Epilogue.

178 10 2
                                    

—“Nyatanya, seseorang akan merasa lebih tenang dan nyaman ketika berada ditempat dimana dihargai dan diapresiasi.”

***

"Lo, siapa?"

Naya menjauhi ranjang Gavin, menatap Renata yang sedang duduk di sofa dengan penuh tanya.

"Tante?!" Naya sedikit berteriak meminta penjelasan kepada orang tua Gavin.

Kevan terkejut mendengar kembarannya berteriak, buru-buru ia menyusul dengan Gea dan Darrel mengekori.

"Ada apa?" tanya Kevan sembari menatap sekitar.

"Kok dia lupanya cuma sama gue doang?!"

Kevan menyernyit tak mengerti. "Hah?"

"Dia amnesia, kan?" Naya menunjuk Gavin.

"Apa dah? Tadi dia—"

"Dia nggak kenal sama gue!" Mata Naya berkaca-kaca, menatap Gavin dan Kevan bergantian.

"Heh! Kok nangis?" Kevan gelagapan ketika melihat air mata Naya mulai turun.

"Gue pulang buru-buru karena denger dia kecelakaan, tapi kok malah gini?" lirih Naya.

"Sabar dulu do—"

"Udah setaun gue sabar!" Naya kembali menyentak Kevan.

"Nggak paham gue, tan—" Kevan tak melanjutkan ucapannya, ia menoleh ke kursi yang tadi diduduki oleh orang tua Gavin. Tapi, kok tidak ada?

"Urus dah masalah lo dulu, bicarain baik-baik. Gue keluar dulu sama mereka." Kevan pasrah, sebaiknya ia undur diri saja dari sana, ia yakin pasti ini akal-akalan Gavin saja.

Sepeninggal Kevan dan temannya, Naya tak mau menatap Gavin, bahkan ia tidak duduk dikursi dekat brankar, ia malah duduk ditempat Renata sebelumnya.

"Hei?" Gavin menyapa dengan melambaikan tangan kanannya.

Naya menoleh. "Apa?!" tanyanya galak.

"Kenalan yuk." Gavin menjulurkan tangannya.

"Kita udah kenal, bodoh."

Gavin bangkit dari tempat tidurnya, mendekati Naya yang terdiam tak bersuara.

"Perempuan itu nggak boleh ngumpat, nggak cocok." Cowok itu mendudukkan dirinya disamping Naya.

"Nggak usah sok peduli, lo nggak kenal sama gue."

"Lah? Tadi katanya kita udah kenal."

Naya memberanikan menatap wajah Gavin.

"Lo nggak inget sama cewek yang cuek pas diluar tapi manja banget kalo lagi di rumahnya? Cewek yang lo perjuangin, tapi cewek itu selalu bersikap cuek sama lo seolah dia nggak peduli? Tapi, sebenernya cewek itu suka dan sayang sama lo." Naya berucap panjang. "Nggak inget?"

Gavin mendengarkan perkataan Naya dengan baik, tiba-tiba tangan Gavin memegang kepalanya. Sontak hal itu membuat Naya terkejut.

"Vin? Lo pusing? Apa ingatan lo udah balik? Syukur deh, eh tapi jangan deh. Nanti gue malu," gumam Naya.

"Gue panggilin dokter, ya?"

Gavin menggeleng dan mencekal tangan Naya.

"Jangan bikin gue khawatir! Gue panggilin dokter ya?" tanya Naya, lagi. Dan ditanggapi gelengan lagi dengan Gavin.

Mata Naya kembali berkaca-kaca. "Vin ..."

Tangan Gavin turun dari kepalanya, ia menatap Naya. Air mata itu membuatnya merasa bersalah, perlahan ia mengusap air mata Naya dengan ibu jarinya.

ES BATU [ New version ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang