Sekitar pukul 3 sore pembacaan radio selesai dan kami semua berencana untuk mengadakan rapat mengenai ‘apa yang harus kita lakukan untuk merealisasikan kemerdekaan’ karena walaupun sudah di proklamirkan secara lisan dan tulisan, para pengawas dari jepang masih ada di negeri ini, khususnya di negeri pasundan ini.
“Oh iya ras, kakak mu mana?” tanya Baskara kepadaku
“Dia sedang pergi, berkumpul dengan BRI” (BRI = Barisan Rakyat Indonesia)
“Oh… saya kira ia pergi kerumah pamanmu di cikuda pateuh” kata Baskara lagi
“Iya… memang mereka berkumpul disana”
“kamu ga ikut?”
“Engga, kakak melarang”
“Hahaha” dia ketawa, “dari dulu sampe sekarang masih aja dilarang ikut”
“Iyaa kamu kan tau sendiri karakter kakak ku seperti apa”
Kakak-ku, bernama Muhammad Toha, mempunyai beda 2 tahun denganku, dia adalah sosok panutan bagiku terlebih setelah ayahku meninggal dunia dan kami harus tinggal bersama kakek dan nenek di Bandung.
Beliau juga merupakan sosok yang cerdas, menguasai bahasa jepang hanya karena ia pernah berkerja di bengkel kepunyaan jepang, beliau juga banyak disukai orang karena sifatnya yang baik dan tegas yang bisa disesuaikan dengan keadaan, disiplin tingkat tinggi dan juga orang yang terkenal tidak pernah mangkir atau bahkan ingkar dalam janjinya.
“Mungkin Toha khawatir karena adiknya cantik” kata Baskara pelan tapi masih bisa kudengar
“Apa bas?”
“Adiknya wanita jadi mungkin kakakmu jadi khawatir”
“Oh” jawabku singkat
Oh iya, bicara Baskara, kamu perlu mengenalnya karena ia akan menjadi orang yang sering kusebut dalam cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA DALAM KARSA
Short Storytugas mengarang cerita bahasa indonesia waktu taun maren, dari pada dianggurin jadi di aplot disini. . . . *CMIIW*