"Hi kak Arga! Ceweknya cantik ya, kok engga dikenalin sih."
Arga menatap malas adiknya yang sedari tadi menatapnya sinis dari meja pojok cafe. Sudah tahu apa yang diinginkan oleh Salsa, Arga segera mengeluarkan 5 lembar uang berwarna merah dari dompet kulitnya.
Dengan cepat Salsa merebut uang itu.
"Rahasia kakak aman." Ucap Salsa cengengesan sambil mengibaskan uang ke muka seakan uang itu adalah kipas.
"Kakak engga jamin, mulut kamu itu lemes kalo ada duit."
Salsa yang sedari berdiri langsung duduk di tempat dimana orang yang ia simpulkan sebagai caLon kakak iparnya duduk tadi.
"Cewek tadi kakak kenal dari siapa?"
Arga memicingkan matanya curiga, "Kamu engga bakal bocor beneran kan?"
Salsa mengangkat bahunya lalu duduk bersandar, "Tergantung uang suap berapa." Jawab Salsa santai.
Arga memutar bola matanya malas, ia kembali menyodorkan uang dan langsung diambil dengan senang hati oleh Salsa.
"Baru kenal tadi, salah ngenalin orang dia. Selebihnya kamu sudah tahu, kebiasaan nguping kamu ituloh. Dikira kakak engga tahu apa kamu pindah kursi ke belakang kakak! Heran punya adik kok modelan kaya kamu."
"Namanya juga kepo kak! Lagian jarang-jarang kan kakak deket sama cewek. Sekalinya deket malah ditikung."
"Kakak mau pergi ke kantor, bang Budi udah jemput kakak." Pamit Arga yang langsung ditanggapi Salsa dengan...
"Cewek tadi kakaknya temenku loh kak!"
Arga membalikkan badannya. Really? Dapat Arga liat seringai dari mulut manis adiknya. Berurusan dengan Salsa berarti harus merelakan uang banyak.
"Kak!"
Arga menghembuskan nafas perlahan, "Kenapa lagi?"
"Bayarin pesenan Salsa."
@@@
Suasana kampus yang sudah sepi di malam hari tidak menyurutkan keinginan untuk pulang, Alin sudah biasa berteman dengan sepinya malam, bahkan rumor hantu di kampusnya pun pernah ia temui, seperti hantu yang tertawa misalnya atau hantu yang menangis. Tugasnya sebagai wakil presiden BEM nyatanya memang membuatnya harus memaksanya tinggal lebih lama di kampus.
"Alin!"
Alin menoleh ke asal suara. Setelah kejadian ia salah orang yang berujung kesepakatan pernikahan moodnya jatuh sejatuh-jatuhnya. Ia tidak menyangka bahwa sebegitu ceroboh itu dia. Untung saja salah orangnya itu orang yang tampan, mapan, tajir coba kalau.... Oke jangan bayangkan. Alin tidak bisa membayangkan hal yang buruk di hari yang buruk.
"Engga pulang lin?"
Alin tersenyum manis, jaga image di depan senior tetap harus dipertahankan walaupun dia wakil presiden BEM di fakultasnya. Ya manner tetap nomor satu walaupun punya jabatan kan?
"Masih nunggu Bayu?" Tanya seniornya yang membuat Alin tertawa kecil.
"Ngapain nungguin mantan kak?" Yang ada gue keburu pulang kalo ketemu dia, lanjut Alin dalam batin.
"Masih setia tuh Bayu nungguin Lo, nyesel deh Lo sia-siain Bayu."
"Yang ada gue bersyukur karena udah putus, siapa yang mau sama cowo tebar janji kaya dia!" Tapi tentunya tidak diucapkan oleh Alin, ia hanya menganggukkan kepalanya. Malas meladeni senior yang sok tahu itu.
"Bukan Alin yang nyesel tapi gue, Sin." Sintya, si senior Alin langsung menampakkan raut muka keruhnya.
"Kayaknya gue bakal jadi obat nyamuk deh, gue balik dulu ya Lin!"
"Gue pulang dulu, Bay!"
Oke, senior itu sudah pergi. Alin segera membuang muka manisnya. Cape juga kalo hidup pakai topeng.
"Kamu belum pulang Lin?" Tanya Bayu.
"Buta Lo? Bisa liat sendiri kan gue masih disini?" Jawab Alin ketus. Heran dia dengan orang yang selalu basa-basi tanya seperti itu, sudah jelas di bukan di rumah ya berarti belum pulang lah.
Bayu yang sudah terbiasa dengan nada ketus Alin hanya bisa tersenyum miris, salahnya juga sih, "Ayok aku antar pulang, udah jam 9 malem ini." Ajak Bayu.
"Sorry gue bisa pulang sendiri."
"Engga baik cewek pulang malem lin. Mending aku anter pulang aja!" Saran Bayu.
"Hello! Lo siapa sih? Denger ya, mau gue pulang sendiri malem lah pagi lah itu terserah gue, lagian gue udah biasa pulang sendiri."
"Lin...."
"Sayang, kamu ngapain masih disini? Aku udah nungguin kamu di parkiran dari tadi loh!"
Astaga!
"Sayang?" Bayu menatap Alin meminta penjelasan dari gadis yang masih ia sukai itu.
Alin menghela nafas, kepala kadung ya sudah deh ceburin aja sekalian, "Kamu kok engga bilang mau jemput aku?"
Arga menahan tawanya, kalau boleh sekarang ia ingin mencubit pipi Alin, ia kelewat gemes. Seolah tersadar atensinya beralih ke arah Bayu yang masih belum mencerna apa yang terjadi.
"Halo! Temannya Alin ya? Saya calon suami Alin, makasih banget ya udah jagain jodoh orang." Ucap Arga
"Bayu, mantannya Alin."
Arga hanya ber-oh ria, cuma mantan mah bukan saingannya. "Nyesek engga mas, jadi penjaga jodoh orang beneran? Btw, makasih banget loh udah ngelepas Alin. Yok Lin! Saya ada jamal takut dimarahin Mama nih!"
"Lin, Lo yakin mau nikah sama anak Mama kaya gini?"
Arga mengernyit tidak suka ketika kata itu terdengar seolah mengejeknya. "Ya kalau saya bukan anak Mama terus anak siapa? Anak kamu? Idih ogah! Lin kamu kesurupan apa sih punya mantan kok modelannya kaya gini." Balas Arga.
Alin hanya bisa mengumpat dalam hati. Ini Arga niatnya mau bantu dia atau mojokin dia sih!
"Balik aja yuk! Engga usah debat lagi." Alin langsung menarik tangan Arga membuat mereka menjauhi objek bernama mantan pacar itu. Dalam perjalanan pulang hanya ada keheningan yang terasa. Tak ada satupun yang ingin membuka pembicaraan, Arga yang menyetir tentunya sudah terbiasa tidak pernah mengobrol dengan penumpang dan Alin yang sibuk dengan ponsel yang berulangkali bergetar.
Mobil yang dibawa Arga akhirnya sampai di depan pelataran rumah Alin, rumah megah yang kata Alin seperti neraka itu kini tampak ramai oleh orang-orang yang tidak diketahui oleh Alin. Ia ragu untuk turun. Firasatnya mengatakan kalau..............
"Engga mau turun Ya?"
Alin menolehkan kepalanya bingung, "Ya?"
"Nama kamu Dayana kan? Saya engga mau manggil kamu Alin, orang manggil kamu Alin saya mau jadi pembeda. Berani beda itu baik kan?"
"Kayaknya gue harus ngelurusin masalah gue sama Lo deh, gini ya tuan Arga yang terhormat. Gue minta maaf karena kecerobohan gue yang salah ngenalin orang tadi pagi dan sorry gue nolak ajakan Lo buat nikah sama Lo."
"Jadi kamu lebih milih nikah sama orang yang lagi ngobrol sama kakek kamu."
Alin mengerutkan alisnya, ia kemudian mengikuti arah pandang Arga yang kini melihat pria tua yang cocok menjadi pengganti ayahnya.
"Lo darimana Lo tahu kalo dia kakek gue. Lo nyelidikin gue?"
"Engga nyelidikin juga sebenernya, cuma kepo aja."
"Sama aja!"
"Beliau salah-satu anak buah saya yang sedang saya selidiki."
Alin kembali menatap Arga kaget, anak buah? Kasar banget ngomongnya kenapa engga bawahan saja atau karyawan! Protes terus Lin.
"Siapa? kakek gue?"
Arga menggeleng, "Orang yang dijodohin sama kamu,"
"Kalo kamu mau sama beliau, kita bakal ketemu lagi di persidangan dan tentunya bukan hanya nama kamu yang akan terseret." Lanjut Arga
"Lo ngancam gue?"
Arga tertawa keras, "Bukan ancaman sayangku, tapi peringatan. Dan lagi pria itu ayah dari mantan kamu tadi."
"Anjir!"
"Mulutnyaa manis banget siii." Ucap Arga sambil mencubit pipi tembem Alin yang langsung di tepis kasar oleh si pemilik pipi. Ia memang mendengar kalau orang yang disiapkan kakeknya itu memang sudah berumur tapi apa? Ayah dari Bayu! Gila, kaya dunia itu sempit.
"Kok lo bisa tahu sih, lo beneran engga nyelidikin gue kan? Kalo iya wah gue merinding sumpah."
"Saya sudah bilang loh tadi, saya lagi selidikin pak Bambang otomatis semua yang berkaitan sama beliau bakal sampe ke saya. Kecuali kamu sih, saya baru tahu kamu tadi siang."
"Jangan bilang kalo Lo..."
"Arga Putra Bramasta, anak dari pemilik perusahaan yang dijanjiin sama kakek kamu. Tenang aja saya engga bakal nuntut kamu asal kamu nikah sama saya. Toh semua bukti yang sudah saya kumpulin engga ada sangkut pautnya sama kamu tapi cukup buat nyeret keluarga kamu."
"Ini Lo beneran ngancem gue."
"Anggep saja begitu."
Alin keluar dengan cepat dari mobil Arga dan menghiraukan peringatan dari Arga, kalo gini caranya ya...
"Nah ini Alin, cucu kebanggaan Huang. Alin ini pak Bambang, calon suami kamu."
Oke, selamat tinggal pada malam yang indah!