Chapter 6

230 37 7
                                    

Langit-langit kamar begitu berbeda saat Aldo membuka matanya. Seluruh ruangan ini dipenuhi asap-asap hitam tipis. Kerangka-kerangka hewan aneh tergantung di dinding.

Aldo mencoba bangkit dari tempat tidur yang begitu aneh terasa di badannya. Ia bingung dengan semua ini.

Tadi dia ingat, dia sedang berada di kamarnya sambil menunggu Fanderlia. Tapi, kenapa sekarang ia disini? Siapa orang yang membawa di kesini?

Tak lama, sebuah kepulan asap hitam melewatinya. Ia seperti familiar dengan asap itu. Tapi, dimana?

"Hai anak manusia. Kita ketemu lagi di tempat yang berbeda." Seorang laki-laki aneh berjubah hitam kini sudah berada di depannya. Asap tadi sudah hilang ntah kemana.

Kini dia sudah ingat. Laki-laki itulah yang menyebabkan kakinya seperti sekarang.

Ia melihat kebawah, ke arah kaki yang dibalut perbat kini sudah tidak ada lagi. Ia mencoba menggerak-gerakkannya dan rasanya tidak sakit.

"Loh, kaki gue kok bisa sembuh cepet banget ya." Aldo membatin.

"Saya tidak akan menyakitimu. Asalkan, kembalikan kucing yang Kamu temukan itu kepada saya," ujar laki-laki itu.

Aldo menatap tajam ke arahnya. Tiba-tiba saja terlintas  di ingatannya tentang janjinya dengan Fanderlia.

"Dia datang untuk membawa ku pulang. Aku mohon, jangan pernah kasih aku pada mereka. Aku tidak mau dijadikan budak mereka."

"Iya, gue janji. Gue gak bakal kasih lo pada mereka."

Laki-laki tadi menatap Aldo dengan mata hitamnya. Kini wajahnya sudah terlihat jelas di depan Aldo. Ia sedikit berjalan mundur, lalu berlari entah kemana. Kakinya membawa dirinya menyurusi ruangan yang begitu aneh. Ia berlari sekuat tenaga mencari jalan keluar. Sesekali ia menengok ke belakang dan di sana banyak makhluk aneh yang mengejarnya.

"TOLONGGGG. TOLONGGG. SIAPAPUN TOLONGIN GUEEE." Aldo berteriak sekuat tenaganya untuk mencari pertolongan. Dan baru saja dia sedikit lebih cepat di depan, tiba-tiba.

Bruk

Aldo terjatuh di atas tanah yang memiliki banyak bekas pecahan kaca. Ia mencoba untuk bangkit, walaupun tubuhnya banyak mengeluarkan darah. Ia berusaha lari dengan wajah yang penuh dengan serbuk-serbuk kaca, hingga mengeluarkan beberala tetes darah.

"FANDERLIAAA. TOLONGIN GUEEEE."

Aldo terbangun dari tidurnya. Nafasnya tersenggal-senggal. Keringat bercucuran deras dari badannya.

Ia melihat ke seliling ruangan. "Ternyata cuman mimpi," ucap Aldo lega. Ternyata ia hanya mimpi. Semua kejadian tadi terasa nyata baginya.

"Loh loh, Den Aldo kenapa teriak-teriak!!" Si Mbok berjalan khawatir ke arahnya.

"Aku cuman mimpi Mbok," jawab Aldo dengan senyuman, entah kenapa wajahnya terasa sangat perih.

"Loh, itu wajah Den Aldo kenapa berdarah? Itu juga, tangannya juga berdarah!"

Si Mbok menelisik setiap wajah Aldo dan tangannya. Dan benar saja, Seluruh tubuhnya dilumuri darah. Ia dapat melihat banyak bekas luka yang disebabkan oleh kaca-kaca kecil.

"Loh, di badan , Den Aldo, kenapa ada beling-belingnya? Emang tadi, Den Aldo, kemana?"

Aldo juga heran. Kenapa tubuhnya mirip seperti di dalam mimpinya. "Saya juga bingung Mbok. Setau, saya, tadi saya cuman tidur. Itu doang," jawab Aldo.

"Apa kamu pergi bertemu lagi dengannya?"

Fanderlia tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu. Wajahnya terlihat berbeda. Lebih menakutkan.

"Dari mana, Lo, Tau?"

Fanderlia mengeratkan tangannya. "Sudah Saya duga. Apa kamu tadi sempat melihat wajahnya?"

Aldo mengangguk dengan wajah yang polos. "Iya. Matanya nyeremin," jawab Aldo.

"Kalian ngomong apa, toh. Mbok ndak ngerti," ujar Si Mbok melihat ke arah mereka secara bergantian. "Gimana kalau Mbok telpon Nyonya, Den? Atau Bapak juga?"

Aldo menggeleng cepat. "Gak usah, Mbok. Mereka lagi sibuk," jawab Aldo. Matanya memohon agar, Si Mbok tidak meneleponnya.

"Kalau begitu, Kamu tidak akan aman. Bagaiman kalau kita pergi sementara dulu," ujar Fanderlia. Ia berjalan mendekat ke arah Aldo dengan tatapan lembut. Belum pernah Aldo melihat Fanderlia menatapnya begitu.

Seperti sedang di hipnotis, Aldo mengangguk setuju. "Oke," jawabnya.

                      ************

Di sini lah mereka, di sebuah apartmen mewah milik Aldo. Rumah tadi, sudah mereka titip kepada Si Mbok dan berpesan "jangan beritahu kepada siapapun tempat baru miliknya".

Kaki Aldo sudah sembuh, kini badannya yang kembali kena. Mau tak mau, Aldo meminta agar lukanya diplester saja, agar tidak terkena bakter. Ia juga sempat mengabari teman-temannya untuk mengijinkan dia cuti dulu kepada dosen.

"Gue masih bingung. Kenapa mereka ngincar Lo segitunya." Aldo bertanya sambil melihat ke arah jendela. Mereka duduk di sofa yang berbeda

Fanderlia menghembuskan nafas. "Hufftt, sebenarnya Mereka sudah salah mengusir Saya. Sebab, kalau tidak ada saya, bola majic akan redup," jelas Fanderlia.

"Trus kalau bola itu Redup, apa hubungannya sama Lo?"

"Karena, sumber cahaya dari bola ada di dalam diri saya. Makanya mereka menempatkan saya, persis di sebelah bola itu. Mereka memperlakukan saya, seperti budak. Mereka merahasiakan keberadaan saya dari orang-orang."

Aldo rasanya tidak percaya. Ternyata ada juga yang lebih parah dari dunia nyata. "Trus, kenapa mereka bawa, Gue?"

"Karena, kamu telah menolongku. Mereka mencoba mempengaruhimu, tapi syukurnya kamu sulit dipengaruhi."

Lagi-lagi Aldo mengangguk mengerti. Ia berjalan ke arah dapur, untuk mengambilkan segelas kopi yang sudah di seduh.

"Itu apa?" Fanderlia bertanya saat Aldo menyeruput kopi panas itu.

"Ini kepo, eh kopi maksudnya. Gue udah paham kok, di dunia Lo gak ada yang namanya kopi," ujar Aldo.

"Oh, kopi. Saya sudah bosan meminumnya."

Aldo terkejut bukan main. "Tumben di dunia Lo ada kopi," ujar Aldo.

"Kamu pikir, cuman di dunia kamu yang memiliki kopi. Saya juga punya."

"Oh ya. Wah! Gue terkejut."

Aldo memasang wajah yanh seolah-olah terkejut, padahalan palsu.

"Sudahlah, saya ingin segera tidur."

Setelah mengatakan itu, Fanderlia langsung pergi ke kamarnya. Tadi, Aldo sempat menunjukkan kamar miliknya.

                      ************

Aldo: The Cat MAJIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang