Latihan kali ini selesai tanpa ada hasil.
Instrument lagu baru buatan Uenoyama masih dibatas lima puluh persen, dan belum ada satu baris lirikpun yang Mafuyu tulis. Padahal jadwal mereka mengisi acara di festival tinggal dua minggu lagi.
"Aku pamit," kata Uenoyama begitu selesai membereskan barang bawaannya. "Aku harus mampir dulu ke toko di stasiun, jadi aku pulang duluan."
"Oh, ok. Hati-hati di jalan," kata Haruki lalu menoleh pada Mafuyu yang masih diam di tempatnya hingga Ue pergi dari studio itu. "Mafuyu-chan, nggak pulang bersama Uenoyama?"
Mafuyu hanya menggeleng, lalu kembali sibuk membereskan barang-barangnya sendiri.
Haruki hanya menghela napas, sedangkan Akihiko sendiri memberi tanda untuk diam, membiarkan Mafuyu dan Uenoyama mendinginkan kepala masing-masing. Lagi pula, masih dua minggu lagi. Saat pertama kali mereka konserpun, jarak dua minggu adalah ketika Mafuyu dan Uenoyama sama-sama bermasalah, dan sekali lagi terulang. Jadi harusnya Uenoyama dan Mafuyu sendiri bisa belajar dari sikap emosional mereka dahulu.
Setidaknya itulah yang Akihiko harapkan. Lain cerita lagi jika dua anak muda itu masih tetap labil dan emosional.
"Hn, jadi belom move on juga ya."
Akihiko dan Haruki sontak mendelik, kaget karena Ugetsu dengan entengnya bicara.
"Uget-"
"Nggak masalah kok, hahaha," kekeh Ugetsu.
Akihiko langsung bangkit berdiri. Dia tahu sefrontal apa seorang Ugetsu, tapi pria itu lebih dulu bicara lagi, sambil menatap ke arah Mafuyu yang terdiam.
"Tapi yakin nggak mau kejar dia? Bisa jadi, kesempatan buat menyelesaikan masalahnya nggak akan datang lagi," kata Ugetsu sambil tersenyum dengan khas pada Mafuyu. "Ne?"
Tidak butuh lebh dari tiga detik untuk Mafuyu berlari keluar studio membawa tas dan gitarnya. Studio seketika hening, meninggalkan ketiga orang dewasa itu lagi-lagi bersama.
Ugetsu menoleh, tersenyum miring pada Akihiko yang menatapnya dengan tidak percaya.
"Kena-aihs! Aki! Sakit!" pekik Ugetsu saat Akihiko menarik pipi kanannya, tidak peduli sekalipun pemilik pipi itu protes kesakitan.
"Bisa-bisanya kau sefrontal itu," gerutu Akihiko, sambil masih mencubit pipi Ugetsu yang mulai memerah.
"Hee, memangnya aku salah di mana?" Ugetsu terkekeh setengah meringis.
Begitu Akihiko melepaskan cubitannya, Ugetsu langsung mengusap-usap pipinya yang nyeri sambil menatap sengit pada pria bertindik itu.
"Lagi pula, benarkan kata-kataku?" tanya Ugetsu. "Aku memang cuman sekedar tahu, tapi dulu anak itu juga nggak menyelesaikan masalahnya dengan mantannya yang meninggalkan?"
Akihiko menghela napas, lalu mengangguk singkat. Karena kata-kata Ugetsu memang benar.
"Berterimakasihlah, karena aku mungkin sudah membuat bandmu tidak jadi berantakan!" Ugetsu terbahak meledek Akihiko.
"Ya ya ya."
Dan interaksi kedua orang itu terpampang jelas di depan mata Haruki, yang sekali lagi tau diri bahwa dia ... tidak punya tempat di hati Akihiko.
**
'I wanna see the sunrise and your sins.. just me and you..'
Uenoyama tahu, mengharapkan Mafuyu mengejarnya adalah hal yang mustahil. Tapi saat suara yang sangat dia kenal itu memanggilnya dengan kencang, bahkan lebih keras dari suara lagu di earphone yang sedang Ue pakai, Uenoyama mulai merasakan apa itu yang namanya ... harapan.
"Mafuyu?"
Pemuda yang beberapa inchi lebih pendek darinya itu tertunduk sambil terengah-tengah. Jelas sekali jika Mafuyu berlari untuk mengejar Ue sampai ke jembatan penyeberangan.
"Uenoyama-kun."
Begitu Mafuyu mendongak, Uenoyama seketika terdiam.
Tatapan itu ... tatapan yang sama ketika mereka di konser.
Tatapan penuh ketakutan yang selama ini tidak bisa Mafuyu tunjukkan.
"Mafu-"
"Jangan pergi," potong Mafuyu cepat.
Uenoyama bahkan tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan kemungkinan jika orang-orang yang juga berlalu-lalang di jembatan penyeberangan itu melihat mereka saat tangan Mafuyu terulur, meraih salah satu tangan Ue dan menggenggamnya kuat.
"Kalau aku biarkan, nanti akan terlambat lagi...." Suara Mafuyu pelan, tapi bergetar dan terdengar jelas di telinga Uenoyama.
Uenoyama sadar ... dia melakukan kesalahan. Karena membuat luka lama Mafuyu terbuka kembali dengan lebih menyakitkan.
"Mafuyu ... aku-"
"Aku nggak mau sendirian. Aku nggak mau kehilanganmu lagi!"
Dan langit sore semakin memerah. Semakin sedikit pula orang-orang di jembatan penyeberangan itu. Jadi tidak ada yang melihat ketika Uenoyama mengambil salah satu earphonenya, lalu memasang benda itu di telinga kiri Mafuyu.
'..But you'll never be alone
I'll be with you from dusk 'till dawn
I'll be with you from dusk 'till dawn
Baby, I'm right here..'
Mafuyu tersentak ketika Uenoyama mendekat. Wajah mereka sangat dekat, tapi pemuda itu tidak menciumnya, melainkan menempelkan kening mereka berdua.
"Asal kau tahu, selama ini aku selalu bersamamu," kata Uenoyama tertahan. "Kalau kau benar-benar melihatku sebagai Uenoyama Ritsuka, harusnya kau tau aku tidak pernah meninggalkanmu. Tapi tadi kau berkata lagi. Siapa orang yang kau maksud itu, Mafuyu? Aku atau sosok Yuki-mu yang kau lihat di dalam diriku?"
Dan senja perlahan menghilang, tidak menyisahkan sedikitpun cahayanya. Sama seperti Yuki yang meski sudah pergi, tetap saja tidak menyisahkan sedikitpun tempat bagi Uenoyama di hati Mafuyu.
Uenoyama melangkah mundur, melepas earphonenya dari telinga Mafuyu, lalu berbalik dan melangkah pergi.
Melukai Mafuyu memang membuat Uenoyama sakit. Tapi dia tidak bisa acuh dengan lukanya sendiri.
**
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Heather - GIVEN Fanfiction
FanfictionUenoyama tahu jika Yuki itu penting bagi Mafuyu. Tapi perlahan dia sadar, selama ini Mafuyu mencari sosok Yuki pada dirinya. Jadi yang sebenarnya Mafuyu cintai itu dirinya sendiri atau dirinya yang seperti Yuki? ---- "Mafuyu?" "Jamnya," kata Maf...