ADH 18 ✓

24.6K 1.6K 176
                                    

Terimakasih untuk 65 vote dan 20 komen di bab sebelumnya! Aku enggak nyangka cepet banget, dan maaf telat update😭 kemarin ada pekerjaan mendadak.
🙏🤧

😁 I'm really happy for that❤️😍

So, happy reading guys!

🌼🌼🌼

Syafakallah

Doa tidak mampu memperbaiki hati yang hancur, tetapi doa mampu mengobatinya menjadi sumber kekuatan dan penenang hati.

(Syarifah Lily Alaydrus)

***

Mahdia terdiam melihat bangunan rumah sakit di hadapannya. Hatinya menjadi ragu bagaimana reaksi keluarga Hadid jika dia ke sana.

“Zaveera, nanti Khalisya gimana? Kan anak di bawah lima tahun enggak boleh masuk.” Mahdia mulai beralasan sembari mengelus kepala putrinya yang masih tertidur.

“Aku di sini aja, Mbak, nemenin Khalisya. Kasian kalau ditinggal,” ucap Zaveera lalu kembali berjalan menuju jok kemudi.

“Beneran, nih?” tanya Mahdia basa-basi. Sebenarnya dia memang tak ingin Zaveera ikut ke dalam. Takut ada kejadian yang kurang mengenakkan harus dilihat Zaveera.

“Iya, Mbak. Udah sana, Mbak masuk aja.”

“Ya udah, Mbak masuk dulu, ya. Titip Khalisya.” Perlahan Mahdia membuka sabuk pengaman dan berjalan menuju lobi rumah sakit.

***

Meidina menatap Hadid yang masih terbaring lemah, apalagi saat dia ditelepon Syifa tadi, kondisi Hadid kembali memburuk. Namun, Meidina keluar kamar Hadid setelah mendengar keributan. Ternyata Nadia sedang berbicara dengan Mahdia dengan suara keras.

“Mbak Nad?” panggil Meidina mengalihkan perhatian Nadia.

“Aku yang meminta dia kemari,” kata Meidina, membuat semua keluarga Hadid yang berada di sana terkejut.

“Apa katamu? Kamu yang memberi tahu dia dan mengajak dia ke sini?” Nadia tak percaya atas apa yang sudah dilakukan adik iparnya.

“Iya, Mbak,” jawab Meidina berjalan ke tengah-tengah antara Nadia dan Mahdia.

“Masuklah ke sana, Mahdia,” lanjutnya, terdengar memerintah.
Mahdia berjalan menuju kamar Hadid dengan tertunduk. Dia tahu benar keluarga Hadid tidak menyukainya. Terutama kakaknya Hadid, Nadia.

Firasat Mahdia memang benar-benar terjadi. Untung saja dia meminta Zaveera untuk tetap berada di mobil. Kalau tidak, gadis itu pasti akan mendengar caci maki dari Nadia.

***

Mahdia menatap pintu kamar Hadid, entah kenapa dia merasa aneh sendiri.

“Bismillāhir-rahmānir-rahim, as-salāmu‘alaikum.” Dengan sedikit gemetar, Mahdia membuka pintu. Setelah melihat keadaan Hadid, entah kenapa matanya berkaca-kaca.

“Ya Allah,” kata Mahdia memegang ranjang Hadid dan berjalan pelan. Dia merasa seperti kehilangan tenaganya.

“Mas Hadid.” Tangis Mahdia pun pecah tanpa bisa dibendung lagi.

“Maafin aku, Mas.” Suaranya terdengar tercekat. “Mas, ini aku Mahdia. Bangunlah, aku mohon. Aku janji enggak pergi dari kamu asalkan kamu bangun.” Mahdia menggenggam tangan Hadid penuh penyesalan.

Antara Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang