6

72 6 0
                                    

"Nathan! Ini kan jalan ke rumah kamu bukan ke rumah aku!" protes Fayya.

"Emang"

"Kan tadi aku bilang pulang!" bantah Fayya ketus.

"Kamu gak bilang pulang kemana, rumah aku kan juga rumah kamu. Jadi aku gak salah dong ajak kamu kesini" jawab Nathan tak mau kalah.

Fayya berdecak sebal.

Nathan mendekati wajah Fayya

Cup

Nathan memberikan ciuman singkat di bibir merah Fayya.

"Udah gak capek kan?"

Pipi Fayya memerah, tidak tahu kenapa kini wajahnya terasa sangat panas, seperti terbakar. Mungkin ini efek dari rasa gugup yang berlebihan.

"Tadi katanya capek, biar capek kamu hilang aku cium deh" Nathan tersenyum, kemudian keluar dari mobil.

"Mau turun sendiri atau aku gendong?"

Tanpa jawaban Fayya langsung turun dari mobil dengan muka kesal sekaligus senang. Sementara Nathan masih setia berdiri memegang pintu mobil dan menutupnya setelah Fayya keluar.

"Wah non Fayya sama den Nathan udah dateng, kebetulan banget makanannya udah siap" sapa bi Inah.

"Ini?"

Tanpa menunggu Fayya melanjutkan kalimatnya Nathan sudah tahu apa yang di maksud Fayya, "Iya itu buat kamu, tadi aku udah pesen ke bibi biar siapin makanan buat kamu"

"Yaudah kalo gitu, bibi ke dalem dulu" pamit bi Inah.

"Makasih bi" balas Nathan.

"Yuk" Nathan mengajak Fayya duduk di kursi makan. Fayya dan Nathan kini duduk bersebelahan, ia sangat tidak suka jika harus duduk berhadap hadapan dengan Fayya. Bagi Nathan ia akan merasa jauh dengan Fayya bila duduk seperti itu, karena ada meja di tengah tengah yang akan menghalangi jarak diantara mereka.

"Tadi papa kamu gimana?" tanya Fayya.

"Kalo lagi makan gak boleh ngobrol"

"Kan kamu sekarang gak makan" cibir Fayya gregetan.

"Lanjut makan atau aku cium?"

"Ishh" gumam Fayya.

Sedari tadi Nathan tidak ikut makan, karena memang sebelum pulang, mata pelajaran terakhirnya kosong jadi ia pergi ke kantin dengan Laskar dan Arsen. Sekarang ia sedang memandangi Fayya yang asyik mengunyah makanannya.

Nathan memiringkan badannya ke arah Fayya, dengan posisi tangan kanan ke atas meja dan tangan satu lagi menopang dagunya.

"Ehh" Fayya kaget tiba tiba jari Nathan mengarah ke ujung bibir Fayya.

"Belepotan banget, kayak anak kecil aja" ucap Nathan sambil mengusap ujung bibir Fayya.

Fayya yang diperlakukan seperti itu hanya diam. Inilah kelemahan Fayya jantungnya selalu berdebar tidak karuan saat diperlakukan manis oleh Nathan. Padahal hampir setiap hari Nathan begini, namun entah kenapa ia selalu merasa gugup seperti baru saja menjalin hubungan dengan Nathan.

~~~~~

Sekarang mereka sedang berada di sebuah kamar yang super mewah. Dinding yang berwarna putih dipadu padankan dengan berbagai macam perabotan mewah, sungguh kamar ini terlihat sangat menawan namun tetap elegan nan santai.

Fayya dan Nathan sedang asyik melihat film kartun. Ya, tentu saja kalo bukan demi Fayya ia tidak akan mau melihat film kekanak kanakan begini.

Fayya duduk di atas tempat tidur Nathan yang berukuran kingsize. Fayya menyenderkan punggungnya di sandaran tempat tidur sambil meluruskan kaki ke depan. Sementara Nathan duduk di sebelahnya.

"Agak sanaan" pinta Nathan agar Fayya sedikit menjauh dari Nathan.

Fayya pun menggeser tubuhnya agak jauh dari Nathan.

"Eh" Fayya kaget, Nathan tiba tiba meletakkan kepalanya di pangkuan Fayya.

Nathan mengangkat salah satu tangan Fayya. Membiarkannya jatuh di kepalanya. "Elus elus dong sayang" ucapnya dengan tatapan memohon.

Fayya mengangguk menuruti permintaan Nathan. Tak lama kemudian, terdengar suara dengkerun pelan, pertanda Nathan sudah tertidur pulas setelah sedari tadi kepalanya dielus pelan oleh Fayya.

Fayya tersenyum sambil memandangi wajah Nathan yang penuh bekas luka itu , tadi Fayya sudah mengobati dan mengompresnya setelah makan. Nathan terlihat begitu nyaman tidur dipangkuan Fayya. Sebenarnya ia merasa kakinya sudah mulai keram, tapi Fayya tidak tega jika harus mengangkat kepala Nathan dan memindahkannya ke bantal.

Possesive BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang