Encountrance

20 0 0
                                    

'Dia' menemukan dirinya terkesima pada pemandangan yang memenuhi matanya. Ruangan berarsitektur indah, bernuansa teal samar-samar pada dinding berlapis material lembut dan beralur anggun, pilar-pilar yang kokoh dan langit-langit berbentuk kubah yang selaras nadanya, yang diperkaya citraan langit surgawi. Langkahnya terpandu alur koridor yang berkelok-kelok halus seperti wahana taman ria, berpapasan dengan beberapa pemuda-pemudi berseragam semi-militer yang hilir-mudik membawa senyum ramah. Tidak ada kata yang terucap selagi itu, selain kesan menyambut yang ditangkap oleh sang tamu. Hanya apabila ada yang lain, itulah keceriaan yang dipancarkan sinar mata tiap orang yang dilihatnya.

Sampai akhirnya dia tiba di muka pintu besar jantung tempat ini.

"Gratam ad Crista Grandiosa."

Seorang wanita muda tampak di hadapannya dengan air muka bersahabat. Ia bangkit dari tempat duduknya, isyarat untuk mempersilahkan tamunya memasuki ruangan. Kali ini, nuansa golden brown mewarnai ruangan, berhias lampu kristal bercahaya temaram, memberikan kesan hangat nan mewah. Wanita ini tampak menyatu dengan ruangannya dalam busana militeris hitam-hitam jubah ganda lengkap dengan pelindung bahu yang bintangnya tak tampak jelas. Tanpa sandangnya, tak ada tanda-tanda bahwa dia adalah pemimpin tertinggi di sini.

"Salve, Generalissimus." Penutup kepala disentaknya pelan. "Bisa kita bicara dengan bahasa Inggris saja?"

Permintaan sang tamu yang berjalan masuk menujunya menghadirkan kilat kecil di sudut bibirnya. "Ut placere." ujarnya santai, meletakkan tangan di depan dagu. "Santai, di sini kami tidak terlalu menekankan formalitas."

"Baguslah."

Keduanya lantas duduk di sofa ruangan dekat meja tulis kayu jati yang menjadi pusat ruangan. Sang tuan rumah mengangkat telapak tangan agar tamunya menunggu sebentar.

"Mau teh? Kami minggu ini sedang memproduksi teh bunga mawar." tawarnya.

"Teh mawar? bolehlah." 

"Ngomong-ngomong, mawar jenis apa yang digunakan?" sedikit basa-basi, namun dia jadi ingin tahu.

"Rosa damascena var. Halfetia, Mawar Merah-Hitam." 

"Oh, variasi kultivar yang dikembangkan Nyonya Kheren, yang disebut 'Mawar Hitam Turki',  bukan?" sebutnya. "Jenis ini sudah terkenal ke mana-mana, terutama akumulasi kandungan cyanine-nya yang memberi warna mendekati hitam sempurna. Selain itu, wanginya juga kuat sekaligus lembut." Denting sendok berhenti sejenak bersama bunyi jari sang tuan rumah, "Veritas!" 

Punggung tamunya melemas ke sandaran, "Lumayan, kapan lagi bisa mencicipi teh rasa tumbuhan langka? Tapi sayang sekali, karena berita-berita yang berkembang, beberapa media berita jadi menganggap keunikan ini sebagai suatu tipuan."

Teh mawar diletakkan di meja, lantas kedua orang tersebut meraih masing-masing satu. "Itadakimasu." ucap lawan bicaranya pelan. Sementara, aroma teh mawar itu sudah meresap masuk ke syaraf olfaktori pendatang itu, dan setengah isinya membasahi tenggorokannya dalam sekali teguk. Tak ayal wajah si pembuat teh menampilkan raut tak biasa.

Seringai wanita ini sedikit padam ketika tamunya mulai buka suara. "Jadi, Anda sudah mengetahui ihwal kedatangan saya kemari, Nona. Saya berencana akan tinggal di sini selama masa kerjasama kita, saya dan anak-anak anda. Dalam bidang penelitian Eugenika, reputasi Anda dan orang-orang disekitar Anda sudah tidak diragukan, terutama..."

Suara pria yang dihadapinya ini sedikit terhenti, bersamaan dengan wajahnya yang menegang. "...dalam ranah pemeriksaan, analisis,  dan, uh, pemuliaan gen." Lancar, namun kalimatnya disusun sediplomatis mungkin. "Yah, hal yang membuatku hampir kehilangan nyawa." Tatapan sang tuan rumah berubah lebih mencekam. Sebutir keringat dingin meluncur dari pelipis tamunya yang berusaha tidak merasakan sensasi yang sedikit memberinya pacuan adrenalin.

"Hm? Lalu?" 

"Menurut perkiraan, kehadiran saya untuk berkolaborasi dengan tim proyek Oka II untuk studi rekaan lanjut gen TYR-IA. Namun, sudah ada kepastian bahwa set target genom terkait ditangani tim Nyonya Kheren bersama beberapa murid anda. Maka, Professor Okamoto mengalihkan rencana kerjasama menjadi dengan kelompok cantrik III di Oka I mengenai pengaruh genetika pada neurologi dan topik klasik nature vs. nurture, pembawaan vs. pengasuhan."

Pendengarnya memberi tanggapan dengan anggukan kecil, sambil mulai menyeruput teh mawar yang dia buat belum lama tadi. "Menarik. Anda akan bekerja bersama..."

"Dokter Menici dan Professor Al." 

"Tepat. Dokter Menici salah satu yang paling perhatian dengan masalah neurologi, namun Professor Algy adalah partner yang paling tepat untuk menangani fisiologi, selain sisi genetiknya."

"Ya, dan Anda juga akan masuk dalam tim sebagai penelaah untuk menjabarkan peta gen selanjutnya, bukan? Masalah analisis dan konstruksi, Anda ahlinya." 

Pernyataan itu membuat yang disebut terkekeh, "Ya, ya. Terserah, saya tidak pernah menganggap diri sendiri se-superior itu." lalu kembali bangkit berdiri dan menunjukkan beberapa hal selagi menunggu. "Nanti Professor Okamoto akan menemui anda di sini, sebentar lagi, dan mengantar Anda ke kamar."

Resilient (When You Found Yourself the Weakest) - Indonesian VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang