26. HIPJ » Mimpi buruk

1.4K 145 197
                                    

Happy reading ♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading



Meira terbangun dengan keringat yang membanjiri pelipisnya, dadanya naik turun, nafas pun tersengal-sengal. Tangan kanannya memegang permukaan dada, jantungnya terasa berpacu begitu cepat, ia ketakutan. Air mata Meira turut menetes membasahi pipi.

"Meira, ada apa?" Jimin ikut terbangun ketika merasakan pergerakan di sebelahnya. Raut wajahnya seketika berubah khawatir kala mendapati Meira yang tebangun dalam posisi duduk, ia melihat gadis itu menangis, tubuhnya bahkan gemetar.

Jimin beringsut lebih dekat, kedua tangannya meraih bahu Meira, lalu membuat gadis itu menghadap dirinya. "Meira, a-ada apa? K-kenapa kau tiba-tiba seperti ini?" Jimin panik, Meira terlihat begitu ketakutan, gadis itu masih menangis dengan mata yang terpejam kuat. Kedua tangannya berada didepan dada, saling meremas seakan menahan takut.

"Hei, sayang ... ada apa?" Suara Jimin melembut. Tanganya menyentuh pipi Meira, memberi usapan-usapan menenangkan sambil menghapus air mata yang membasahi pipi gadis itu. Jimin juga menyeka keringat yang masih menempel pada kening dan pelipis sang istri.

"Kau mimpi buruk?" Jimin melihat jam, ini masih menunjukan pukul 2 dini hari. Ia yakin Meira pasti baru habis bermimpi.

"Jim ... A-a-aku ta-takut... " ujar Meira begitu lirih di sela-sela isak tangisnya. Suaranya bergetar.

Perlahan, Jimin menarik Meira ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu begitu erat, tangannya memberi usapan-usapan pada punggung Meira, berharap agar setidaknya itu bisa membuat Meira merasa sedikit lebih tenang.

"Kau bermimpi buruk?" Jimin bertanya lagi, sesekali tangannya mengelus pelan surai sang istri.

"Jimin, a-aku takut. Aku mimpi buruk." Kedua tangan Meira melingkar kuat pada tubuh Jimin, memeluknya begitu erat, sementara wajah Meira tenggelam di ceruk leher laki-laki itu, seakan ingin menumpahkan semua rasa takutnya disana.

"Tenangkan dirimu dulu." Jimin memberi tepukan-tepukan lembut pada punggung Meira. Ingin membuat gadis ini tenang dulu, setelah itu baru ia akan bertanya.

Sejujurnya Jimin sangat khawatir, ini pertama kalinya Meira seperti ini. Pikiran Jimin mulai merujuk pada sesuatu yang selama ini ia waspadai. Ia yakin pasti ada kaitannya dengan hal itu.

Setelah beberapa menit berlalu, Meira mulai sedikit tenang, isak tangisnya juga sudah mereda. Tubuhnya tak lagi bergetar ketakutan.

"Kau bermimpi apa, Meira?" Jimin bertanya dengan suara lembut. Ia sedikit menjauhkan Meira dari pelukannya agar bisa menatap wajah gadis itu.

"Aneh. Aku bermimpi dikejar oleh kuda hitam bersayap. Hanya kuda dan tidak ada penunggangnya. Samar-samar aku juga melihat seperti ada sebuah tombak di atas kuda itu, melayang, seolah ada yang memegangnya tapi sosok itu tidak terlihat. Aku tidak tahu apa alasannya mengejarku." Jelas Meira, menceritakannya saja membuat rasa takut itu kembali muncul. Entah kenapa mimpi itu seolah mempengaruhi mentalnya.

He Is Park Jimin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang