknya. Dia menyeretku melangkah masuk kamar--yang bersebelahan dengan ruang keluarga. Lalu, meninggalkan bapak sendirian.
"Percuma bicara dengan bapakmu!" gerutu ibu, saat sudah sampai kamar dan menutup pintu dengan kasar.
Ibu memeluk dan membelai rambutku. Kami menangis sesenggukan--saling membenturkan kepala satu sama lain--meratapi nasib. "Sabar ya! Jika bapak bersikeras menyuruhmu menikah, nikah saja! Nanti kalau kamu tidak hamil dan tidak ingin melanjutkan pernikahan dengan Angga, kalian bisa bercerai!"
Aku hanya manggut-manggut--menyetujui saran Ibu. Lalu, punggung tangan secara bergantian--menyapu buliran bening yang membasahi pipi. Ibu memang sangat mengerti diri ini. Bahkan sebelum aku berbicara, dia bisa lebih dulu menebaknya, bak paranormal.
_
Aku membolak-balikan badan hingga tengah malam. Akhirnya, mengangkat punggung dan mengusap wajah. Mata menatap langit-langit kamar. Otakku masih berputar dengan peristiwa semalam. Aku tak bisa melupakannya. Pun, menyibakkan selimut, bergegas ke kamar mandi--di sudut kamar.
Aku memutar shower--air pun mengalir. Membasuh seluruh tubuh--dari ujung kepala hingga kaki. Pun membalurkan sabun, kemudian sampo. Lalu, mengalirkan air kembali dengan mata terpejam. Pikiran kembali pada peristiwa malam itu.
"Aaarrrgh!" lirihku.
Aku merintih kesakitan. Air sabun mulai memasuki area sensitif. Luka itu masih terasa perih sampai ulu hati. Air dan sabun tak akan bisa menghapus noda dan menyembuhkan luka ini. Aku bukan lagi gadis perawan, dan itu akan terus menghantui seumur hidupku.
Tetes-tetes embun itu bergulir kembali, bersama derasnya air shower--yang masih mengalir. Dadaku bergemuruh, napasku sesak. Tangan mengusap wajah berulang-ulang--mengurangi pedih dan menghapus air mata. Suara isak tangis pun bersaing dengan gemericik air. Bahu berguncang makin keras. Kemudian, aku mengepalkan tangan--membenturkannya di dada--gemas dan geregetan dengan diri sendiri. Setelah itu menjambak rambut dengan kedua tangan. Hingga akhirnya aku terduduk--menenggelamkan wajah di antara kedua lutut. Kedua lengan melingkar di sana. Air shower terus mengalir membasahi tubuh hingga menggigil--kedinginan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Lotre
RomanceDira, gadis korban perkosaan bergilir. Dia harus menikah dengan pria hasil lotre, demi menghindari hamil di luar nikah. Lantas, apakah dia akan bahagia atau malah tersiksa menjalani pernikahannya? "Tuhan mempertemukan jodoh dengan cara-Nya sendiri...