part 14. Bagas dan om harto

736 113 17
                                    

Komen ya. Nggak papa nggak ngasih bintang. Ntah kenapa aku lebih senang kalian komen dan mengekspresikan diri kalian untuk cerita ini. Thanks

o0o

Lama Deva dan Bagas bicara di meja itu, mereka akhirnya beriring menuju tempat papa mamanya Deva. Deva kira, hanya orang tuanya saja disana. Tetapi ada papanya Bagas, seorang pembisnis yang hebat kalau menikah dengan artis yang terkenal---Mamanya Bagas.

"Kalian saling kenal?" Papa Bagas memulai obrolan pertama sejak mereka tiba di meja itu.

"Iya Pa, udah tiga tahun satu kelas terus," jawab Bagas sambil menjatuhkan bokongnya di kursi samping Deva.

Papa Deva nampak tersenyum lebar menatap mereka berdua. "Bukankah ini hal yang baik, bukan begitu pak?" Andres bertanya kepada papa Bagas dengan alis yang terangkat.

"Tentu saja, apalagi jika hubungan ini serius."

Deva menatap Papanya dan Om Harto--papa Bagas, bergantian. Maksudnya apa? "Bagas dan Deva hanya temanan Pa," ucapan Bagas membuat Deva sadar jika mereka ingin mecocoklogi kan Deva dan Bagas. Enak aja!!

"Ya itu, temanan dulu. Nanti kalo sudah dewasa baru menikah." Deva berdecih lirih ketika Papanya dengan the point mengucapkan itu kepada Bagas.

"Ah, nggak Om. Deva juga udah punya pacar."

Deva ingin memukul kepala Bagas, kenapa harus bilang punya pacar segala sih. "Deva punya pacar!?" Kali ini Kirana pula yang nimbrung.

"Ah--itu, kayaknya Tante." Bagas yang mengerti suasana pun berusaha bercanda jika yang ia katakan adalah bohong.

"Bagus itu, Deva tidak saya bolehkan pacaran. Bukan apa, hanya saja itu tidak baik." Kirana berkata lembut pada Bagas dengan senyum yang ia berikan pada Deva. Keibuan sekali senyuman nya.

Tapi sayangnya, Deva tidak menikmati senyum itu. Papa Mamanya hanya bersandiwara agar terlihat harmonis di depan Om Harto dan Bagas. Selebihnya, ia tau itu cuma muka kedua mereka.

"Sebaiknya kalian mengenal lebih dalam lagi, kalian bisa membuat hubungan kedua keluarga dan perusahaan menjadi baik," ucap Andres--papa Deva dengan enteng.

Bagas tidak menanggapi melihat Papanya juga setuju dengan usulan Andres. Begitupun Deva, ia sebenarnya tidak peduli. Tapi lama-kelamaan geram juga ketika mengerti maksud papanya ini.

Suasana kembali rame, diisi dengan senyuman bahagia. Tapi tidak dengan Deva, semenjak papanya seakan-akan menjodohkannya dengan Bagas. Deva merasa geram dengan sikap ayahnya ini.

Perjalanan pulang, mungkin sekitar jam sebelas malam. Suasana mobil mendadak rame setelah Papanya membuka obrolan pertama. "Papa harap kamu bisa lebih dekat lagi dengan anaknya Harto."

Deva yang duduk di belakang sambil menscroll beranda ignya, mendongak menatap Papanya. "Kenapa Pa? Papa nggak denger Bagas tadi bilang kalau kita itu cuma temanan!"

Papanya sedikit tersenyum miring. "Kamu nggak tau betapa Bomnya kedua perusahaan ini jika digabungkan? Bergunalah sedikit jadi anak."

"Apa susahnya dekat dengan Bagas. Goda sedikit cowok seperti itu juga akan luluh kok," lanjut Papanya dengan senyuman miring andalah pria itu.

"Pa! Stop buat hidup aku kayak gini! Papa sadar nggak sih apa yang Papa bilang itu?"

Deva melihat ke jok depan, Mamanya menatap Papanya dengan kepala yang menggeleng seolah menghentikan lanjutan percakapan ini.
Tapi tidak, papanya malah melanjutkan.

"Kamu itu dari lahir nggak pernah berguna! Sekali-kali berguna dong buat saya. Apa salahnya pacaran dengan anak Harto itu. Udah bodoh, malah diajarin nggak mau!"

AKSA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang