Tetangga

2.1K 280 3
                                    

Sinar matahari memasuki celah-celah jendelaku. Berulang kali aku mengerjap kerjapkan mataku. Cahaya silaunya membuatku terbangun.

Untung hari ini adalah hari minggu, jadilah aku tidak perlu terburu buru harus mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah.

Satu hal yang aku tak ingat. Ternyata aku sudah pindah rumah dan Jeje kini adalah tetanggaku, yap tetanggaku. Sebuah keberuntungan apa lagi ini.

Aku berjalan menuju arah jendela kamarku, membuka tirainya lebar lebar supaya sinar matahari dapat masuk dengan leluasa.

Ku longokkan kepalaku menyembul keluar dari daun jendela, menghirup udara segar pagi hari. Wait, mataku terfokus pada satu titik.

Seseorang yang kemarin membuatku menjadi gila semalaman tadi. Aish, apakah ini mimpi lagi? Kucubit pipiku dengan kuat.

"Awh." Aku meringis pelan, ternyata sakit. Fix ini bukan mimpi.

Aku mengambil ponselku yang tergeletak di atas meja belajar. Mengotak atiknya sesaat. Aku lantas membuka sebuah aplikasi video musik.

Beberapa kali aku menscroll beranda. Hingga akhirnya jariku sampai pada kolom pencarian. Aku mengetikkan nama seseorang di sana.

Jasonwlm10. Aku tengah mencari nama tersebut. Seseorang yang kini menjadi idola kaum perempuan. Ah, kenapa mereka bisa sefanatik itu?

Mataku melebar mendapati satu video baru. Lantas aku membukanya. 3 menit yang lalu, aku buru buru komen di videonya dengan akunku.

Kenapa aku selalu deg degan gini kalau ngetik komen di setiap videonya. Aneh, perasaan ini benar benar aneh.

Aku memegangi dadaku yang bergemuruh. Mencoba menenangkan jantungku yang berusaha memompa darah lebih cepat.

"Ra, boleh minta tolong bisa?" Teriak bunda dari ruangan bawah.

"Bisa bun, bentar Ara cuci muka dulu." Aku juga ikut berteriak supaya bisa didengar bunda.

Buru-buru aku menghampiri bunda. Sambil tanganku mengikat rambutku menjadi satu.

"Ada apa bun?" Tanyaku pada bunda.

"Minta tolong, beliin tepung terigu, kecap manis, sama kopi buat ayah." Ucap bunda menyebutkan pesanannya.

"Ada lagi bun?" Tanyaku memastikan.

"Itu aja, nih uangnya." Bunda memberikanku uang lima puluh ribu kepadaku.

Aku bergegas menuju mini market depan kompleks kemarin. Hm, ini aku berjalan melewati rumah Jeje. Kenapa jantungku berpesta pora di dalamnya?

Aku menatap lurus jalanan di depanku. Fix, ini aku sudah tidak berani menatap rumahnya. Rumah keluarga Winata.

"Ra." Panggil seseorang dari balik pagar.

Aku celingukan mencari sumber suara. Seseorang dari balik pagar menghampiriku. Wait, Jeje masih ingat padaku ternyata.

"Koko masih inget Ara?" Tanyaku seperti orang linglung.

"Kan kemarin baru kenalan, masa udah lupa. Gue gak setua itu buat lupa sama orang." Ucap Jeje dengan tawa renyahnya.

"Hehe, iya." Aku tersenyum kikuk.

"Kaki lo udah gapapa kan?" Tanya Jeje memastikan.

"Gapapa Ko, kemarin ayah udah panggil tukang urut." Ujarku memberitahunya. "Nih, udah bisa jalan lagi." Tunjukku pada kakiku.

"Lo mau kemana?"

"Ke depan, beli tepung." Jelasku.

"Bentar Ra." Jeje berlari menuju ke dalam rumahnya. Kepalaku melongok melihat ke dalam rumah tersebut.

Love For RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang