51. Mental Disease

8.1K 912 171
                                    

Perlahan, kelopak matanya bergerak-gerak. Hingga akhirnya kedua hazel yang tersembunyi disana mulai terlihat. Jernih, dan mengerjap lucu.

Jennie disana, bersama kedua orangtuanya yang tersenyum senang.
Mereka memperhatikan Lisa yang sepertinya masih kebingungan karena baru membuka mata.

"Lisa-ya." Gadis itu bergumam pelan. Tangannya terangkat, berniat untuk memberikan usapan pada kepala sang adik. Namun tidak di sangka, Lisa malah terlihat ketakutan sampai terduduk kasar, bahkan sampai memundurkan tubuhnya menjauh. Menghindari sentuhan Jennie, yang entah apa sebabnya.

"Li--"

"Mianhae Unnie. Mian. Jangan memarahi Lisa lagi. Lisa tidak nakal Unnie." Gadis berponi itu mencengkeram selimutnya kuat-kuat, memandang penuh gelisah pada sang kakak.

Jennie terdiam. Tangan yang semula di udara ia turunkan. Kedua orangtuanya menyaksikan, dan tentunya terkejut melihat tingkah aneh Lisa yang seperti itu.
Mereka sampai tak bisa berkata-kata.

Hingga kemudian, seseorang terlihat memasuki ruangan Lisa dengan senyum merekah. Dia Rosé, yang sepertinya telah menyelesaikan makan siangnya.

"Unnie. Lisa sudah bangun?," Rosé membelalakan matanya, lalu bertanya penuh antusias saat mendapati gadis berponi yang sudah bangun disana.
Tak menyadari, jika kakak tirinya bahkan tidak menjawab pertanyaannya.

Dirinya mendekati Lisa, ingin sekali memeluk gadis itu. Namun, ia mulai menyadari sesuatu. Seperti ada yang aneh sekarang.

"Mianhae. Unnie. Jangan marah lagi." Lisa berkata aneh lagi, air mata pun mulai turun pada pipinya dengan perlahan.

"Lisa-ya. Gwaenchana?,"

Rosé bertanya penuh khawatir.
Ia genggam bahu gadis itu, sehingga membuatnya kini beralih menatapnya. Bisa di lihat, mata Lisa mulai memerah seperti sekuat tenaga menahan untuk tidak menangis.

"Hey. Kau kenapa?," Rosé mulai panik, ia menatap kedua orangtuanya bergantian. Namun mereka tetap diam.

"Meosowayo. Hiks~" gadis berponi itu langsung memeluknya erat-erat. Berujar lirih dan langsung menangis.
Barulah, Taeyang dan Dara tersadar.
Keduanya segera berlari keluar untuk memanggil Dokter.

Sementara Jennie, ia tetap bungkam, memilih memperhatikan Lisa dengan air mata menggenang.

Ia khawatir, dan merasa takut.

Rosè terus mengusap punggung Lisa, berusaha agar gadis itu menghentikan tangisannya. Jika terus seperti ini, dirinya juga akan ikut menangis.

"Uljima. Eoh? Aku disini. Lisa-ya."

"Aniya. Lisa nakal. Unnie benci padaku. Hiks- hiks~"

Jennie menengadahkan wajahnya ke atas, mencoba menghentikan air matanya yang terus saja turun.
Dadanya sakit, sebenarnya ada apa dengan Lisanya?

*******************

"Skizofrenia hebefrenik.."

Dokter wanita itu menyodorkan map pada Taeyang, disana berisi tentang hasil tes dari pemeriksaan Lisa beberapa waktu lalu.

Kamu akan menyukai ini

          

"Bisa juga disebut skizofrenia disorganisasi. Tipe skizofrenia ini seringkali menampilkan adanya perubahan perilaku ke arah primitif, kekanak-kanakan misalnya, dan tidak terstruktur." Dokter bernama Bae Suzy itu menjelaskan dengan senyuman ramahnya.

"Biasanya skizofrenia hebefrenik mulai muncul sebelum usia 25 tahun, dan dengan penyebab yang berbeda-beda. Seperti kasus Lisa, contohnya."

Suzy menghembuskan nafas pelan, mulai menatap kedua orang di hadapannya bergantian.

"Putrimu bisa sembuh. Namun, aku tidak bisa memprediksinya kapan itu.
Saat ini, melakukan beberapa pengobatan dan terapi mungkin bisa cukup membantunya."

Dara meremas tangan sang suami erat. Menatap sendu dan penuh ke khawatiran.

Taeyang tersenyum tipis, juga tak bisa mengatakan apapun. Kali ini, ia cukup terguncang.

"Apakah sebelumnya, Putrimu mengalami tekanan berat?," Suzy bertanya, membuat keduanya kembali menatapnya.

Sebelum menjawabnya, Taeyang menghembuskan nafas kasar.
Fyi, entah sudah yang ke berapa kali pria itu melakukannya hari ini.

"Misalnya, seperti Stres, atau sedih berkepanjangan." Lanjutnya.

"Ne. Putriku mengalami hal yang berat selama ini. Saat kakaknya sakit keras, dia sangat putus asa. Hingga tanpa ada yang tau, Lisa melakukan hal besar di belakang kami."

Mendengarnya, Dara mengerjap bingung. Tak tau maksud perkataan suaminya.

"Aku ayah yang buruk. Hingga sekarang dia jadi seperti ini." Taeyang mengusap wajahnya, lagi-lagi menghela nafas tanpa gairah.

Karena sungguh, fikirannya sangat kacau sekarang. Siapa yang bisa membayangkan betapa hancurnya dia, sejak mengetahui jika putri sulungnya hampir saja tidak akan bisa bersamanya lagi jika tak mendapat donor.

Lalu fakta mengejutkan yang tiba-tiba sampai, tentang putri bungsunya sendiri yang menjadi pendonornya.
Tepat setelah dirinya begitu murka pada Lisa sehingga membuat gadis itu pergi, dan kondisinya yang jauh dari kata baik setelah di temukan.

"Aku mengerti perasaanmu, Tuan.
Jangan terlalu khawatir, karena aku akan menanganinya. Aku akan berusaha sebisaku untuk membuat putrimu kembali sehat." Suzy berucap yakin, membuat Taeyang tersenyum kembali.

"Gomawo."

Dara mengusap punggung suaminya lembut, kemudian beranjak darisana.
Tak lupa membungkuk sopan saat meninggalkan ruangan.

Dokter cantik itu adalah Rekan Dokter Nam. Lelaki itu sendiri yang menyarankan agar Lisa di tangani oleh Bae Suzy. Selain seorang Dokter bedah, wanita itu juga Psikiater.

Sementara itu di ruangan Lisa.

"Haish. Ayo jalan!"

Lisa semakin mengeratkan lingkar lengannya di leher Rosé. Membuat gadis blonde itu terbatuk-batuk karena tercekik. Namun sepertinya gadis ponian itu tidak peduli, karena terus berseru-seru agar Rosé kembali berjalan saat menggendongnya.

Mau tak mau Rosé berjalan-jalan dan memegangi Lisa agar tidak terjatuh.
Bibi Ahn ada disana, menatap Lisa dengan sendu. Ia juga kasihan pada Rosé, karena gadis itu jadi korban tindakan aneh Lisa.

Hurt Without Blood. [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang