Chapter Satu

52.6K 5.1K 1.8K
                                    

"Masnya bisa dilepas lagi nggak senyumnya? Kurang lebar soalnya jadi kurang bagus hasilnya. Sama jangan terlalu tegang, rileks. Berdirinya juga jangan kejauhan gitu, agak merapat. Dibawa  enjoy aja, ya, jangan kaku kayak gitu."

"Udah halal kok, Mas. Dipegang aja pinggang istrinya biar kesan romantisnya dapet. Nggak usah malu-malu."

"Senyum, Mas. Hiiii."

Damian berdiri kaku menatap tidak suka pada fotografer yang sedari tadi begitu cerewet mengaturnya.  Telinganya sudah panas mendengar intruksi tidak penting itu. Kenapa harus seribet ini hanya untuk mengabadikan momen pernikahannya? Damian yang memang selalu mati gaya setiap kali di depan kamera, sudah tidak nyaman. Terlebih ada banyak orang yang seperti tengah menertawakan ekspresinya. Lihat saja Daniel yang tengah terbahak paling keras dan beberapa kali mengolok-oloknya.

"Damian."

Mendengar namanya dipanggil, dia melirik ke samping dan menatap perempuan dengan gaun putih yang berdiri di sisinya. Perempuan itu nampak gelisah. Kegelisahan yang dia tahu karenanya. "Apa?" tanyanya begitu malas.

"Kalau kamu pengin cepet selesai, mohon kerjasamanya. Ikutin arahan fotografernya. Sekali aja senyum, habis itu udah. Selesai," balas Arabella dengan suara pelan agar tidak dicuri dengar oleh yang lain.

"Alay."

Arabella meremas gaun putih yang dia kenakan. Respons singkat dan ekspresi yang tengah Damian pasang membuatnya frustrasi. Harus bagaimana lagi dia memberi pengertian pada pria itu. Sejujurnya Arabella tidak masalah jika sesi pemotretan ditiadakan. Hanya saja sesi ini permintaan banyak pihak yang menginginkan momen berharga ini diabadikan. Arabella tidak kuasa menolak, terlebih dia tidak memiliki alasan masuk akal untuk menolak ini. Matanya kembali melirik Damian. Rasa cemasnya semakin menjadi saat mendengar Damian diolok-olok karena tidak bisa tersenyum dan terlalu kaku oleh Daniel dan sahabat-sahabatnya.

"Sekali lagi, ya? Tangan masnya rangkul pinggang istrinya. Senyumnya jangan lupa, biar makin bagus hasilnya."

Fotografer kembali memberikan intruksi. Dari wajahnya, pria itu nampaknya sudah cukup lelah menghadapi client-nya yang sekaku robot dan minim ekspresi
Sang fotografer kembali menghela napas. Lelah sekaligus kesal. Hasil bidikan kameranya tidak berubah, masih sangat jauh dari apa yang diinginkan. Ekspresi datar yang ditunjukkan mempelai pria membuat hasil jepretannya terlihat kurang menarik. Dia menarik napas dalam-dalam. Harus dengan cara apa lagi dia menjelaskan pada objek kameranya agar bisa tersenyum dan tidak sekaku itu. 

Melihat situasi aneh di hadapannya, Daniel pun mengambil peran. Pria itu mendekati kakaknya yang perlu mendapat edukasi  sekaligus pancingan darinya. Daniel sudah tahu apa yang harus dilakukan. "Gue contohin. Lo perhatiin baik-baik," ucapnya setelah menepuk pundak kakaknya. Daniel berdiri di antara Damian dan Arabella. 

"Senyum tuh gini." Daniel menerbitkan senyum terbaiknya. Memamerkan giginya saat tersenyum lebar.

"Terus gini biar kayak pengantin umumnya, mesra," sambungnya. Tubuhnya merapat ke tubuh Arabella. Satu tangannya merangkul pinggang ramping perempuan di sampingnya. Dia pun menginstruksikan pada fotografer untuk mengambil gambar. Tidak cukup dengan satu gaya, Daniel mencontohkan beberapa gaya dan menjelaskan secara detail tentang bagaimana melakukan gaya-gaya itu. Untuk urusan ini, kemampuannya tidak perlu diragukan. Dia jauh lebih berpengalaman dengan perempuan dibandingkan kembarannya.

"Cukup!" Suara tegas Damian menghentikan Daniel.

"Hapus semua foto Daniel dan Arabella tadi. Sekarang foto saya dan Arabella," intruksi Damian pada fotografernya. Pria pun mendekati Arabella. Tanpa diminta, Daniel menjauh. Memberikan ruang pada kakaknya yang terlihat lucu saat cemburu. Daniel tentu paham jika Damian tengah cemburu padanya dan Arabella yang terlihat begitu intim. Sekalipun Damian selalu menyangkal, Daniel tidak bisa dibohongi. Sebagai orang yang berpengalaman, Daniel bisa tahu perasaan Damian lewat bahasa tubuh yang pria itu tunjukkan. Sinyal cemburunya terlalu kuat.

DamianWhere stories live. Discover now