Kediaman Menteri Pertahanan.
Duduk Elang pada kursi besi putih di balkon rumah megah bak istana. Pistol revolver dan kotak hitamnya. Elang teringat kembali pada Sang Ibu .
"Anak berusia 5 tahun, dihadiahi sebuah senjata api? Apa tujuanmu, Bu?" gumam Elang seraya menggosok permukaan pistol revolver di tangannya.
Berdiri di samping Elang Sanjaya seorang pria berbusana rapi layakanya seorang agen rahasia Men In Black. Berkata dia dengan khidmat,
"Sebaiknya ..., jangan kau gunakan lagi benda itu, Lang," cetus Si Pria serupa Jean Claude Van Damme tersebut. Dia duduk di samping Elang dan menautkan jari jemarinya. "Itu seperti kutukan bagimu."
"Maksudmu?" kejar Elang, dan menghentikan kegiatannya menggosok pistol revolver-nya.
Si Pria serupa Jean Claude Van Damme itu tertunduk lesu ketika mengingat kembali kisah lama yang memilukan. Meski demikian, Si Pria serupa Jean Claude Van Damme itu tetap menceritakan kisah klasik senjata yang kini jadi milik Elang.
"Pistol itu awalnya milik Kakekmu, lalu diturunkan pada Ayahmu sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan baru. Barang siapa memiliki senjata api itu, dipastikan dia akan menjadi buas, lapar akan kekerasan." Ken-Jon meneguk air putih dalam gelas kristal. "Senjata itu akan terus menuntunmu pada kejahatan." Ken-Jon tampak murung. Lantas bercerita lagi, "Pamanmu terobsesi dengan senjata api itu, Lang. Dia bukan hanya menginginkan kekuasaan atas harta warisan Kakekmu, dia juga mengharapkan dapat memegang tampuk kepemimpinan di Negeri ini."
Elang terkekeh kecil. Geli sekali dia mendengar penuturan Ken-Jon yang baginya seperti sedang mendongeng itu.
Hampir tertawa, Elang berkata,
"Kau tahu aku, Om ... Apa aku terlihat seperti orang yang menginginkan kekuasaan?"
"Ya!" bentak Ken-Jon, dan langsung berdiri berkacak pinggang. Ditunjuk-tunjuknya wajah Elang. "Kau lihat kelakuanmu, Lang." Hampir menangis Ken-Jon saat ini. "Kau sudah terbius untuk terus menggunakan senjata api itu."
"Aku menggunakannya untuk alat kerja!" bantah Elang.
"Ya, itu maksudku, Anak Muda," cibir Ken-Jon. Ditariknya kerah baju Elang sampai Elang terangkat, lalu berdiri. "Bayangkan ... Sudah berapa banyak nyawa yang melayang karena benda keji itu?"
"Ratusan orang, Om," balas Elang. Elang menepis tangan Ken-Jon yang mencengkram kuat kerah baju Elang. "Bahkan aku berniat melenyapkan seribu nyawa orang biadap di pemerintahan."
"Perhatikan gaya bicaramu, Anak Muda ...!" tegur Ken-Jon. Tanpa berpikir ulang, Ken-Jon melepaskan cengkeramannya. "Kau telah dikuasainya. Buang benda terkutuk itu, Nak."
"Tapi ini pemberian terakhir Ibu, Om," rengek Elang, memelas dan penuh kepedihan terlihat dari raut wajahnya. Pistol dengan silinder yang mampu menampung 10 butir peluru itu digenggamnya erat, didekatkannya pada dada. "Aku bahkan lupa wajah Ibu. Benda ini pengobat rinduku pada Ibu, Om."
"Musuh mendekat, kawan minggat. Itulah kutukan yang menyertai senjatamu," demikianlah Ken-Jon bertutur kata, dongkol hati.
Seorang gadis bertubuh mungil dengan warna rambut merah tua berjalan mendekat. Tak Elang dan Ken-Jon duga kemunculan Si Gadis. Alangkah sinisnya Si Gadis berkata.
"Pak. Ken-Jon, sama Orang ini disuruh untuk menemui Bapak," katanya, kata Si Gadis, Elang ditunjuknya. Enggan betul Santi untuk sekedar menyebut nama Elang.
Elang tersenyum getir mendengar tutur kata Si Gadis. Baru saja kemarin dia mendapatkan kehangatan yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya dari Si Gadis. Sekarang situasi berubah 90 derajat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembak Dia!
Mystery / ThrillerKetika seorang Pembunuh bayaran ingin mengubah jalan hidupnya, dia dapati tak ada jalan mudah. Perjuangannya diliputi bahaya. Ini kisah tentang cinta, kasih sayang dan pengkhianatan. Mengandung unsur kekerasan. 17+ untuk itu. @rowi13