Assalamualaikum teman-teman, Adiba kembali update ya. Jangan lupa ramaikan setiap paragraf ya.
Selamat membaca
***
Adiba sangat ingin mengetahui bagaimana keadaan Fatimah sekarang. Mungkin Abrisam tahu, namun dia ragu untuk menemui Abrisam sekarang yang keliatannya baru selesai main basket.
"Kamu mau ketemu sama Abrisam?" tanya Dila yang baru mendatangi Adiba di luar kelas. Dila bisa menebaknya karena Adiba melihat ke arah lapangan basket yang ternyata disana Ada Abrisam dan Abimanyu sedang menselunjurkan kakinya.
"Iya Dil, aku mau tau gimana keadaan Fatimah sekarang," kata Adiba.
"Kenapa nggak temuin ke rumah sakit aja?" tanya Dila.
Adiba menggelengkan kepalanya."Aku nggak bisa Dil, hari ini aku mau kerja di pom bensin Pertamina."
Dila melongo mendengarnya, sejak kapan Adiba kerja disana?
"Kamu kerja di Pertamina?" tanya Dila dan Adiba mengangguk. "Sejak kapan?" tanya Dila yang masih terkejut.
"Dari kemarin sore Dil, aku udah diterima kerja di sana," jawab Adiba.
"Tapi Adiba, kamu kan juga ngajar Abrisam, terus kamu juga belajar, terus kamu juga ngurus Mbah Putri." Dila menyipit matanya curiga."Atau jangan-jangan ini tante sama paman kamu lagi ya?"
Adiba menoleh menatap Dila, Adiba tidak menjawab namun dia tersenyum lembut seakan dia memperlihatkan baik-baik saja, ya walaupun memang benar.
"Mereka kenapa lagi sih?!" geram Dila, sudah terlalu banyak mereka menyusahkan Adiba yang jelas Adiba tidak mempunyai orang tua. Bukannya membantu keponakan sendiri, malahan semakin nyusahin Adiba.
"Aku mau shalat Dhuha dulu ya." Adiba mengalihkan pembicaraan."Kamu mau ikut?"
"Jam istirahat loh, mending kamu makan dulu yuk ke kantin, sesekali,"kata Dila.
"Aku bawa bekal kok, selesai shalat nanti aku makan."
Dila hanya bisa menghela napasnya pasrah, percuma membujuk gadis seperti Adiba."Yaudah deh, aku kantin dulu ya."
Adiba tersenyum dan mengangguk."Kalau gitu aku ke mushola dulu ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," ucap Dila.
***
"Abrisam, nanti kita pergi mau yuk," ajak Velya. Saat ini Velya, Abrisam dan teman-temannya sedang makan di kantin.
Setelah meneguk air mineral setelah bermain basket yang cukup menguras tenaga dan dahaga, Abrisam menoleh menatap Velya. "Gue nggak bisa Vel."
"Kenapa?" tanya Velya.
"Gue harus ke rumah sakit, jemput adik gue Fatimah."
Mereka mengernyitkan keningnya masing-masing kecuali Abimanyu.
"Adik? Fatimah? Sejak kapan lo punya Adik?" tanya Velya.
"Vel, kemarin gue dengar lo ribut sama Adiba karena lo masuk ke mushola tanpa lepas sepatu?"tanya Abrisam mengalihkan pertanyaan Velya. Memang dari kemarin Abrisam ingin menanyakan hal ini karena ada beberapa siswa-siswi yang membicarakan hal ini.
"Iya, sumpah ya Sam, anak miskin itu makin menjadi-jadi. Lo bilang dong sama Ayah Bunda untuk cabut beasiswa dia, gue nggak suka sama dia." Velya ngadu dengan semangat karena pasti Abrisam lebih membelanya.
"Lo tahu nggak? Anak miskin itu makin menjadi-jadi, masa Velya hampir di tamparnya," sambung Ririn.
Mendengar hal itu Abrisam mengepalkan tangannya.
"Kalian!" Abimanya mau mengangkat bicara namun tangannya di tahan cepat oleh Abrisam.
Pandangan tajam Abrisam tidak lepas ke arah Velya dan Velya sekarang merasakan hawa mengerikan lewat tatapan Abrisam.
"Vel, beruntung lo adalah sahabat kecil gue sama Abimanyu. Kalau nggak? Gue pastiin hari ini juga lo ke luar dari sekolah ini!"tegas Abrisam.
Velya tentu tidak terima dengan Abrisam membela gadis miskin itu."Kenapa lo lebih belain dia sih? Gue ini sahabat lo Abrisam! Dia udah bikin gue malu!"
"Diam!"bentak Abrisam membuat seisi kantin beralih menatap mereka, heran apa yang terjadi."Diam Vel! Gue ingatin sekali lagi buat lo dan teman-teman lo, jangan sesekali gangguin Adiba lagi!"
Dila yang juga melihat kejadian itu menatap tidak percaya karena Abrisam membela Adiba segitunya di depan semua orang.
"Dan lo Rin, lo bisa duduk sama kita itu hanya karena lo temannya Velya. Jadi tau batasan lo." Setelah mengatakan itu Abrisam memilih pergi, dia tersulut marah karena Velya semakin tidak bermoral sama sekali, bagaimana bisa dia sekurang ajar itu masuk ke mushola tanpa melepaskan alas kakinya?
"Akhirnya Abrisam sepupu gue kembali lagi. Tapi Abrisam yang gue kenal dulu, dia sangat tidak bisa berbicara keras dengan seorang wanita."
Abrisam menghela napasnya melegakan gejolak amarah di dalam dirinya. Sepertinya dia masih belum bisa mengontrol emosinya seperti dulu.
"Gue mau ambil wudhu, lo ikut?"
"Iya deh, sekalian gue mau shalat Dhuha. Udah lama banget gue nggak laksanain shalat Sunnah. Gara-gara lo juga nih, lo kafir malah ngajakin gue,"celetuk Abimanyu seraya terkekeh kecil.
"Gue nggak pernah ajakin lo ke jalan gue!"tolak Abrisam tidak terima.
"Ya habisnya, dunia terlalu racun buat iman gue yang terlalu lemah,"kata Abimanyu.
Abrisam menggelengkan kepalanya."Buruan,"kata Abrisam duluan melangkah di depan Abimanyu.
***
Setelah melaksanakan shalat Dhuha, Adiba memasangkan tali sepatunya, namun saat Adiba berdiri, dia dibuat terkejut dengan mata yang beradu dengan seorang lelaki lebih tinggi sedikit darinya. Tersadar mata mereka saling menatap satu sama lain, Adiba lekas menundukkan kepala.
"Astaghfirullah."Adiba mengucap beberapa kali baik di mulut maupun di dalam harinya."Maaf aku nggak sengaja."
Bukan Adiba saja yang ikut terkejut, bahkan jantung Abrisam saja sudah menggila berhadapan dengan wajah Adiba dengan jarak yang cukup dekat. Tidak bisa Abrisam pungkiri, Adiba benar gadis yang manis dan cantik.
Tidak! Tidak! Abrisam tidak boleh tertipu lagi dengan sesuatu yang menjadi muslihatnya syaitan.
"Sam, ayok,"kata Abimanyu yang baru selesai shalat dan melihat Adiba juga ada di sana,"ada Adiba, Assalamualaikum Adiba."
Adiba sedikit terkejut dengan sapaan Abimanyu yang sopan itu, masalahnya Adiba belum pernah mendengar Abimanyu berbicara se sopan ini."Waalaikumsalam Abi,"balas Adiba.
"Ka, kamu."Abrisam merutuki dirinya sendiri, kenapa dia malah kelagapan seperti ini? Dan apa tadi? Dia manggil kamu?
"Kamu manggil aku dengan sebutan kamu?"tanya Adiba.
Abrisam tolol.
"Nggak, gue salah ngomong. Lo habis ngapain?!"tanya Abrisam masih terdengar ketus membuat Abimanyu geram sendiri.
"Aku habis shalat Dhuha,"jawab Adiba,"dan kamu?"
Abrisam belum menjawabnya, entahlah mengakui sebenarnya begitu sulit baginya.