Flashback onTaehyung menatap Namjoon yang tengah duduk di hadapannya dengan pandangan harap-harap cemas. Entahlah, firasatnya seperti tak baik tentang hal penting yang akan lelaki itu sampaikan.
"Kau mendapatkan informasi apa, hyung? Seok Jin hyung bilang itu sangat penting. Benar begitu?"
Namjoon mengangguk mengiyakan, setelah meletakkan cangkir kopinya di atas meja "Begitulah. Aku juga awalnya tak menduga hal ini." Namjoon menggantungkan ucapannya.
"Ayo katakanlah, hyung! Berhenti membuat ku penasaran."
Namjoon memperbaiki posisi duduknya, lalu menatap Taehyung dengan intens "Kau tahu keadaan keluarga sekretaris mu yang sebenarnya, Tae?"
"Maksudnya?"
"Kurasa hubungan antara Joohyun dengan appa nya tak harmonis."
Taehyung menyerngit heran, tak mengerti dengan perkataan lelaki yang memiliki marga yang sama dengannya ini.
"Katakanlah yang jelas, hyung. Aku tak mengerti dengan apa yang kau katakan."
Namjoon melirik sekilas jendela yang menampilkan meja kerja Joohyun tanpa ada sosoknya disana, dan kembali lagi menatap wajah penuh penasaran Taehyung.
"Kau kenal anak lelaki autis yang selalu bersama dengannya?" Bukannya mejelaskan informasi pentingnya pada Taehyung, Namjoon malah mengajukan pertanyaan yang membuat sang sahabat kembali menyatukan kedua alisnya.
"Bagaimana kau mengenal Jinyeong?"
"Dia adiknya Bae Joohyun, sekretaris mu, kan?"
Taehyung mengangguk kecil "Eoh. Bagaimana hyung tahu?"
"Aku dapat informasi ini dari sumber yang dapat dipercaya, Taehyung-aa. Kau tahu, publik tak mengetahui jika Jinyeong itu anak dari tuan Bae. Bahkan yang lebih parahnya lagi, Joohyun-ssi sudah tak berhubungan lagi dengannya. Dia sudah lama tak tinggal di rumah keluarga Bae." Jelas Namjoon, membuat Taehyung terdiam dengan pandangan yang mengarah ke meja kerja Joohyun.
"Hyung yakin?" Tanya Taehyung, tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tentu. Tapi aku tak mengetahui penyebab renggangnya hubungan mereka, Tae. Sulit mencari informasi tentang keluarga sekretaris mu itu. Keluarga mereka begitu di selimuti rahasia."
Taehyung tak menanggapi ucapan Namjoon. Ia tengah fokus pada pemikirannya sendiri saat ini.
Flashback off
"Ayo berpisah, Taehyung."
Dua kata dari Joohyun, begitu berdampak besar pada kerja tubuh Taehyung. Lelaki itu menegang sesaat dengan pandangan yang tak luput dari wajah Joohyun.
"Jangan bercanda, Joohyun-aa." Ujar Taehyung akhirnya dengan tawa renyahnya. Ia kini berusaha untuk tak menanggapi dengan serius perkataan sang istri.
"Apa aku terlihat bercanda sekarang?" Ujar Joohyun, membuat Taehyung menatap lurus ke dalam manik indahnya.
Benar. Joohyun sedang serius. Tapi mengapa Taehyung ingin menampik hal itu?
"Kau sedang tak enak badan, jadinya berkata seperti itu. Ayo masuk! Disini udaranya sangat dingin."
Saat hendak menarik tangan Joohyun untuk ia ajak masuk ke dalam kamar, Taehyung langsung mendapatkan penolakan. Tangannya di hempaskan oleh istrinya tersebut.
"Ceraikan aku!"
"Kenapa kau dengan mudahnya mengatakan itu? Ingatlah kita sudah berjanji sehidup semati di hadapan tuhan, Joohyun." Taehyung berusaha mengontrol dirinya untuk tak terbawa emosi.
Joohyun memejamkan kedua matanya sebentar dan kembali menatap Taehyung "Semuanya sudah berakhir. Aku tak mau lagi menyusahkan hidupnya, Taehyung. Tolong lepaskan aku!" Lirih Joohyun di akhir kalimatnya.
"Tidak. Aku tak akan melakukannya hanya karena masalah mu dengan abeo-nim," Taehyung menjeda ucapannya menatap lurus ke arah netra bening Joohyun.
"Aku tahu hubungan mu dengan beliau tidak baik. Tapi tolong, jangan tinggalkan aku karena itu, Joohyun-aa." Tambah Taehyung terdengar frustasi.
Hati Joohyun terasa nyeri mendengar nada memohon Taehyung.
"Kau benar. Hubungan kami tak baik. Bahkan sudah lama. Saat aku berada di atas altar waktu itupun atas perintahnya. Kau sudah mengetahui semuanya, tapi kenapa masih mau mempertahankan ku? Aku ini menikah denganmu agar Jinyeong bisa bebas dari belenggu brengsek itu, Taehyung. Aku dan si biadab itu hanya memanfaatkan mu." Joohyun berusaha untuk menahan gejolak dalam dadanya saat menjelaskan itu.
Taehyung menggenggam tangan kanan Joohyun begitu erat. Ia ingin turut merasakan rasa sakit yang wanita itu rasakan.
"Kalau begitu, kau bisa terus memanfaatkan ku. Aku rela, Joohyun-aa. Karena itu, tolong jangan pernah ucapkan kata itu lagi. Aku sudah berjanji pada Jinyeong untuk menjagamu dalam keadaan apapun. Tolong bantu aku menjaga janji itu!" Ujar Taehyung dengan linangan air mata.
Joohyun sudah tak bisa menahan air matanya lagi, ketika Taehyung berkata ia ingin menepati janji yang dirinya buat dengan sang adik. Apa Jinyeong sudah menyiapkan segalanya sebelum pergi? Remaja laki-laki itu bahkan benar-benar telah menyarankannya sepenuhnya pada Taehyung.
Kenapa rasanya Joohyun semakin tak bisa melepaskan Jinyeong jika terus begini? Hatinya merasa tak sanggup melakukan hal itu.
🌷🌷🌷🌷
Soobin menatap sendu bangku yang biasanya di duduki oleh Jinyeong, sebelum anak itu pindah sekolah. Ia biasanya tak merasakan perasaan semacam ini, walau saat teman berkebutuhan khususnya itu pindah.
Namun sekarang, Soobin merasa begitu kehilangan sosok Jinyeong. Remaja laki-laki Choi itu tahu hanya dirinya teman yang di miliki oleh Jinyeong. Karenanya, Soobin merasa belum berusaha keras menjadi teman yang baik untuk Jinyeong.
Tak jarang, Soobin seperti melihat Jinyeong yang tengah duduk di kursi yang sempat anak itu tempati dan melihat ke arah dirinya dengan pandangan memohon.
Entahlah, Soobin juga tak bisa mengartikan tatapan Jinyeong. Walaupun hanya halusinasinya saja.
Siswa-siswi lain yang buru-buru duduk di meja mereka masing-masing menyadarkan Soobin, bahwa sang guru sudah memasuki kelas.
Pria tampan di depan sana meletakkan kardus cukup besar di atas meja, dan beralih menatap para remaja di depannya.
"Kalian sudah siap bertempur? Sseam harap kelas ini bisa menguasai tabel peringkat atas di ujian akhir nanti."
Sebagian siswa mendesah pasrah. Wajah-wajah yang di tekuk itu membuat sang guru tertawa kecil.
"Jangan jadikan beban, semuanya. Kalian semua pasti lulus dengan nilai yang memuaskan. Sseam percaya itu." Ucapan pria tampan tersebut bukannya membuat para siswanya tenang, malah semakin terlihat gusar. Ujian akhir yang akan berlangsung seminggu lagi membuat para siswa tingkat akhir harus ekstra belajar. Tidak di sekolah maupun di rumah, mereka semua di tuntut untuk selalu belajar.