ATHARES - 18

261 58 5
                                    

Update agak siangan, wkwk. Terima kasih
buat kalian yang masih bertahan sampai
sejauh ini, maaf sekali kalau up belakangan
ini nggak menentu, part ini agak panjang,
lumayan.

So, bagi kalian yang belum follow atau
vote di chapter sebelumnya untuk kembali
mengecek barangkali ada yang terlewat.Free share screenshot atau kutipan yang menurut kalian wah di sini. Enjoy!

Hadirmu bagai gambaran dari apa yang semestinya ku hadapi dari jauh-jauh hari, berpikir bahwa ada kalanya kita menerima sesuatu dan merelakannya pergi meski secepat itu - ATHARES

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hadirmu bagai gambaran dari apa yang semestinya ku hadapi dari jauh-jauh hari, berpikir bahwa ada kalanya kita menerima sesuatu dan merelakannya pergi meski secepat itu - ATHARES.

Hadirmu bagai gambaran dari apa yang semestinya ku hadapi dari jauh-jauh hari, berpikir bahwa ada kalanya kita menerima sesuatu dan merelakannya pergi meski secepat itu - ATHARES

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ares tidak banyak bicara selama menghadiri acara tersebut, nyatanya apa yang didapati Athena tidak lebih dari sekadar upaya merendahkan dan menghancurkan harga diri. Ares sudah gila andai tujuannya untuk datang kemari tidak lebih dari sekadar melakukan opsi yang Athena pikirkan tadi, emosinya memang tidak dapat diterka mengingat betapa datarnya air wajah Ares yang kini tengah terduduk di sisinya. Menempuh perjalanan pulang setelah memutuskan untuk pergi, terlebih ketika merasa bahwa apa yang semula ingin Ares pertontonkan pada Athena sudah lebih dari cukup untuk menamparnya secara halus.

"Porsi kemampuan manusia seakan udah diatur, apa yang menurut gue remeh belum tentu berlaku sama lo, begitupun juga sebaliknya," ucap Ares membuka obrolan setelah hening mengisi kekosongan di dalam mobil, memekakan pendengaran dari si lawan bicara. "Anggap aja kalau kali ini kita lagi jalan-jalan aja, bukan sebagai bentuk dari pembuktian diri karena sejauh ini gue belum liat keseharian lo selama di rumah. Tempat yang mungkin aja menjadi saksi bisu di balik semua sikap lo yang kadang menyimpang. Bisa dikatakan cukup aneh untuk ukuran seorang primadona sekolah."

Athena mendengus geli. "Maksud lo apa, hm?"

Ares membenarkan posisi duduknya dan menyandarkan tubuh pada punggung kursi. "Hari di mana lo nggak sadarkan diri entah karena apa alasannya sampai dilarikan ke rumah sakit, Noam bilang kalau lo ada masalah sama obat-obatan sampai butuh penanganan lebih lanjut-dia bela-belain nanya sama kakak lo meskipun emosinya kadang nggak keatur karena sifat keras kepalanya," Ia sedikit menggantung kalimatnya sebelum mengimbuhkan, "Hari itu bokap tiri gue bilang kalau nggak lama lagi nyokap gue ulang taun, meskipun pada awalnya gue udah memutuskan untuk nggak dateng. Tapi siapa sangka kalau gue bisa mengambil keputusan dalam waktu semalaman aja?"

          

"Apa motivasi lo sampai sudi melakukan semua ini?" Athena bertanya, tak ambil pusing dengan berbasa-basi lebih lanjut. "Maksud gue kita nggak ada niatan untuk melanjutkan hubungan ini lebih jauh, karena pada dasarnya kita dipertemukan karena insiden, dan perjanjian yang seakan nggak pernah kita lakukan karena merasa udah nggak perlu lagi. Katakan aja kalau semua itu sia-sia."

Ares tampak tercenung sejenak. "Sorry karena gue nggak bisa mengatakan apa yang gue rasa, gue nggak tau harus bilang apa."

"Gue juga merasakan hal yang demikian," ujar Athena melankolis, seakan Dirga telah melumpuhkan perasaannya sehingga tidak peka terhadap emosi. Apabila terus dibiarkan maka Athena akan berakhir sama halnya seperti Ares, sebab keadaan mengubah segalanya. "Gue tau kalau lo nggak bisa menjelaskan perasaan lo dalam artian yang sesungguhnya."

Ares menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dan tidak berkomentar lebih jauh, tidak ingin ada pihak ketiga yang mendengar percakapan tak berhati mereka. Hari masih belum terlalu larut, tetapi Ares memutuskan untuk segera mengantar Athena pulang ke rumah. Takut-takut sisa kepercayaan yang disematkan pada dirinya oleh ayah gadis tersebut hilang apabila tidak lekas menepati janji. Bahwa Ares akan menjaga Athena selama berada di luar jangkauan rumah-yang disinyalir dapat melakukan tindak kekerasan tanpa adanya seorang pun yang mengetahui kejadian tersebut sebab ditutup-tutupi.

"Besok lo ke sekolah, 'kan?" Ares bertanya sesampainya di depan rumah Athena, dibalas anggukan kepala tanda membenarkan. "Gue mau jemput lo, boleh?"

"Jemput?" Athena membeo.

Ares tersenyum lebar. "Iya, jemput. Boleh, 'kan? Kita berangkat ke sekolah bareng, biar gue bisa jagain lo sekalian."

"Cih, posesif."

"Posesif hanya untuk mereka yang lemah, merasa takut akan kehilangan dan itu dilandasi oleh ketidakpercayaan diri." Ares berujar, terdengar seperti kalimat dari sebuah serial film terkemuka yang sempat tayang di layar lebar.

"Dan sekarang lo lagi nggak percaya diri?" Athena menduga-duga, dibalas tawa kecil dari sosok Ares yang sudah berbaik hati untuk mengantarkannya pulang sampai di rumah.

"Lo kira gue ini apa? Dilan? Gue nggak semanis dia."

Athena terkekeh pelan. "Udah malem, mending lo pulang sekarang. Gue nggak mau lo pulang kemalaman."

"Siap," Ares hendak masuk kembali ke dalam mobil, namun sebelum itu ia tampak menghentikan langkah untuk mengemukakan isi kepalanya, "Besok pagi gue bakal dateng ke sini, gue harap lo nggak keberatan. Meskipun pas sampai di sekolah nanti besar kemungkinannya kalau gue bakal dicegat sama penggemar rahasia lo."

"Gue bakal ngobatin lo kalau sampai dipukuli."

"Gue akan menghargai hal itu, kalau gitu gue cabut dulu."

Athena mengangguk sekilas dan melangkah masuk ke dalam rumah selepas mobil yang ditumpangi oleh Ares menghilang di persimpangan jalan, tampak sangat jelas bahwa Ares merupakan tipikal orang yang jarang berbasa-basi hingga tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk sekadar mengakhiri obrolan.

Hari ini Ares telah membawanya pergi melihat hal baru seakan hal yang dimaksud sama sekali tidak berkesan, terlebih ketika Ares sempat bercerita bahwa ia mengalami insiden kecil di sekolah hingga sebuah pot bunga menghantam kepalanya sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Mengaku bahwa kondisinya sempat memburuk, terlebih ketika sosok pria yang diyakini merupakan ayah tirinya menghubungi Ares perihal hari jadi sang istri yang tidak lain dan tidak bukan ialah ibu dari pemuda tersebut.

Kembali mengintrospeksi diri sendiri membuka mata Athena mengenai berbagai macam derita yang mungkin dialami oleh orang terdekatnya, apa yang menimpa Ares seketika membuat Athena teringat akan sosok Hera-yang menjadi korban dari perceraian kedua orang tua. Sekilas apa yang tengah dialami oleh mereka dapat dikatakan serupa, namun percayalah bahwa kapasitas menahan terpaan di dalam hidup pada masing-masing orang begitu berbeda, sehingga tidak jarang berbagai suara dengan pendapat yang berbeda akan bergaung silih berganti.

ATHARES✓Where stories live. Discover now