"Suri, tunggu!"
Jun terperanjat dan langsung terbangun setelah mendengar teriakan dari depan. Rere yang tadi tidur di atas dadanya juga ikut terkejut dan melompat turun.
"Kenapa—" Belum sempat Jun selesai bicara, Suri tahu-tahu muncul dari pintu depan lalu berlari menuju kamarnya. Rere mengikuti dari belakang. Selang beberapa detik, bunyi pintu dibanting terdengar nyaring, meninggalkan Rere yang mengeong-ngeong di depan pintu.
"Assalamualaikum, Mas Jun."
Jun menoleh ke arah pintu. Sudah ada Dessy di sana yang memandanganya dengan tatapan sulit diartikan.
"Dessy, ya? Sini masuk." Jun pelan-pelan bangkit dari sofa sambil memijit pelipisnya yang terasa pening.
Dessy masuk sambil meneteng tas ransel besar, persis seperti orang yang ingin kabur dari rumah. Detik berikutnya dia baru ingat kalau Dessy pasti akan menginap di sini untuk menemani Suri.
"Taruh aja tas kamu di kamar Suri," perintah Jun. Sayangnya, belum sampai semenit ia berkata, terdengar suara bantingan barang dari kamar Suri. Sial. Dia betul-betul lupa dengan hal membuatnya vertigo mendadak tadi.
Jun dan Dessy buru-buru menghampiri kamar Suri.
"Suri, kamu kenapa? Cerita sama Mas sini," bujuk Jun sambil mengetuk-ngetuk pintu.
"Nggak mau!" teriak Suri, yang diiringi dengan sesuatu yang menghantam permukaan pintu.
Jun melirik Dessy, tapi ia juga tak menyerah untuk membujuk adiknya. "Suri."
"Jangan ganggu Suri dulu!" teriakan Suri kembali terdengar. Namun kali ini tak diikuti dengan suara hantaman di pintu.
Jun bimbang. Kepalan tangannya yang masih setia di depan pintup pun merosot jatuh. Melalui isyarat, ia memerintahkan Dessy untuk segera menyingkir menuju ruang tengah.
Lama mereka berdua terdiam. Jun memejamkan mata sambil bersandar pada sandaran sofa, sedangkan Dessy tenggelam dalam lamunannya sendiri. Sesekali ia mengelus pergelangan tangan kirinya yang tertutupi jam tangan.
"Kamu bisa cerita, Des." Jun membuka mata tapi dengan posisi yang masih bersandar. "Sebenernya hari ini Suri kenapa?"
"Aku nggak tahu harus cerita dari mana, Mas," ujar Dessy pelan.
Jun tertawa lirih. "Dari mana aja senyamannya kamu. Mas nanti bisa narik kesimpulan sendiri, kok."
Dessy menghela napas panjang sebelum bercerita. Jun sendiri menyimak dengan baik sambil memandang langit-langit rumahnya.
Selesai Dessy bercerita, yang dilakukan Jun adalah meraih puncak kepala Dessy lalu menepuk-nepuknya lembut. "Setiap orang punya masalah. Mas bangga sama kamu karena berhasil melalui masalahmu itu meski harus berdarah-darah dulu. Seharusnya Sinta belajar dari kamu, ya."
Dessy menggeleng lemah. "Masalah orang itu beda-beda, Mas. Setiap orang juga punya coping mechanism yang berbeda. Aku kebetulan lebih beruntung dari Sinta karena ketemu support system kayak kalian." Ia tertawa kecil kala mengingat masa-masa berat yang berhasil dilaluinya. Di sisinya, selain ibu dan kedua adiknya, ia bersyukur memiliki Suri dan keluarganya. Bagi Dessy, mereka adalah orang-orang baik yang mau menerima seseorang dengan isi kepala yang telah hancur berantakan seperti dirinya.
Di dalam kamar, Suri mengubur dirinya di balik selimut. Wajahnya sengaja ia tutupi bantal untuk meredam isakan. Hari sungguh berat. Hatinya benar-benar lelah menerima semua informasi dari mulut Adnan. Ia sungguh merasa sangat berdosa. Namun, ia masih belum memaafkan sikap Sinta kepada Raka.
Oh, God. Apa yang harus ia lakukan?!
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Regrets
RomanceAda dua hal yang membuatku menyesal. Pertama, jatuh hati padamu. Kedua, terjebak dalam kelemahan diri sendiri. ----- Suri hanya ingin membalas perlakuan Sinta terhadap Raka (sahabat masa kecilnya) karena Sinta telah mencampakkan Raka tanpa kejelas...