Sincerity [Bagian Tujuh]

1.6K 154 3
                                    


Kisah Anandira dan Fatih sudah terbit. Sudah punya bukunya belum? Bagi yang sudah pesan, mohon bersabar. Bukunya sedang proses 🙏🙏


#amm-wp2023
#autumnmaplemedia








“Cinta akan tumbuh seiring waktu berjalan.”

Sepenggal kalimat yang diucapkan Yuna terngiang-ngiang di kepala Anandira. Kalimat itu sangat optimis, penuh percaya diri, dan terdengar sangat-sangat yakin. Namun, itu tidak sejalan dengan kenyataan yang Anandira rasakan saat hidup bersama Fatih.

Anandira mendesah pelan, mengangkat kepalanya yang sejak tadi menyembunyikan kekalutannya dan menatap bunga Krisan yang mekar. Warna bunga yang berwarna-warni membuat taman samping rumah orang tua Anandira terlihat sangat indah. Begitu juga dengan perasaan Anandira, rasa kalut dan gundah gulana yang menggelayut di paras cantik Anandira perlahan berkurang.

Angin sepoi-sepoi yang menerpa kuncup bunga Krisan bergoyang, beberapa ekor kupu-kupu yang beterbangan dari satu dahan ke dahan bunga Krisan membuat Anandira menyunggingkan senyumnya. Ah, rasanya Anandira ingin menghentikan waktu. Ingin menikmati ketenangan yang tidak pernah Anandira rasakan lagi.

Pelan-pelan Anandira menutup kelopak matanya, merasakan semilir angin lembut yang membelai wajahnya hingga menerbangkan helai demi helai rambut Anandira. Sejuknya angin siang ini benar-benar melegakan dadanya.

Saat tengah larut dalam suasana penuh ketenangan, tiba-tiba saja telinganya menangkap bunyi langkah kaki berjalan mendekat. Kelopak mata Anandira terbuka, kepalanya langsung menoleh ke samping dan betapa terkejutnya dia saat melihat papanya tengah tersenyum lembut.

“Papa!” teriak Anandira sembari berdiri dan berlari ke arah Papanya.

Pria setengah baya yang dipanggil papa itu tersenyum. Bagas Pradana, papa mertuanya Fatih itu langsung merentangkan kedua tangannya, menyambut kedatangan sang putri tercintanya.

“Pa, Anandira kangen. Kangen Papa,” bisik Anandira saat sudah berada dalam pelukan Bagas.

Bagas mengecup kepala anak perempuannya. “Papa lebih kangen kamu, Sayang. Maafin Papa karena jarang berkunjung ke rumahmu.”

Rasa sesak kembali mendera dada Anandira, matanya pun berkaca-kaca. Sebenci apa pun Anandira pada pilihan sang papa yang memutuskan dirinya untuk menikah dengan Fatih. Hatinya tetap merindukan pelukan dan kasih sayang papanya. Satu-satunya pria yang selalu berusaha membuat Anandira merasa bahagia.

“Mama sudah cerita semua. Papa minta maaf, ya. Maaf karena keegoisan Papa kamu harus menjalani pernikahannya yang nggak bahagia,” ucap Bagas. “Papa minta maaf, Ra.”

Anandira mendongak, menatap papanya dengan pipi yang basah oleh air mata. “Papa nggak salah. Papa hanya ingin yang terbaik buat Anandira,” gumam Anandira lirih.

Anandira tahu papanya hanya ingin dia bahagia. Ingin dia bisa melanjutkan hidupnya yang telah hancur oleh pengkhianatan Krisna.

“Anandira bisa baik-baik aja, Pa. Papa jangan nyalahin diri Papa lagi.”

Bagas tahu ucapan Anandira barusan adalah kebohongan belaka. Tanpa mendengar cerita sang istri pun Bagas tahu jika putrinya sedang tidak baik-baik saja. Dan, sekarang Bagas sudah membuktikannya. Kedua mata Anandira memancarkan binar kesedihan. Putrinya memikul beban yang berat, dan itu membuat hati Bagas perih.

Ibu jari Bagas mengusap air mata Anandira, berusaha menyingkirkan kesakitan di wajah putrinya. “Papa tahu kamu bohong, Ra. Air mata kamu sudah mengatakan segalanya. Kamu tersiksa, kan?”

Tangis Anandira pecah. Sia-sia sudah usahanya untuk menutupi lukanya. “Anandira capek, Pa. Lelah dan letih dengan pernikahan ini. Anandira ingin menyerah, Pa,” aku Anandira, biarkan saja semua pendukung Fatih tahu jika dirinya juga butuh dukungan.

Sincerity [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang