Dingin tak henti menggunjing agar langkah dibiarkan sudah. Dan saat itu jalanan mulai basah oleh rintik kenangan yang tiada berkesudah, indah tanpa pisah.
Aku berdiri memunggungi sisa masa lalu yang seringnya mengerubungi laju pikirkuyang kini dibiarkan menatap kejauhan yang sedikit nampak dari jalanan. Kemudian, aku tersandar kepada angin yang datang tanpa persetujuanseperti kamu yang akhirnya menjelma jadi perasaan.
Di sampingku terhampar dedaunan dan bukan kamu yang kini sebatas lamunan. Sejauh mata memandang; setajam telinga mendengar; hanya kulit yang merasa dingin dan hanya hati yang merasa terasing oleh karena dirimu yang berpaling.
Jalanan yang basah seolah berkisah bahwa aku digulung payah meski dituntun untuk terus merangkak menjauhimu yang telah berubah di bagian masa silam yang bagikuterkesan indah. Sepanjang jalan, aku diingatkan betapa laju kakiku serta sisa air hujan turut membasuh kilas perihal cerita-cerita tentangmu yang sedikitpun tak berubah.
Dan aku menyerah.. Memilih meneruskan jejak baru yang dipenuhi senyum cerah.Aku tak pernah bisa melupakanmu. Sejauh apapun kaki membawaku, kau tetap mengikutiku di dalam ingatan singkat yang begitu panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serumpun Diksi Yang Tidak Tertata Rapi (Selesai)
General FictionKini aku mengerti satu hal. Bahwa aku tak pernah menyesal karena pernah mengenal sosok yang tidak dapat kugapai. Darimu aku belajar perihal ketegasan yang mesti kulakukan sedari awal. Meski cinta datang di waktu yang salah, meski hubungan terlalu se...