Who?

716 218 230
                                    

"Kamu ngga bakal tau  kalau belum turun langsung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu ngga bakal tau kalau belum turun langsung."
–Rethanian–







Tepat hari minggu ini, Aretha memutuskan untuk menuju gedung dimana ayahnya ditahan. Setelah memecahkan sebagian arti dari buku phoenix nya, ia jadi memahami beberapa hal mengenai permasalahan di dunia ini yang ternyata tidak sedikit yang mengalami hal yang sama dengannya.

Aretha sampai disebuah gedung berwarna serba putih juga sedikit cat berwarna hitam. Sebelumnya dia sudah meminta izin pada Liora dan ibunya mengizinkan. Ia juga sudah meminta perizinan ke pihak yang bertugas digedung ini untuk menengok ayahnya.

"Ayah!"

Aretha bergegas lari menghambur kepelukan ayahnya. Ada rasa ingin menangis tapi Aretha tahan karena kedatangannya kesini adalah untuk menghibur ayahnya bukan justru menambah beban ayahnya.

"Aretha, ayah kangen banget sama kamu."

"Retha juga!"

Beberapa detik bertahan dalam posisi saling berpelukan melepas rindu yang telah lama mereka tahan, Aretha lalu duduk didepan ayahnya. Tangannya enggan melepas tautan sang ayah.

"Gimana keadaan mamah?" Beliau bertanya, terdapat bekas air mata disudut bibirnya.

Aretha melukis senyum di bibir. "Mamah baik-baik aja kok. Mamah pengen kesini sebenernya tapi mamah harus ngerjain beberapa kerjaan nya."

"Mamah kerja apa sekarang?"

"Mamah nyoba ngembangin bakatnya di grafis, yah. Kemarin baru dapet dua project, terus deadline nya mepet dua-duannya."

Rethanian menghembuskan nafas lelah. Dulu saat mereka masih menjadi keluarga yang harmonis, Liora tidak perlu repot-repot bekerja untuk bertahan hidup. Sekarang, semesta memang sedang menguji kesabaran keluarganya. Mendengar cerita dari Aretha saja membuat ulu hatinya terasa tercubit apalagi bila harus melihat langsung perjuangan Liora semenjak dirinya ditahan.

"Ayah, Retha mau nanya."

Rethanian mengangkat kedua alisnya.

"Tanya apa, sayang?"

"Ayah, kalau misalnya Retha ngajuin gugatan atas tuduhan kasus ayah diatas perjanjian gimana?"

Beliau tampak terhenyak. Hukum dinegara ini bukanlah main-main. Terlebih pihak teratas selalu menyalahgunakan kekuasaan. Meski tidak sedikit pula yang memiliki jiwa kejujuran dan keadilan seperti ayah Aretha, tapi tetap saja, mereka yang haus akan kebahagiaan dunia akan melakukan segala cara untuk mewujudkan nya.

Kamu akan menyukai ini

          

"Retha, ayah tanya baik-baik. Kamu ngga ngelakuin hal itu kan?"

Tidak perlu jawaban dari bibir Aretha, sebab diamnya anak itu sudah menjadi jawaban untuk Rethanian.

"Aretha, dulu ayah pernah diatas. Dikasih kepercayaan sama mereka, ayah kasih seluruh kepercayaan ayah sama mereka sampai hal itu terjadi, ayah bener-bener ngga percaya sama siapapun lagi selain kalian berdua."

"Tapi kan—"

"Perjanjian apa yang kamu ajuin?"

Aretha meremas ujung kaosnya gugup.

"Kalau ayah terbukti bersalah, maka hukuman tahanan seumur hidup jadi kosekuensi Retha."

Rethanian sejujurnya ingin marah, bukan sama Aretha. Melainkan dengan dirinya sendiri yang tidak bisa menahan keinginan anaknya. Lupa satu fakta kalau Aretha itu anak yang nekat.

"Kamu ngga harus ngelakuin itu Retha! Kamu tau kalau mereka bisa melakukan apa saja agar nama mereka tidak tercemar?!"

"Aku ngga mau ayah dituduh kaya gini. Ayah ngga salah!" jawab Aretha cepat.

"Tapi kamu ngga perlu ngelakuin ini, Retha! Siapa yang bakalan jagain mamah kamu kalau kamu sama-sama ditahan?!"

Aretha diam membisu.

"Jawab ayah Aretha!"

"Ya terus aku harus gimana?!" Aretha berteriak nyaring, berdiri menghadap ayahnya. "Aku harus diem aja ngeliat ayah di bully, di fitnah abis-abisan sama orang yang keji diluar sana?! Aku harus diem aja liat mamah ngga dikasih kerjaan karena suaminya yang mereka tau seorang koruptur?! Aku harus diem aja kalau mereka di sekolah ngatain aku?! Aku bukan singa yang terlahir disebuah kandang yang cuman nunggu dikasih makanan, aku ngga bisa liat mangsa aku bahagia didepan mata sedangkan posisi aku lagi kelaparan!"

Aretha benar-benar meluapkan seluruh emosinya yang sudah ia tahan sedari tadi. Rethanian terhenyak, menitikan air mata. Anaknya memang cerminan nya di masa lalu.

"Retha..."

"Ayah ngga akan pernah ngerti gimana reaksi mereka saat aku sama ibu keluar dari rumah, mereka mandang kita seolah-olah kita pembawa sial! Mereka ngejauh, bahkan kalau pun Aretha diperkosa ditengah keramaian Retha yakin mereka justru bahagia."

Rethanian menarik tangan putri semata wayangnya kedalam sebuah pelukan yang erat. Sambil tak henti menggumamkan kata-kata maaf karena merasa belum pantas untuk menjadi seorang ayah dan suami untuk mereka.

"Ayah ngga salah, ayah ngga perlu minta maaf. Mamah sama aku bangga punya ayah. Mereka aja yang jahat sama kita."

Mengulas senyum, mereka berdua kembali duduk. Terdiam beberapa menit. Sepertinya Aretha tidak tahu harus memulai obrolan dari mana. Sedangkan pikiran Rethanian kini sedang berkecamuk.

"Karena kamu terlanjur lakuin hal itu. Ayah bakalan kasih tau apa yang lebih gelap dari dunia kepemimpinan rakyat. Jaga-jaga supaya kamu bisa melawan mereka."

Aretha mengangguk mengiyakan.

"Ada sebagian orang baik seperti ayah yang dimanfaatkan oleh mereka. Mereka seolah-olah memasang benang disetiap tangan dan kaki kita, dalam artian menjadikan kita boneka mereka tanpa sadar. Dan ayah salah satunya."

"Ketika mereka berhasil kuasai semuanya, mereka ngga perlu repot-repot turun tangan. Kalau ada yang berbuat salah, mereka tinggal tayangin berita lain yang lebih menarik, jadi permasalahan mereka terkubur rapat. Dan menumbalkan orang yang ngga salah. Sekali lagi, ayah contohnya. Dibalik kasus ayah, ada kasus yang lebih keji juga tidak manusiawi, Retha. Sayangnya, pandangan orang-orang dan media hanya terfokus sama kasus ayah."

"Tunggu," Aretha menyela. "Ayah tau siapa dalang dibalik kasus ayah?"

"Ayah tau, cuman ayah nunggu waktu yang tepat."

"Siapa?!" Tanya Aretha antusias sekaligus geram.

Rethanian menggeleng, "belum saatnya. Kamu ngga bakal tau kalau kamu belum turun langsung."

"Kalau surat gugatan kamu udah disetujui dan sampai digedung utama, setiap gerak-gerik kamu akan terpantau sama mereka. Supaya mereka tau rencana kamu dan bisa jatuhin kamu semudah membalikan telapak tangan."

"Terus aku harus gimana?"

"Jangan tanya kalau kamu ngga tau. Tapi coba tanya kalau kamu udah tau."

Aretha terdiam berpikir. Kenapa omongan ayahnya jadi sama-sama membingungkan seperti omongan Edric juga teman-temannya?

"Maksudnya?"

"Maaf, waktu jenguk sudah habis." Seseorang berucap, muncul dibalik pintu ruangan.

Satu petugas menyuruh Rethanian berdiri, namun sebelum keluar beliau meminta waktu 30 detik saja untuk mengucapkan salam perpisahan. Untung saja petugas itu mengizinkan.

"Aretha inget satu pesan ini. Mereka suka memancing emosi orang-orang, sampai demo sekalipun. Tapi kamu jangan terpancing terlalu jauh, dibalik itu semua mereka punya siasat yang jauh di luar nalar."

"Ayah, Aretha harus gimana?"

"Semua jawaban ada disekitar kamu, Retha. Praktekan ucapan ayah waktu dulu, ayah percaya sama kamu."

Rethanian dibawa oleh petugas untuk kembali keruangan nya. Bahkan mereka belum sempat melakukan pelukan perpisahan.

Aretha menghela nafas, pikiran nya berkecamuk bingung. Tapi tiba-tiba pikiran nya memikirkan satu nama yang selama ini menghantui isi kepalanya.

Edric.

Saran Edric benar-benar dibutuhkan saat ini.





To Be Continue




Nahkan Edric nya belum muncul lagi. Edric dimana kamu nak 🙂 Aku lebih apresiasi orang yang spam komen mengenai isi cerita ini sama vote cerita ini. Terimakasih banyak! Kalian termasuk orang-orang yang bisa menghargai karya orang lain! GEN Z ✨

Btw, setelah aku baca ulang chapter ini sebelum di publish, kenapa kejadian nya mirip sama keadaan negara ini sekarang? Kaget 😭

Chapter selanjutnya di publish kalau perbandingan vote ini sama chapter sebelumnya ngga berbeda jauh, begitupun dengan chapter sebelum-sebelumnya. Chapter Zieus sama Gone and Suprise masih berbeda jauh, jadi updatenya ngga boleh terlalu sering biar Rank nya tetep di nomor satu hihi 😁

Sampai jumpa dilain hari

GENTZITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang